MAKALAH
TEORI-TEORI PENDIDIKAN DALAM
ALIRAN HUMANISME
DISUSUN
O
L
E
H
|
Efri riantina
|
1411100191
|
|
Febie Pandesty
|
1411100195
|
|
Ganda Rusman Maulana
|
1411100197
|
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
PRODI PGMI
2014/2015
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah Teori-Teori
Pendidikan Dalam Aliran Humanisme ini dengan baik. Makalah ini dibuat agar
menambah sedikit pengetahuan kita mengenai pengetahuanTeori-Teori Pendidikan
Dalam Aliran Humanisme, sehingga kita dapat memahami apa sebenarnya Teori-Teori
Pendidikan Dalam Aliran Humanisme itu, secara mendalam dan terperinci.
Sebelum kita
melangkah lebih jauh, diperlukan suatu pemahaman khusus mengenai hal-hal
mendasar yang ada pada konsitusi. Untuk itu, penyusunan makalah ini, diharapkan
dapat bermanfaat bagi kita semua termasuk penulis.
Penulisan
makalah ini dapat terselenggara berkat sumber-sumber referensi yang sangat
membantu mengenai Teori-Teori Pendidikan Dalam Aliran Humanisme dan untuk itu
penulis mengucapakan terimakasih atas bantuan materi-materinya yang sangat
bermanfaat.
Saya mohon maaf jika makalah ini
banyak kekurangan maka dari itu saya mengharapkan agar para pembaca makalah ini
dapat memberikan saran serta kritiknya untuk perbaikan yang semestinya.
Bandar Lampung, 20 september 2014,
PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah........................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C.
Tujuan
Penulisan................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori-Teori Pendidikan Dalam Aliran Humanisme............................ 3
B. Implikasi
Teori Belajar Humanisme......................................................................
7
C.
Tokoh-tokoh humanisme....................................................................................... 9
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan ........................................................................................................... 13
Daftar
Pustaka ................................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Istilah pendidikan tentu saja tidak asing lagi bagi
kita, seolah istilah tersebut sudah sangat dekat bahkan sampai menyentuh di
setiap sendi-sendi kehidupan manusia
Banyak
negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang jarang
ada. Namun
semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat
penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan
masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci
keberhasilan suatu bangsa.
bahwa pendidikan merupakan hak yang sudah melekat pada
setiap manusia/individu sebagai sebuah potensi yang siap dikembangkan demi
kelangsungan hidup. Dengan potensi yang dimiliki manusia tersebut, manusia
terus mengaktualisasikan potensinya
melalui pendidikan dan berinteraksi dengan lingkungan. Dewasa ini, pengertian
pendidikan yang berkembang di masyarakat adalah sebuah sistem kelembagaan
seperti di sekolah, perguruan tinggi, tempat kursus yang menyelenggarakan
pengajaran dan bimbingan kepada peserta belajar (siswa)
Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan
proses demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk
melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada
dalam lingkungan belajar yang demokratis
adalah reallness. Sadar bahwa anak
memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa
takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira [1]
Dari uraian
di atas maka dipandang perlu bagi seorang pendidik untuk memahami tentang
pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dalam
penyusunan makalah ini kami sebagai penulis membatasi permasalahan-permasalahan
sebagai berikut:
a.
Membahas teori-teori pendidikan dalam aliran humanisme
b.
Apa saja implikasi dalam pelaksanaan pendidikan
c.
Dan tokoh-tokoh dalam aliran humanisme
C. TUJUAN MASALAH
Dari rumusan masalah yang ada tujuan dari penulisan
makalah ini, yaitu:
a.
Untuk mengetahui Teori-Teori Pendidikan Dalam Aliran
Humanisme
b.
Untuk mengetahui
Implikasi
Dalam Pelaksanaan Pendidikan
c. Untuk
mengetahui Tokoh-Tokoh Dalam Aliran
Humanisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI-TEORI PENDIDIKAN DALAM ALIRAN HUMANISME
Teori-teori humanisme[2]
lebih menunjuk kebebasan individu memahami materi pembelajaran untuk memperoleh
informasi baru dengan cara belajarnya sendiri selama proses pembelajaran. Dalam
teori, peserta didik berperan sebagai subjek atau sebagaianak didik. Peran guru
dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator[3]
bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. salah satu pendekatan yang dikembangkan
melalui teori humanisme ini adalah pendekatan Quantum Learning[4].
Pendekatan pembelajaran ini dalam pelaksanaannya dinilai terdapat unsur
humanisme nya. Yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi[5]
kemampuan, bakat, dan potensinya dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru hanya
berperan sebagai fasilitator.
Berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar siswa:
a.
Partisipasi.
Dalam dunia pendidikan, partisipasi mampu menghidupkan suasana yang
interaktif. Dua belah pihak, guru dan siswa, perlu saling peduli, saling
sharing, melakukan negosiasi, dan sama-sama bertanggung jawab atas proses dan output pendidikan[6].
Hal ini penting agar di akhir tahun, ketika terjadi kegagalan studi, maka tidak
terjadi saling tuding antara para pihak yang memiliki kepedulian terhadap dunia
pendidikan (guru, siswa, orangtua siswa, ahli kurikulum, dan masyarakat luas).
b.
Integrasi.
Di sini,
perlu ditekankan interaksi[7],
interpenetrasi[8],
serta integrasi pemikiran[9],
perasaan dan tindakan. Membangun manusia yang seutuhnya berarti membangun
manusia yang konsisten dalam ketiga hal tersebut.
c.
Keterkaitan.
Bahwa materi yang diajarkan perlu
memiliki hubungan yang erat dengan kebutuhan hidup dasar peserta didik serta
berpengaruh nyata untuk mereka, baik secara emosional maupun secara
intelektual.
d.
Transparansi dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
Para siswa pun berhak mengetahui
bahwa pada akhir pelajaran, mereka harus memahami hal-hal tertentu yang mampu
meningkatkan pengetahuan mereka. Dari sini, semakin nyata bahwa siswa perlu
tahu ke mana mereka diarahkan dalam sebuah pelajaran. Banyak guru kurang
menekankan bagian ini, dan langsung masuk ke "inti" pembahasan,
padahal hal ikhwal menjelaskan tujuan adalah termasuk hal "inti"
pula.
e. Terakhir,
tentu saja tujuan sosial dari pendidikan.
Karena pendidikan adalah sebuah
sarana menyiapkan manusia untuk untuk berkarya dalam masyarakat, maka
pendidikan perlu menekankan penempaan akal dan mental peserta didik, agar mampu
menjadi sosok intelektual yang berbudaya.[10]
Siswa berperan sebagai pelaku utama (stundent center)
yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
dari pada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
a.
Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b.
Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat:
jelas, jujur dan positif.
c.
Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis[11],
memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
e. Siswa
didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
f.
Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas
segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g.
Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h.
Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan
aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.[12]
Tendensi pemikiran edukatif Dewey[13] dalam
kaitan ini lebih mengarah pada sosio-antroposentris.Artinya,
humanisme itu
merupakan refleksi timbal balik antara kepentingan individu dengan masyarakat.
Karenanya pendidikan harus diselenggarakan dengan memusatkan perhatian pada
keduanya. Kemudian, mengingat masyarakat itu selalu berkembang dan berubah,
nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk bagi individu juga pengalami
perkembangan dan perubahan. Bila nilai-nilai, tendensi dan implus tadi
dipandang baik oleh masyarakat, maka nilai-nilai, tendensi dan inplus tadi di
pandang sebagai sifat-sifat manusia yang baik pula.
Sehubungan dengan itu Dewey mengatakan bahwa setiap tendens dan implus Yang ada
pada manusia tidaklah mempunyai suatu arti apa-apa, jadi tiadalah berakibat
baik ataupun buruk terhadap masyarakat. Tendens[14] dan implus[15] ini baru mempunyai arti bila ia memberikan akibat didalam keadaan tertentu;
ia hanya dapat memberikan akibat itu bila ia dipengaruhi ataupun dipaksakan
oleh faktor-faktor luar, yaitu factor-faktor dari kebudayaan. Bila akibat
ini adalah sesuatu hasil perbanyakan antara tendens
tadi dengan factor-faktor luar, dianggap baik oleh masyarakat, maka tendens tadi
orang berpandang sebagai sifat-sifat manusia yang baik. Bila akibat itu
dianggap merugikan masyarakat, maka tendens
tadi pun dianggap sebagai suatu sifat manusia yang buruk. Jadi ukuran baik dan
buruk, sebagaimana dapat disimpulkan setelah mencermati ungkapan di atas,
adalah hasil perbuatan manusia dan masyarakat. Jelas hal ini mengacu pada sosio-antroposentris[16].
Meskipun demikian,
diakuinya bahwa disamping sifat-sifat manusia itu mengalami perubahan ada
beberapa factor dimana sifat manusia itu tetap tidak berubah. Tetapi karena
akbiat-akibat yang ditibulkannya dibawah pengaruh-pengaruh dan tekanan-tekanan
elemen kebudayaan kemudian juga mengaruh kembali setiap elemen-elemen dari
sifat manusia itu, maka bentuk susunannya juga senantiasa berubah-ubah.
Dengan singkat Dewey
menjawab pertanyaan: “Does human nature
change? (Apakah watak/karakter manusia itu mengalami perubahan?)”,
tegasnya: “I think the proper answer is that human nature does
change”. Menurutnya, jawaban yang tepat atas pertanyaan tersebut adalah
bahwa watak/karakter manusia itu mengalami perubahan. Sebaliknya, menanggapi
teori yang menyatakan bahwa karakter manusia itu tidak mengalami perkembangan
dan perubahan. Dewey berkomentar bahwa teori yang menyatakan karakter manusia
itu tidak dapat berubah merupakan teori yang amat berlebihan dalam memberikan
tekanan pada manusia dan merupakan doktrin yang bersifat pesimis (terhadap
perkembangan manusia). Jika teori ini dilaksanakan, secara logis berarti
merupakan doktrin takdir manusia telah ditentukan sejak lahir, sebagaimana hal
ini dipahami oleh kebanyakan ajaran ketuhanan yang kaku. Menurut doktrin
tersebut, manusia adalah sebagaimana yang dimilikinya sejak lahir. Tak ada
suatu apapun yang mampu mengubahnya. Tanpa melakukan sejenis latihan pun,
seorang akrobatis mampu memperoleh system otot yang pada awalnya telah dia
miliki.
B.IMPLIKASI TEORI BELAJAR
HUMANISME
Dalam
konteks pendidikan, pendekatan humanisme dewasa ini semakin banyak digagas oleh
beberapa pakar sebagai pendidikan alternatif. Maraknya praktik-praktik
dehumanisasi[17]
dalam pendidikan menjadikan pendekatan humanisme ini banyak diadopsi kedalam
dunia pendidikan, baik secara paradigma maupun aplikasinya. Pendidikan saat ini
tidak lagi menganggap peserta didik sebagai objek, akan tetapi sebaliknya.
Pelaksanaan pendidikan sudah saatnyalah memfokuskan pada optimalisasi potensi
yang dimiliki peserta didik.[18]
Guru dalam
konteks pendidikan humanistik diposisikan sebagai fasilitator bagi peserta
didiknya. Peran guru dalam proses pembelajaran bukan lagi sebagai orang
yangtahu segalanya tanpa melihat keseragaman potensi dan bakat yang sebenarnya
dimiliki oleh peserta didik. Inilah yang menjadi ciri dari pendidikan
humanistik, memandang manusia dengan positif sebagai satu kesatuan untuh yang
punya potensi besar untuk dapat dikembangkan.
Peran guru sebagai fasiliator
adalah:
1. Memberi
perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman
kelas
2. Membantu
untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan
juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3 Mempercayai
adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang
bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
4. Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber
untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
5. Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel
untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca
penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan
turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang
lain.
8. Mengambil
prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Harus
tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang
dalam dan kuat selama belajar
10. Dalam
berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali
dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
C. TOKOH-TOKOH
HUMANISME
Ada beberapa tokoh yang
menonjol dalam aliran humanisme seperti: Combs, Maslow dan Rogers;
a.
Combs
Combs dan kawan-kawan
menyatakan apabila kita ingin mengubah prilaku seseorang, kita harus berusaha
mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, prilaku yang membedakan seseorang
dari yang lain. Combs dan kawan-kawan selanjutnya mengatakan bahwa prilaku
buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari tidak kemauan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Combs berpendapat bahwa banyak
guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajaran (subject matter-nya) disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di
individulah yang memberikan arti tadi pada subject materi itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya
membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject materi itu. Dan bagaimana siswa itu menghubungkan subject
materi itu dengan kehidupannya.
Sebagai contoh, guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai
atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau
sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk
itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2)
adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Adapun dalam pembahasan lain Combs menjelaskan
bagaimana persepsi ahli-ahli psikologi dalam memandang tingkah laku. Untuk
mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini
dilihat dari sudut pandangnya. pernyataan ini adalah salah satu dari pandangan
humanistik mengenai perasaan,persepsi, kepercayaan,dan tujuan tingkah laku dari
dalam (inner) yang membuat orang berbeda dari orang lain. Untuk mengerti orang
lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang ia lihat, dan untuk
menentukan bagaimana orang berpikir,merasa tentang dia atau tentang dunianya.
Ahli psikologi menyatakan bahwa untuk mengubah tingkah
laku seseorang harus mengubah persepsi individu. Combs menyatakan bahwa tingkah
laku menyimpang adalah “ akibat yang tidak ingin dilakukan, tapi dia tau bahwa
dia harus melakukan”.
b.
Maslow
Teori Maslow didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri
kita ada dua hal:
1.
Suatu usaha yang
positif untuk berkembang
2.
Kekuatan untuk
melawan atau menolak perkembangan itu.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah kebutuhan, keunikan diri,
kearah berfungsinya kemampuan, kearah kepercayaan diri menghadapi dunia luar
dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki kebutuhan
yang dimulai dari Kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan
tertinggi yakni kebutuhan estetis. Diantaranya:
1.
Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut sekali
untuk dipuaskan.
2.
Kebutuhan keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar
dari bahaya dan bencana.
3.
Kebutuhan untuk memiliki
dan cinta kasih, seperti dorongan
untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok,
dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang
berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan
prestasi sebagai pengganti cinta kasih.
4.
Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan
dipercaya oleh orang lain.Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua
kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan
kepada terpenuhinya
5.
Kebutuhan aktualisasi
diri, yaitu mengoptimalkan kemampuan diri untuk mencapai
suatu tujuan yang diinginkan. Untuk mengembangkan potensi atau bakat dan
kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah
sama pada setiap orang.
6.
Kebutuhan untuk tahu
dan mengerti, yakni dorongan
untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.
7.
Kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan
keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Maslow membedakan antara empat kebutuhan yang pertama
dengan tiga kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama disebutnya
kebutuhan yang timbul karena kekurangan, dan pemenuhan kebutuhan ini pada
umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan ketiga kebutuhan yang lain
dinamakan growth need (kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih
bergantung pada manusia itu sendiri. Adapun dalam teori Maslow mengenai proses
belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan
kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa
anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak
bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami
barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah
kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau
tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau
ada masalah pribadi atau keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan
lain-lain.
c.
Rogers
Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi
humanistik yang mempunyai ide-ide yang mempengaruhi pendidikan dan penerapanya.
Melalui bukunya yang sangat populer Freedoom to Learn and Freedom To Learn For
The 80’s, dia menganjurkan pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat
belajar dan mengajar lebih manusiawi, lebih personal dan berarti. Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip
belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang
berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar
untuk perubahan.
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manusia itu mempunyai kemampuan
belajar secara alami.
2. Belajar yang signifikan terjadi
apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud –
maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan
didalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung
untuk ditolaknya.
4. Tugas tugas belajar yang
mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-
ancaman dari luar semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap diri
siswa rendah,pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda
dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna diperoleh
siswa dengan melakukannya.
7. Belajar diperlancar bilamana
siswa melibatkan dalam proses belajar dan ikut tanggung jawab terhadap proses
belajar itu.
8. Belajar atas inisiatif sendiri
yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya baik perasaan maupun intelek,merupakan
cara yang memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri
sendiri,kemerdekaan,kreativitas,lebih mudah dicapai terutama jika siswa
dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan penilaian dari
orang lain merupakan cara ke dua yang penting.
10. Belajar yang paling berguna
secara sosial didalam dunia
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
teori humanisme adalah peserta didik sebagai subjek didik dan Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan
guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa
untuk memperoleh tujuan pembelajaran.Jika ditinjau dari sisi pedagogis, manusia merupakan mahluk
pembelajar, dan pada hakikatnya manusia juga mahluk yang dapat mendidik dan
dididik. Atas dasar potensi pedagogis
yang dimiliki oleh manusia inilah pendidikan selayaknya diarahkan pada proses
pemanusiaan manusia, agar pendidikan dilakukan dengan bermakna. Praktik
pendidikan yang humanis pun akan memberikan kesempatan kepada anak didik
berkembang sesuai dengan bakat dan potensi yang mereka miliki.
salah satu pendekatan yang dikembangkan melalui teori
humanisme ini adalah pendekatan Quantum Learning. Pendekatan
pembelajaran ini dalam pelaksanaannya dinilai terdapat unsur humanisme nya.
Yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan, bakat,
dan potensinya dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai
fasilitator.
Dalam penerapannya pada pembekajaran teori humanisme
mempunyai bentuk pembelajaran yaitu:
a.
Pendidikan Terbuka
b.
Belajar Kooperatif
c.
Pembelajaran Mandiri
d.
Belajar yang Terpusat pada Siswa
DAFTAR PUSTAKA
Asri Budiningsih, 2002. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta .PT Rineka Cipta
Dakir. (1993). Dasar –dasar
psikologi.Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Roberts, T. B., 1975. Four Psychologies Applied to
Education : Freudian, Behavioral, Humanistic, Transpersonal. New York:
Schenkman Pub. Co.
Seels,
Barbara& Richey, Rita C..(2005). Instructional Technology, the
Definition and Domain of the Field, Washington: AECT.
[1]Budiningsih,
2005:7.
Mengaktualisasikan
:ketepatan
seseorang di dalam menempatkan dirinya sesuai dengan kemampuan yg ada di dalam dirinya.
Demokratis :
semuanya
berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan
yang dikeluarkan
[3] Fasilitator adalah
seseorang yang membantu sekelompok orang memahami tujuan bersama mereka dan
membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil
posisi tertentu dalam diskusi
[4] “Quantum
Learning adalah
kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yan1g dapat mempertajam
pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan
dan bermanfaat” (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011:16 ).
[5] Eksplorasi, disebut juga penjelajahan atau pencarian,
adalah tindakan mencari atau melakukan penjelajahan dengan tujuan menemukan
sesuatu
[6] Output
pendidikan adalah
kinerja sekolah. Sedangkan kinerja sekolah itu sendiri adalah prestasi sekolah
yang dihasilkan dari proses atau perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur
dari kualitasnya, efektivitasnya, produktifitasnya, efesiensinya, inovasinya,
kualitas
[8] pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis thd
sesuatu; tafsiran;
[9] Integrasi merupakan upaya mempertemukan antara
ilmu-ilmu agama (islam) dan ilmu-ilmu umum (sains-teknologi dan
sosial-humaniora).
[10]Asri Budiningsih, 2002. Belajar
dan Pembelajaran. Hlm. 5
[11] Berpikir kritis adalah usaha yang
sengaja dilakukan secara aktif, sistematis dan mengikuti prinsip logika serta
mempertimbangkan berbagai sudut pandang untuk mengerti dan mengevaluasi suatu
informasi dengan tujuan apakah informasi itu diterima, ditolak atau
ditangguhkan penilainnya (TAKWIL.1997)
[12] Slavin, R.E., 1991. Educational Psychology.
[13]
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf,
Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan.
Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah
menyelesaikan studinya diBaltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kemudian dalam bidang pendidikan
pada beberapa universitas. Sepanjang
kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan lebih dari 700-an artikel. Dewey meninggal dunia pada tahun 1952
Menurut Dewey, tugas filsafat adalah
memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata dalam kehidupan. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh
tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisik belaka. Filsafat harus berpijak pada
pengalaman, dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara
kritis.Dengan demikian, filsafat dapat menyusun suatu sistem nilai atau norma. Dewey juga dianggap oleh aliran fungsionalisme sebagai seorang pemikir bergaya
praktis dan pragmatis, sehingga, di dalam ilmu pendidikan ia menganjurkan teori dan metode learning by doing.
[14]
kecenderungan;
kecondongan (pd suatu hal)
[15] rangsangan atau gerak hati yg timbul dng tiba-tiba untuk
melakukan sesuatu tanpa pertimbangan; dorongan hati
[16] Antroposentrisme adalah konsep utama di
bidang etika lingkungan dan filsafat lingkungan, karena sering dianggap sebagai akar masalah yang
tercipta akibat interaksi manusia dengan lingkungan. Meski begitu,
antroposentrisme tertanam kuat dalam berbagai budaya manusia modern dan
tindakan-tindakan sadarnya.
[17]
DEHUMANISASI merupakan suatu proses yang
menjadikan manusia tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia,melainkan
hanya bisa menirukan atau melaksanakan sesuatu yang di ukur dengan apa yang di
milikinya dalam bentuk tertentu.
No comments:
Post a Comment