BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kota kecil yang bernama Jombang
tidak henti-hentinya memunculkan sosok tokoh yang sangat berpengaruh di bumi
Indonesia Raya. Sebelum era Gus Dur (Abdurrahman Wahid), Cak Nun (Emha Ainun
Najib) dan Cak Nur (Nurkhalis Majid), Jombang telah melahirkan tokoh besar yang
mampu mewarnai jalannya NKRI. Beliau adalah KH. Hasyim Asy’ari, yang tak lain
juga merupakan kakek Gus Dur. Sosok fenomenal Hasyim Asy’ari kenyang pengalaman
menyinggahi pesantren di Jawa sebelum melanjutkan pendidikan ke tanah Arab.
Sekembalinya ke Indonesia beliau mendirikan pesantren Tebuireng Jombang yang
terkenal dengan ilmu haditsnya. Kedalaman ilmu, dan pemikirannya dalam
pendidikan sangat brilian, sampai-sampai para kiai di Jawa memberinya gelar
“Hadratus Syekh” yang berarti “Tuan Guru Besar”.
Hasyim Asy’ari termasuk tokoh utama
pendiri lembaga sosial keagamaan terbesar di Indonesia yaitu NU ( Nahdlatul
Ulama’). Organisasi
ini bertujuan mempertahankan ajaran ahlu sunnah wal jamaah serta tradisi Islam.
Sementara corak pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh lembaga ini pada
mulanya bersikap tradisional dengan hanya mengajarkan agama saja dengan
bersistem halaqah. Namun seiring dengan perkembangan, lembaga ini juga
memasukkan ilmu umum dengan sistem madrasah.
Dalam kancah perjuangan merebut
kemerdekaan dari Belanda dan Jepang, lembaga pendidikan yang berada di bawah
naungan NU ini turut pula memanggul senjata dengan mengorbankan jiwa dan raga
melawan penjajah. Dalam kaitannya dengan perjuangan melawan penjajah ini
tergambar jelas dalam rumusan Resolusi Jihad NU 1945.[1]
Resolusi inilah yang memicu perlawanan sengit rakyat Surabaya pada pertempuran
tiga hari 27, 28, 29 Oktober 1945 yang berujung pada tewasnya Jenderal Mallaby.
Resolusi Jihad ini muncul tidak lepas dari peran KH. Hasyim Asy’ari yang
mengomandoi para ulama untuk merumuskan hukum berperang membela negara. Atas
jasa tersebut, sudah selayaknya beliau mendapatkan tanda jasa. Namun ia enggan
untuk menerimanya karena khawatir perjuangannya itu menggugurkan niat
ikhlasnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi KH. Hasyim
Asy’ari ?
2.
Apa saja pemikiran-pemikirannya dalam pendidikan islam ?
C. Tujuan dan Kegunaan
1.Mengetahui
Biografi KH.
Hasyim Asy’ari
2.Memahami pemikiran-pemikirannya dalam
pendidikan islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Hasyim Asy’ari
Hasyim
Asy’ari lahir di desa Gedang Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa
kliwon, tanggal 24 Dzulhijjah 1287 atau bertepatan tanggal 14 Pebruari 1871 M.
Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim ibn Asy’ari ibn Abd. Al Wahid ibn Abd.
Al Halim yang mempunyai gelar Pangeran Bona ibn Abd. Al Rahman Ibn Abd. Al Aziz
Abd. Al Fatah ibn Maulana Ushak dari Raden Ain al Yaqin yang disebut dengan
Sunan Giri.[2]
Dipercaya pula bahwa mereka adalah keturunan raja Muslim Jawa, Jaka Tinggir dan
raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI. Jadi Hasyim Asy’ari juga dipercaya
keturunan dari keluarga bangsawan. Ibunya, Halimah adalah putri dari kiai
Ustman, guru Hasyim Asy’ari sewaktu mondok di pesantren. Ayah Hasyim Asy’ari
tergolong santri pandai yang mondok di kiai Ustman, hingga akhirnya karena kepandaian
dan akhlak luhur yang dimiliki, ia diambil menjadi menantu dan dinikahkan
dengan Halimah. Sementara kiai Ustman sendiri adalah kiai terkenal dan juga
pendiri pesantren Gedang yang didirikannya pada akhir abad ke-19.
Hasyim
Asy’ari adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, yaitu Nafiah, Ahmad Saleh,
Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Adnan. Dengan
latar belakang yang tidak diragukan lagi dari segi keilmuan agama, masa kecil
Hasyim Asy’ari banyak dihabiskan menimba ilmu agama dari orang tuanya sendiri.
Setelah itu, ia melalang buana dari satu pesantren ke pesantren yang lain.
Terhitung pesantren Shona, Siwalan Buduran, Langitan Tuban, Demangan,
Bangkalan, dan Sidoarjo pernah disinggahinya untuk menempa ilmu agama. Selama
mondok di pesantren Sidoarjo inilah, Hasyim Asyari mendapat perhatian lebih
dari sang Kyai, Kyai Ya’qub, hingga kemudian dijodohkan dengan putinya Khadijah
pada tahun 1892 atau ketika Hasyim Asy’ari berusia 21 tahun. Selang beberapa
waktu kemudian ia beserta isteri dan mertuanya berangkat haji ke Mekkah yang
dilanjutkan dengan belajar di sana. Akan tetapi setelah isterinya meninggal
karena melahirkan, membuat ia kembali ke tanah air.[3]
Rasa haus yang tinggi akan ilmu pengetahuan membawa Hasyim Asy’ari
berangkat lagi ke tanah suci Mekkah tahun berikutnya. Kali ini ia ditemani
saudaranya Anis. Dan ia menetap di sana kurang lebih tujuh tahun dan berguru
pada sejumlah ulama, di antaranya Syaikh Ahmad Amin al Aththar, Sayyid Sultan
ibn Hasyim, Sayyid Abdullah al Zawawi, Syaikh Shaleh Bafadhal dan Syaikh Sultan
Hasyim Dagastani. Setelah mematangkan ilmunya di Mekah, pada tahun 1899/1900 ia
kembali ke Indonesia dan mengajar di pesantren ayah dan kakeknya, hingga
berlangsung beberapa waktu.[4]
Masa
berikutnya Hasyim menikah lagi dengan putri kiai Ramli dari Kemuning (Kediri)
yang bernama Nafiah, setelah sekian lama menduda. Sejak itulah beliau diminta
membantu mengajar di pesantren mertuanya di Kemuning, dan kemudian mendirikan
pesantren sendiri di daerah Cukir, pesantren Tebuireng di Jombang, pada tanggal
6 Pebruari 1906. Pesantren yang baru didirikan tersebut tidak berapa lama
berkembang menjadi pesantren yang terkenal di Nusantara, dan menjadi tempat
menggodok kader-kader ulama wilayah Jawa dan sekitarnya.
Hasyim
Asy’ari meninggal pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947
M di Tebuireng Jombang dalam usia 79 tahun, karena tekanan darah tinggi. Hal
ini terjadi setelah beliau mendengar berita dari Jenderal Sudirman dan Bung
Tomo bahwa pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor telah kembali ke
Indonesia dan menang dalam pertempuran di Singosari (Malang) dengan meminta
banyak korban dari rakyat biasa. Beliau sangat terkejut dengan peristiwa itu,
sehingga terkena serangan stroke yang menyebabkan kematiannya.
B.
Karya KH.
Hasyim Asy’ari
Hasyim Asy’ari termasuk sosok ulama
yang sangat produktif dalam menulis karyanya. Namun sangat disayangkan bahwa
sejumlah karyanya tidak bisa ditemui oleh masyarakat umum secara bebas dan
sebagian belum sempat dipublikasikan karena belum tertibnya pengarsipan yang
ada pada masa itu serta kurang tertata rapi sistem dokumentasi dan pengarsipan
pada lembaga NU.
Setidaknya dibawah ini dapat kita lihat diantara kitab yang
disusunnya, antara lain:[5]
1.
Adab al Alim wa al Muta’allim fima
Yahtaj ilah al Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wa ma Yataqaff al Mu’allim fi
Maqamat Ta’limih.
Tatakrama
pengajar dan pelajar. Berisi tentang etika bagi para pelajar dan pendidik,
merupakan resume dari Adab al-Mu’allim karya Syekh Muhammad bin Sahnun (w.256
H/871 M); Ta’lim al-Muta’allim fi Thariq at-Ta’allum karya Syeikh Burhanuddin
al-Zarnuji (w.591 H); dan Tadzkirat al-Saml wa al-Mutakallim fi Adab al-‘Alim
wa al-Muta’allim karya Syeikh Ibn Jama’ah. Memuat 8 bab, diterbitkan oleh
Maktabah at-Turats al-Islamy Tebuireng. Di akhir kitab terdapat banyak
pengantar dari para ulama, seperti: Syeikh Sa’id bin Muhammad al-Yamani
(pengajar di Masjidil Haram, bermadzhab Syafii), Syeikh Abdul Hamid Sinbal
Hadidi (guru besar di Masjidil Haram, bermadzhab Hanafi), Syeikh Hasan bin Said
al-Yamani (Guru besar Masjidil Haram), dan Syeikh Muhammad ‘Ali bin Sa’id
al-Yamani.
2.
Ziyadat Ta’liqat, Radda fiha Mandhumat
al Syaikh “Abd Allah bin Yasin al Fasurani Allati Bihujubiha “ala Ahl Jam’iyyah
Nahdhatul Ulama.
Catatan seputar nadzam Syeikh Abdullah
bin Yasin Pasuruan. Berisi polemik antara Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin
Yasir. Di dalamnya juga terdapat banyak pasal berbahasa Jawa dan merupakan
fatwa Kiai Hasyim yang pernah dimuat di Majalah Nahdhatoel Oelama’.
3.
Al Tanbihat al Wajibat liman Yashna
al Maulid al Munkarat
Peringatan-peringatan wajib bagi
penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran. Ditulis
berdasarkan kejadian yang pernah dilihat pada malam Senin, 25 Rabi’ al-Awwal
1355 H., saat para santri di salah satu pesantren sedang merayakan Maulid Nabi
yang diiringi dengan perbuatan mungkar, seperti bercampurnya laki-laki dan
perempuan, permainan yang menyerupai judi, senda gurau, dll. Pada halaman
pertama terdapat pengantar dari tim lajnah ulama al-Azhar, Mesir. Selesai
ditulis pada 14 Rabi’ at-Tsani 1355 H., terdiri dari 15 bab setebal 63 halaman,
dicetak oleh Maktabah at-Turats al-Islamy Tebuireng, cetakan pertama tahun 1415
H.
4.
Al Risalat al Jamiat, Sharh fiha
Ahmaal al Mauta wa Asirath al sa’at ma’bayan Mafhum al Sunnah wa al Bid’ah.
Risalah
Ahl Sunnah Wal Jama’ah tentang hadis-hadis yang menjelaskan kematian,
tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan sunnah dan bid’ah. Berisi 9 pasal.
5.
Al Nur al Mubin fi Mahabbah Sayyid
al Mursalin, bain fihi Ma’na al Mahabbah Libasul Allah wa ma Yata’allaq biha
Man Ittiba’iha wa Ihya al Sunnahih.
Cahaya yang jelas menerangkan cinta kepada
pemimpin para rasul. Berisi dasar kewajiban seorang muslim untuk beriman,
mentaati, meneladani, dan mencintai Nabi Muhammad SAW. Tebal 87 halaman, memuat
biografi singkat Nabi SAW mulai lahir hingga wafat, dan menjelaskan mu’jizat
shalawat, ziarah, wasilah, serta syafaat. Selesai ditulis pada 25 Sya’ban 1346
H., terdiri dari 29 bab.
6.Hasyiyah ‘ala Fath al Rahman bi
Syarth Risalat al Wali Ruslan li Syaikh al Islam Zakaria al Ansyari.
7. Al Duur al Muntasirah fi Masail
al Tiss’I Asyrat, Sharth fiha Masalat al Thariqah wa al Wilayah wa ma Yata’allq
bihima min al Umur al Muhimmah li ahl thariqah.
Mutiara yang memancar dalam menerangkan 19
masalah. Berisi kajian tentang wali dan thariqah dalam bentuk tanya-jawab
sebanyak 19 masalah. Tahun 1970-an kitab ini diterjemahkan oleh Dr. KH. Thalhah
Mansoer atas perintah KH. M. Yusuf Hasyim, dierbitkan oleh percetakan Menara Kudus.
Di dalamnya memuat catatan editor setebal xxxiii halaman. Sedangkan kitab
aslinya dimulai dari halaman 1 sampai halaman 29.
8. Al Tibyan fi al Nahy ‘an
Muqathi’ah al Ihwan, bain fih Ahammiyat Shillat al Rahim wa Dhurrar qatha’iha.
Berisi tentang tata cara menjalin
silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksi sosial. Tebal 17 halaman, selesai
ditulis hari Senin, 20 Syawal 1360 H., penerbit Maktabah Al-Turats Al-Islami
Ma’had Tebuireng.
9. Al Risalah al Tauhidiyah, wahiya Risalah Shaghirat
fi Bayan ‘Aqidah Ahl Sunnah wa al Jamaah.
10. Al Walaid fi Bayan ma Yajib min
al’Aqaid.
11. Al-Risalah fi at-Tasawwuf.
Menerangkan tentang tashawuf; penjelasan tentang ma’rifat, syariat, thariqah,
dan haqiqat. Ditulis dengan bahasa Jawa, dicetak bersama kitab al-Risalah fi
al-‘Aqaid.
12. Al-Risalah fi al-’Aqaid.
Berbahasa Jawa, berisi kajian
tauhid, pernah dicetak oleh Maktabah an-Nabhaniyah al-Kubra Surabaya, bekerja
sama dengan percetakan Musthafa al-Babi al-Halabi Mesir tahun 1356 H./1937M.
Dicetak bersama kitab Kiai Hasyim lainnya yang berjudul Risalah fi at-Tashawwuf
serta dua kitab lainnya karya seorang ulama dari Tuban. Risalah ini ditash-hih
oleh syeikh Fahmi Ja’far al-Jawi dan Syeikh Ahmad Said ‘Ali (al-Azhar). Selelai
ditash-hih pada hari Kamis, 26 Syawal 1356 H/30 Desember 1937 M.
C.
Konsep
Pemikiran Islam Menurut Kh. Hasyim Asy’ari
a) Dasar
Pendidkan K.H. Hasyim Asy’ari
memaparkan tingginya penuntut ilmu dan ulama dengan
mengenengahkan ayat Al-qur’an yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz
ÇÊÊÈ
Artinya :
"Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S Al mujadilah:11)
Di tempat
lain, K.H. Hasyim Asy’ari menggabungkan surah Al bayyinah ayat 7 dan 8 yang
berbunyi:
cÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# y7Í´¯»s9'ré& ö/ãf çöy{ ÏpÎy9ø9$# ÇÐÈ
ôMèdät!#ty_ yZÏã öNÍkÍh5u àM»¨Zy_ 5bôtã ÌøgrB `ÏB $uhÏGøtrB ã»pk÷XF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkÏù #Yt/r& ( zÓÅ̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã 4 y7Ï9ºs ô`yJÏ9 zÓÅ´yz ¼çm/u ÇÑÈ
Artinya :
7.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu
adalah Sebaik-baik makhluk.
8.
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhannya. (Q.S Al-bayyinah ; 7-8)
Premis
dari ayat pertama menyatakan ulama adalah hamba yang takut kepada Allah SWT
sedangkan pada ayat kedua menyatakan bahwa takut kepad Allah SWT adalah makluk
yang terbaik. Kedua premis ini dapat dikongklusikan menjadi ulama merupakan
makluk terbaik disisi Allah SWT.
b) Tujuan
Pendidikan Menurut Hasyim Asyari
bahwa
tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu
yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak.
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu : pertama,
bagi murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali
berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelekannya.
Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih
dahulu, tidak mengharapkan materi semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal
tersebut di atas, dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf),
yaitu salah satu persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut
beliau adalah “niat yang baik dan lurus”. Menuntut ilmu atau belajar menurut Hasyim
Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia
untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus
diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya
untuk sekedar menghilangkan kebodohan. Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan
umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai
kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus
bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat
Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam. Jadi tujuan
pendidikan meurut Hasyim Asy’ari adalah :
1. Menjadi insan yang bertujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2.
Menjadi insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
c) Pendidik
Menurut Hasyim Asy’ari
seorang
pendidik harus mempunyai etika sebagai berikut:
1.
Etika seorang guru
a.
Senantiasa mendekatkan diri pada
Allah
b.
Takut pada Allah, tawadhu’, zuhud
dan khusu’
c.
Bersikap tenang dan senantiasa
berhati-hati
d.
Mengadukan segala persoalan pada
Allah
e.
Tidak menggunakan ilmunya untuk
meraih dunia
f.
Tidak selalu memanjakan anak
g.
Menghindari tempat-tempat yang kotor
dan maksiat
h.
Mengamalkan sunnah Nabi
i.
Mengistiqamahkan membaca al- Qur’an
j.
Bersikap ramah, ceria dan suka
menabur salam
k.
Menumbuhkan semangat untuk menambah
ilmu
l.
Membiasakan diri menulis, mengarang
dan meringkas.
2. Etika guru dalam mengajar
a. Jangan mengajarkan hal-hal yang
syubhat
b. Mensucikan diri, berpakaian sopan
dan memakai wewangian
c. Berniat beribadah ketika
mengajar, dan memulainya dengan do’a
d. Biasakan membaca untuk menambah ilmu
e. Menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa
f.Jangan sekali-kali mengajar dalam
keadaan lapar, mengantuk atau marah
g.Usahakan tampilan ramah, lemah lembut, dan tidak sombong
h.Mendahulukan materi-materi yang
penting dan sesuai dengan profesional yang dimiliki
i.Menasihati dan
menegur dengan baik jika anak didik bandel
j.Bersikap terbuka terhadap berbagai persoalan
yang ditemukan
k.Memberikan kesempatan pada anak
didik yang datangnya terlambat dan ulangilah penjelasannya agar tahu apa yang
dimaksudkan
l.Beri anak kesempatan bertanya terhadap
hal-hal yang belum dipahaminya.
3. Etika guru bersama murid
a. Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu
b. Menghindari ketidak ikhlasan
c. Mempergunakan metode yang mudah dipahami anak
d. Memperhatikan kemampuan anak didik
e. Tidak memunculkan salah satu
peserta didik dan menafikan yang lain
f. Bersikap terbuka, lapang dada, arif dan tawadhu’
g. Membantu memecahkan masalah-masalah anak didik
h. Bila ada anak yang berhalangan hendaknya mencari
ihwalnya.
d) Peserta didik
Tanggung jawab anak didik adalah
sebagai berikut :
1. Etika belajar
a. Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan
keduniaan
b.Membersihkan niat, tidak
menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan qanaah
c. Pandai mengatur waktu
d. Menyederhanakan makan dan minum
e. Berhati-hati (wara’)
f. Menghindari kemalasan
g. Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan
h. Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.
2. Etika seorang murid terhadap guru
a. Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan guru
b. Memilih guru yang wara’
c. Memuliakan dan memperhatikan hak guru
d. Bersabar terdapat kekerasan guru
e. Berkunjung pada guru pada tempatnya dan minta izin lebih
dulu
f. Duduk dengan rapi bila berhadapan dengan guru
g. Berbicara dengan sopan dan lembut dengan guru
h. Dengarkan segala fatwa guru dan jangan menyela
pembicaraannya
3. Etika murid terhadap pelajaran
a. Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
b. Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
c.Mendiskusikan dan menyetorkan
hasil belajar pada orang yang dipercaya
d. Senantiasa
menganalisa dan menyimak ilmu
e. Bila terdapat
hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan
f. Pancangkan
cita-cita yang tinggi
g. Kemanapun pergi dan dimanapun berada jangan
lupa membawa catatan
h. Pelajari pelajaran
yang telah dipelajari dengan kontinyu (istiqamah)
i. Tanamkan rasa
antusias dalam belajar.
e) Kurikulum
(Materi)
Kurikulum
atau materi yang diterapkan Hasyim Asy’ari meliputi kajian tafsir Al-Qur’an,
hadits, ushuluddin, kitab-kitab fiqih madzhab, nahwu, shorof dan materi yang
membahas tentang tasawwuf.
f) Metode
Sistem
individual yang ditetapkan dalam metode wetonan dan sorogan, metode hafalan,
Muhawarat, dan metode muzaharat, merupakan istilah-istilah lain metode yang
diterapkan pada Islam klasik seperti al-sama’, al-imla’, al-ijaza’, mudzakara,
dan munazara. Bahkan penekanan aspek hapalan dalam penerapan metode-metode
diatas yang menjadi ciri khas pendidikan Islam klasik, juga menjadi tipikal
pesantren Tebuireng dan pesantren salaf atau tradisional. Kesimpulan nya bahwa Kiai Hasyim Asy’ari dalam
menggunakan metode pengajarannya lebih menitik beratkan pada metode hafalan,
sebagaimana pada umumnya menjadi karakteristik dari tradisi Syafi’iyah dan juga
menjadi salah satu ciri umum dalam tradisi pendidikan Islam. Dalam menentukan
pilihan metode pembelajaran sangat erat kaitannya dengan tujuan, materi maupun
situasi lingkungan pendidikan dimana setiap unsur mempunyai karakteristik yang
berbeda. Sehingga pemilihan, penetapan dan penggunaan metode dalam proses
pembelajaran harus mempertimbangkan karakteristik tersebut. Metode konvensional
yang lazim digunakan oleh kiai dalam proses pembelajaran di pesantren
(pendidikan Islam tradisional) adalah sistem bandongan, sorogan dan wetonan
dengan kajian pokok kitab kuning atau kitab klasik. Selain metode sorogan dan
bandongan, Kiai Hasyim Asy’ari juga mengembangkan sistem musyawarah, yang
pesertanya hanya santri senior dan telah mengikuti seleksi yang cukup ketat.
Hal ini dimaksudkan untuk mengkader calon-calon ulama masa depan agar dapat
mengembangkannya di daerah masing-masing. Masih berkenaan dengan metode belajar
mengajar, masa depan di pesantren yag relative panjang, akan tetapi prinsip
masyarakat modern cenderung praktis-pragmatis. Prinsip ini tidak hanya berlaku
disektor ekonomi
BAB III
RELEVANSI
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI DENGAN PENDIDIKAN MASA
TERKINI
Implikasi Teoritik Pendidikan islam
merupakan pendidikan yang bernuansa Islam atau pendidikan yang Islami. Secara
psikologis, kata tersebut mengindikasikan suatu proses untuk pencapaian nilai
moral, sehingga subjek dan objeknya senantiasa mengkonotasikan kepada prilaku
yang bernilai, dan menjauhi sikap amoral. Pendidikan dalam wacana keislaman
lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta’dib, riyadhah, irsyad, dan tadris.
Pendidikan Islam tidak hanya
dipahami sebagai pendidikan yang berlabel Islam seperti madrasah-madrasah
ataupun pondok pesantren, akan tetapi pendidikan Islam mencakup semua proses
pemikiran, penyelenggaraan dan tujuan.
K.H Hasyim Asy’ari memiliki
pandangan dalam memaknai pendidikan
islam. Dalam pemikiran K.H Hasyim Asy’ari, beliau mengemukakan bahwasanya
pendidikan islam merupakan sarana untuk mencapai kemanusiaannya sehingga
manusia dapat menyadari siapa sesungguhnya penciptanya dan untuk apa
diciptakan. Dalam sejarah pendidikan islam tradisional, khususnya di Jawa,
beliau memiliki peran yang sangat besar di dalam dunia pesantren. Beliau
digelari sebagai Hadrat Asy-Syekh (guru besar di lingkungan pesantren) karena
peranannya yang sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pemimpin
pesantren. Beliau juga berperan penting dalam mempertahankan sekolah pesantren
tersebut yang pada waktu itu sekolah pesantren ingin dihapus oleh penjajah.
Di samping pesantren, K.H Hasyim
Asy’ari juga berperan dalam mendirikan dan merintis organisasi kemasyarakatan
Nahdhatul Ulama yang populer disebut NU. Organisasi sosial keagamaan ini
memiliki maksud dan tujuan memegang teguh salah satu dari empat mazhab, serta
mengerjakan apa saja yang menjadi kemashlahatan agama islam.
Sehingganya dapat disimpulkan pemikiran
pendidikan islam menurut KH. Hasyim Asy’ari dapat diimplikasikan dalam sistem
pendidikan masa kini karena Pada hakikatnya pendidikan islam adalah upaya sadar yang
dilakukan untuk mengarahkan manusia pada derajat kemanusiaanya yang disesuaikan
dengan bakat, kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian manusia
akan mengetahui tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
K.H.Muhammad Hasyim Asy’ari
dilahirkan dari keturunan eliet kiai (pesantren) pada tanggal 24 Zulhijjah
1287H bertepatan 14 Pebruari 1871M, tepatnya sebelah Timur Jombang Jawa Timur.
Suasana kehidupan pesantren sangat mem-pengaruhi pembentukan karakter Hasyim
Asy’ari yang sederhana dan rajin belajar, belajar dari pesantren ke pesantren
di Jawa sampai ke Tanah Hijaz. Sebagai pendidik merupakan bagian yang yang
terpisahkan dari perjalanan hidupnya sejak usia muda. Setelah mengajar keliling
dari pesantren orangtua hingga mertua, pada tahun 1899 Hasyim Asy’ari
mendirikan pesantren sendiri, mewujudkan cita-citanya di daerah Tebuireng
Jombang, Jawa Timur.
Pemikiran Hasyim Asy’ari dalam
bidang pendidikan lebih menekankan pada etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan
beberapa aspek pendidikan lainnya. Dalam hal ini banyak dipengaruh dengan
keahliannya pada bidang Hadits, dan pemikirannya dalam bidang tasawuf dan fiqih
yang sejalan dengan teologi al Asy’ari dan al Maturidi. Juga searah dengan
pemikiran al-Ghazali, yang lebih menekankan pada pendidikan rohani. Misalnya
belajar dan mengajar harus dengan ikhlas, semata-mata karena Allah, bukan hanya
untuk kepentingan dunia tetapi juga untuk kebahagian di akhirat. Dan untuk
mencapainya seseorang yang belajar atau mengajar harus punya etika, punya adab
dan moral, baik murid ataupun guru sendiri. K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari
memandang pendidik sebagai pihak yang sangat penting dalam pendidikan. Baginya,
guru adalah sosok yang mampu mentransmisikan ilmu pengetahuan disamping
pembentuk sikap dan etika peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta:
Rajagrafindo Persada. 2005
Khoirul Fathoni & Muhamad Zen, NU
Pasca Khittah, Yogyakarta: Media Widia Mandala, 1992
Lathiful Khuluq, Kebangkitan Ulama,
Biografi K.H.Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: LKIS, 2000
Samsul
Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Suwendi, Sejarah & Pemikiran
Pendidikan Islam Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Zainal
Munasichin. Resolusi Jihad; Sejarah Yang
Dilupakan.Jakarta: DPP PKB. 2011
[2] Abuddin Nata. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.(Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2005). hlm. 113
[4] Lathiful Khuluq, Kebangkitan Ulama, Biografi
K.H.Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: LKIS, 2000), h.18.
[5] Suwendi, Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 141
izin copas yaa shohib...
ReplyDeleteizin copy ya.... tpi nggak semuanya kok
ReplyDeleteizin copas kawan,Pendidik Menurut Hasyim Asy’ari , terima kasih
ReplyDeletebismillah
ReplyDeletema syaa Allah, bermanfaat.
izin copas yah, saudara. Syukran.
Izin copas yh kaka
ReplyDeleteizin bro
ReplyDeleteizin copas nggeh
ReplyDelete