MAKALAH
Teologi Ilmu Kalam
DISUSUN
O
L
E
H
Resti Putri
Utami 1411100273
Ganda Rusman
Maulana 1411100197
Linda Diana 1411100212
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN
RADEN INTAN LAMPUNG
PRODI
PGMI
2014/2015
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucap puji
syukur ke hadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah Ilmu Kalam
ini dengan baik. Makalah ini dibuat agar menambah sedikit pengetahuan
kita mengenai pengetahuan tentang Teologi Ilmu Kalam, sehingga kita dapat
memahami dan mengenal apa sebenarnya Teologi Ilmu Kalam ini, secara mendalam
dan terperinci.
Sebelum kita melangkah
lebih jauh, diperlukan suatu pemahaman khusus mengenai hal-hal mendasar yang
ada pada Teologi Ilmu Kalam. Untuk itu, penyusunan makalah ini, diharapkan
dapat bermanfaat bagi kita semua termasuk penulis.
Penulisan makalah ini
dapat terselenggara berkat sumber-sumber referensi yang sangat membantu
mengenai Teologi Ilmu Kalam dan untuk
itu penulis mengucapakan terimakasih atas bantuan materi-materinya yang sangat
bermanfaat.
Saya mohon maaf jika makalah ini banyak
kekurangan maka dari itu saya mengharapkan agar para pembaca makalah ini dapat
memberikan saran serta kritiknya untuk perbaikan yang semestinya.
Bandar
Lampung, 6 Oktober 2014
PENULIS
DAFTAR
ISI
COVER..................................................................................................................................
i
DAFTAR
ISI..........................................................................................................................ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATARBELAKANG...............................................................................................1
B.
RUMUS
MASALAH................................................................................................2
C.
TUJUAN....................................................................................................................2
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PEGERTIAN
TEOLOGI ILMU KALAM.............................................................3
B.
TOKOH DAN AJARAN ALIRAN-ALIRAN DALAM TEOLOGI ILMU KALAM......................................................................................................................5
C. TEOLOGI-TEOLOGI ILMU KALAM DAN TUGASNYA DALAM
ANALISISI KEHIDUPAN.......................................................................................9
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN.....................................................................................................................24
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Teologi Islam
merupakan ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Teologi
dalam Islam disebut juga ‘ilm al-tauhid. Kata
tauhid mengandung arti satu atau Esa dan ke-Esaan dalam pandangan Islam,
sebagai agama monoteisme, merupakan sifat terpenting di antara segala
sifat-sifat Tuhan. Selanjutnya teologi Islam disebut juga ‘ilm al-kalam. Kalam adalah kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam ialah sabda Tuhan maka
teologidalam Islam disebut ‘ilm kalam, karena
soal kalam, sabda Tuhan atau
Al-Qur’an pernah menimbulkan pertentangan-pertentangan keras di kalangan umat
Islam di abad IX dan X Masehi, sehingga timbul penganiayaan dan
pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim di waktu itu (Nasution. 2008: ix).
Secara historis, umat Islam telah
terbagi-bagi menjadi sejumlah aliran teologi. Aliran-aliran teologi ini muncul
ketika Nabi Muhammad SAW telah wafat. Jadi, aliran ini belum muncul ke
permukaan pada priode kenabian, kendati pun benih-benihnya mulai tampak secara
samar-samar. Perpecahan ini tidak terjadi pada priode kenabian karena ketika
itu Nabi Muhammad berfungsi sebagai hakim atau pemutus segala perkara.
Sehingga ketika sebuah permasalahan baik permasalahan teologi maupun hukum,
maka umat Islam dapat menanyakan langsung kepada nabi, dan jawaban atas
pertanyaan itu pun segera diperoleh dan diyakini.
Dalam konteks teologis, sebenarnya
Nabi Muhammad SAW telah menanamkan aqidah Islam yang kuat kepada umat Islam.
Menurut hemat Penulis, sungguh keliru jika sejumlah pemikir menganggap bahwa
permasalahan teologis baru muncul pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW, terutama
pasca perang Shiffin ketika Muawiyah bin Abi Sofyan memberontak kepada khalifah
‘Ali bin Abi Thalib. Sebab sebenarnya pelbagai permasalahan telah muncul pada
priode kenabian. Hanya saja, bagaimana format baku teologi yang diajarkan Nabi
Muhammad kepada umatnya itu jarang dikemukakan. Selama ini, para penulis
sejarah Kalam hanya menuliskan pandangan-pandangan teologis dari berbagai
aliran kalam dalam Islam.
Ketika Nabi Muhammad SAW mengajarkan
aqidah Islam kepada umatnya, maka Nabi Muhammad SAW akan memperhatikan tingkat
kemampuan intelektual para ‘muridnya’. Nabi Muhammad SAW akan mengajarkan
teologi Islam secara sangat sederhana kepada sebagian sahabat yang memiliki
intelektual rendah. Sementara itu, tidak tertutup kemungkinan jika Nabi
Muhammad SAW mengajarkan teologi Islam melalui pendekatan filosofis dan
intuitif kepada sebagian sahabat yang memang memiliki kapasitas intelektual
yang tinggi. Hal ini sangat jelas karena ketika Nabi Muhammad SAW hendak
menyampaikan risalah, maka terlebih dahulu beliau akan melihat tingkat
kemampuan akal para audiensnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, kami membuat
makalah ini dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pemikiran-pemikiran
teologi Ilmu kalam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Siapa saja
tokoh-tokoh pencipta dan penyetus pemikiran teologi Ilmu kalam ?
2. Apa tugas
dari tokoh-tokoh tersebut ?
3. Bagaimana menerangkan
kekehidupan ?
C. TUJUAN
1. mengetahui Siapa saja
tokoh-tokoh pencipta dan penyetus pemikiran teologi Ilmu kalam ?
2. mengetahui Apa tugas
dari tokoh-tokoh tersebut ?
3. mengetahui Bagaimana menerangkan
kekehidupan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
TEOLOGI ILMU KALAM
Istilah teologi, dalam bahasa Yunani
adalah "theologia". Istilah yang berasal dari gabungan dua
kata "theos, Allah" dan "logos, logika". Arti
dasarnya adalah suatu catatan atau wacana tentang, para dewa atau Allah. Bagi
beberapa orang Yunani, syair-syair seperti karya Homer dan Hesiod disebut
"theologoi". Syair mereka yang menceritakan tentang para dewa yang
dikategorikan oleh para penulis aliran Stoa (Stoic) ke dalam
"teologi mistis". Aliran pemikiran Stois yang didirikan oleh Zeno
(kira-kira 335-263 sM.) memiliki pandangan "teologi natural atau
rasional", yang disebut oleh Aristoteles, dengan istilah "filsafat
teologi", sebutan yang merujuk kepada filsafat teologi secara umum atau
metafisika.
Teologi dalam islam disebut juga
‘ilm al-tauhid. Kata Tauhid mengandung arti satu atau esa dan keesaan dalam
pandangan islam, sebagai agama monteisme, merupakan sifat yang terpenting di
antara sifat-sifat Tuhan. Selanjutnya Teologi Islam disebut juga ‘ilm
al-kalam’. Kalam adalah kata-kata. Teologi Islam yang di ajarkan di Indonesia
umumnya, adalah Teologi dalam bentuk Ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid biasanya member
pembahasan sepihak dan tidak mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran
atau golongan-golongan lain yang ada dalam Teologi Islam.
Teologi berasal dari kata “ology”
dan “theos” dan dijadikan Bahasa Indonesia maka menjadi teologi. “ology”
berakar dari kata Greek yang kemudian menjadi “logos” berarti “percakapan”,
“pengkajian” dan “penelitian”. Tujuan yang terpenting penelitian adalah logos
itu sendiri dari pada benda-benda yang menjadi subjeknya. Sedangkan theos dalam
bahasa greek berarti “Tuhan” dan atau sesuatu yang berkenaan dengan Tuhan. Jadi
Teologi dalam bahasa greek adalah penelitian secara rasional segala sesuatu
yang berkenaan dengan ke-Tuhanan. Jadi, Teologi merupakan salah satu cabang
filsafat yang mempelajari pengetahuan tentang hakekat Tuhan serta
keberadaan-Nya.
Oleh sebab itu berbicara tentang teologi, maka dengan
sendirinya kita membicarakan tentang Tuhan yang dari dahulu sampai sekarang
selalu aktual untuk dibicarakan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memerlukan
Tuhan dalam menjawab dan memaknai segala aspek kehidupannya, terutama sekali
yang berhubungan dengan moral dan imu pengetahuan.
Jan Hendrik
Rapar mengungkapkan bahwa, “teologi
merupakan salah satu cabang filsafat dan mencari hakekat, makna, dan eksistensi
Tuhannya, oleh karena itu pembicaraan tentang Tuhan menjadi tetap aktual setiap
waktu yang tak lesu.” Menurut Juhaya
S. Praja bahwa sejarah teologi
terbagi tiga periode.
Berdasarkan tiga orde periodesasi sejarah perkembangan
ilmu teologi ini, meliputi tiga unsur pokok : Tuhan, manusia, dan alam. Dimana
ketiga komponen ini saling keterkaitan tidak bisa dipisahkan walaupun memiliki
unsur-unsur yang berbeda.
1. Periode Pertama
Pada periode ini para ahli teologi hanya menggambarkan
hakekat ketiga unsur diatas (Tuhan,
manusia, dan alam) apa adanya.
a.
Tuhan
Pengenalan manusia dengan Tuhan melalui berbagai cara,
ada yang langsung bertemu dengan Tuhannya dan ada yang melalui penggambaran
batin. Maka dalam penggambaran dan pertemuan tersebut, manusia mengenal
Tuhannya melalui dualisme teologi : monotheisme dan polytheisme. Monotheisme
adalah paham bahwa Tuhan itu satu, Polytheisme adalah paham bahwa Tuhan itu
banyak.
b.
Manusia
Kajian ilmu tentang manusia disebut antropologi, yang
berasal dari Yunani berarti orang, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi
antropologi adalah kajian membahas tentang manusia serta hal-hal yang berkaitan
dengannya. Oleh sebab itu kajian tentang hakekat manusia itu sendiri ternyata
dari dahulu sampai sekarang belum habis-habisnya untuk di bahas.ini menunjukan
bahwa manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang misterius.
c.
Alam
Ilmu tentang alam dikenal kosmologi yang membahas
tentang hakekat alam semesta serta menyikap tentang ekstensinya yang
tersembunyi dibalik bentuk fisiknya.sesuatu yang berkaitan dengan eksistensi
alam, asalnya, tujuannya dan bagaimana ia terjadi dan berevolusi. Kehadiran
alam semesta didunia ini memberikan inspirasi bagi manusia itu sendiri tentang
hakekat kebenaran Tuhannya.
2. Periode Kedua
Pada periode ini Teologi berupa mencari jawaban atas
orientasi dalam kehidupan, bagaimana manusia menghadapi kebutuhan dalam
menghadapi kehidupan.
3. Periode Ketiga
Periode ini mendirikan bangunan yang dibuat dengan
hati-hati dalam upaya melayani kebutuhan manusia kontemporer.
Kami
akan mengemukakan tentang mazhab yang
berhubungan dengan ilmu agama dengan maksud sekedar mengetahui perkembangan
aliran-aliran tersebut.
Adapun aliran yang berhubungan dengan masalah Fiqiyah banyak dikeahui yaitu , Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Hanafi, Imam Maliki dan lain-lain.Untuk aliran yang berhubungan dengan masalah aqidah atau keyakinan antara lain, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturudiniyah, Salafiyah, Jabariah, Murjiah, Qdariyah, Mujassimah, Syiah dan Wahabiyah.
Adapun aliran yang berhubungan dengan masalah Fiqiyah banyak dikeahui yaitu , Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Hanafi, Imam Maliki dan lain-lain.Untuk aliran yang berhubungan dengan masalah aqidah atau keyakinan antara lain, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturudiniyah, Salafiyah, Jabariah, Murjiah, Qdariyah, Mujassimah, Syiah dan Wahabiyah.
Mu’tazilah
Tokoh-tokoh mu’tazilah
|
Ajaran-Ajaran
Mu’tazilah
|
a.
Wasil Ibn Atha
b. Abul Huzail al Allaf c. An-Nazzam d. Al-Jubaie |
a.
At-Tauhid (ke-Esaan Tuhan )
b. Al-Adlu ( keadialan Tuhan ) c. Al Wa’du (janji dan ancaman Tuhan ) d. Al Manzilu baina manzilataini ( tempat diantara dua tempat) e. Amar ma’ruf dan Nahi munkar |
.
Khawarij
Tokoh-tokoh Khawarij |
Ajaran-ajaran
Khawarij :
|
a.
Abdullah ibn Wahab ar Rasyidi
b. Urwah ibn Huair c. Mustarid ibn Saad d. Hausarah al Asadi e. Quraib ibn Marwah f. Naïf ibn Azzaq g. Abdullah in Basyir h. Zubair ibn Ali i. Qathari ibn Fujaah j. Abdurrabih k. Abdul Karim ibn Ajrad l. Ziad ibn Asfar m. Abdullah ibn Ibad |
a.
Orang yang berbuat dosa besar adalah kafir
b. Orang yang terlibat dalam perang Jamal dan pelaku tahkim termasuk yang membenarkan dihukum kafir. c. Khalifah dipilih langsung oleh rakyat |
Murjiah
Tokoh-tokoh Murjiah |
Ajaran
Murjiah
|
a.
Hasan ibn Bilal al Muzni
b. Abu Salat as-Sammam c. Dirar ibn Umar |
a.
Iman hanya pengakuan dalam hati
b. Orang yang berbuat dosa besar tidak dihukum kafir, tapi masih mu’min selama ia mengakui kalimah syahadat. c. Hokum segala perbuatan manusia, ditangguhkan hingga sampai hari akhir krelak |
Qadariyah
Tokoh-tokoh Qadariyah |
Ajaran-ajaran
Qadariyah
|
a.
Ma’bad Al Juhani
b. Ghailan Dimasyqi c. Abdurrahman al Asy’ats |
a.
Manusia mempunyai kemampuan untuk bertindak (qudrat) dan kemampuan untuk
memilih (iradah), karena itulah manusia yang menentukan berbuat kebaikan atau
keburukan.
b. Manusia mempertanggung jawabkansendiri perbuatannya diakherat |
Jabariyah
Tokoh-tokoh Jabariyah |
Ajaran-ajaran
Jabariyah
|
a.
Jaham ibn Shafwan
b. Al Harits ibn Suraij c. Husain ibn Najjar d. Dhirar ibn Amru e. Hafaz Al Fardi |
a.
Manusia tidak punya kemampuan untuk berbuat (qudrat)
b. Manusia tidak mempunyai kemampuan untuk memilih (iradah) c. Semua gerak dan perilaku manusia ditentukan Tuhan dan dipertanggungjawabkan diakhirat d. Manusia mempunyai bagian dalam hidupnya ibarat wayang |
Ahlus
Sunnah Waljamaah
Tokoh-tokoh Ahlussunnah Waljamaah |
Ajaran-ajaran Ahlus Sunnah Waljamaah
|
a.
Abul Hasan Ali Ai Asy’ari
b. Al Baqilani c. Al Juwaini
d.
Al Gazali
|
a.
Iman tasdiq didalam hati diikuti dengan perkataan dan perbuatan
b. Qadla dan Qadar manusia diberikan kemampuan berbuat tapi kemampuan berbuat itu tidak terlaksana bila tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT c. Sifat Allah bukan Zat Allah |
Syiah
Tokoh-tokoh Syiah |
Ajaran-ajaran
Syiah
|
a.
Abdullah bin Saba’ Al-Himyari
b. Nashr bin Muzahim c. Ahmad bin Muhammad bin Isa AL-Asy’ari d. Ahmad bin Abi Abdillah AL-Barqi e. Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi f. Muhammad bin Hasan bin Furukh Ash-Shaffar g. Muhammad bin Mas’ud AL-‘Ayasyi As-Samarqandi |
a.
Hak kekhalifahan sesudah Rasulullah adalah Ali ibn Abi Thalib
b. Khalifah istilahnya adalah Imam yang harus ditunjuk oleh Nabi c. Imam adalah ma’shum tidak dapat diganggu/dikritik |
Wahabiyah
Tokoh-tokoh Wahabiyah |
Ajaran-ajaran
Wahabiyah
|
a.
Muhammad ibn Abdul Wahab
b. Ibnu Taimiyah c. Abdul Aziz ibn Abdurrahman |
a.
Tauhid Rububiyah, yaitu pengakuan bahwa Allah satu-satunya yang menciptakan,
memelihara, member rejeki, pengatur, menghidupkan dan mematikan
b. Tauhid asma was Shifat, yaitu iman terhadap nama-nama dan sifat Allah sebagaimana yang tercantum dalam Al-qur’an tanpa tamsil, tasbih dan ta’wil c. Tauhid Ibadah, yaitu segala macam bentuk amal dan ibadah hanya semata untuk berbakti kepada Allah swt. |
Setelah
golongan-golongan di atas memudar, maka munculah pemikiran-pemikiran teologi
Islam yang kontomporer dari tokoh-tokoh pembaharu, seperti :
a.
Syekh Muhammad Abduh (1849 M-1905 M)
b.
Sayyid Ahmad Khan (1817 M-1878 M)
c.
Muhammad Iqbal
(1873 M-1878 M).
d.
Ismail Faruqi (L. 1921 M)
e.
Hasan Hanafi (L. 1935 M)
f.
H.M. Rasyidi (L. ), dan
g.
Harun Nasution (L. 1919 M).
C.
TEOLOGI-TEOLOGI
ILMU KALAM DAN TUGASNYA DALAM ANALISISI KEHIDUPAN
Dibawah ini adalah tokoh-tokoh teologi ilmu kalam :
1. SYEKH
MUHAMMAD ABDUH
Syekh Muhammad Abduh sebenarnya
bernama asli Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Beliau lahir di desa
Mahallat Nashr kabupaten Al-Buhairah di Mesir, pada tahun 1849 M.
Pemikiran-pemikiran kalam menurut Abduh adalah sebagai berikut:
a) Kedudukan
akal dan fungsi wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran
Abduh,yaitu:
1.
Membebaskan
akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid
yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaiman haknya salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3
Hijrah), sebelum timbulnya perpecahan, yakni memahami langsung dari sumber
pokoknya, yakni Al-Quran.
2.
Memperbaiki
gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor
pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
Dua persoalan pokok itu muncul
ketika ia meratapi perkembangan umat Islam pada masanya. Kondisi umat Islam
saat itu seperti masyarakat yang kaku, beku,menutup rapat-rapat pintu ijtihad,
karena terlalu yakin pada leluhur mereka. Atas dasar kedua fokus pikirannya
tersebut, Abduh memberikan peranan yang sangat besar pada akal seperti Mu’tazilah, bahkan melebihinya.
Menurut Abduh, akal dapat mengetahui hal-hal sebagai
berikut :
1. Tuhan dan
sifat-sifat-Nya
2. Keberadaan
hidup di akhirat
3.
Kebahagiaan
jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat baik,
sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sifat tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat.
4. Kewajiban
manusia mengenal Tuhan
5.
Kewajiban
manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di
akhirat
6. Hukum-hukum
mengenai kewajiban-kewaajiban
Dari hal-hal di atas dapat di ketahui
pula bagaiman pendapat Abduh tentang fungsi wahyu. Menurutnya, wahyu adalah
penolong (al-mu’in). Kata ini
digunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu menolong akal
untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat, mengatur kehidupan
masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya,menyempurnakan
pengetahuan akal tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan mengetahui cara
beribadah serta berterima kasih kepada Tuhan. Dengan demikian, wahyu bagi Abduh
berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan
pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh Abduh memandang bahwa
menggunakan akal merupakan salah satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak di dasarkan pada akal.
Menurutnya, Islam adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan antara
akal dan agama. Men urutnya juga, kepercayaan pada eksistensi Tuhan juga
berdasarkan akal. Wahyu yang dibawa Nabi tidak mungkin bertentangan dengan
akal. Kalau ternyata antara keduanya terdapat pertentangan, menurutnya,
terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasi sehingga diperlukan
interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.
b) Kebebasan
Manusia dan Fatalisme
Bagi Abduh, di samping mempunyai
daya pikir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat
dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari
dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk lain. Manusia dengan akalnya
mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya, kemudian mengambil
keputusan dengan kumauannya sendiri, dan selanjutnya mewujudkan perbuatannya
itu dengan daya yang ada dalam dirinya.
Karena
manusia menurut hukum alam dan sunnatullah
mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan dan daya untuk muwujudkan
kemauan, faham perbuatan yang dipaksakan manusia atau jabariah tidak sejalan dengan pandangan hidup Muhammad Abduh.
Manusia, menurutnya, mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan dalam memilih,
namun tidak memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut orang yang mengatakan
manusia mempunyai kebebasan mutlak sebagai arang yang angkuh.
c) Sifat-
sifat Tuhan
Dalam Risalah, ia menyebut sifat-
sifat Tuhan. Adapum mengenai masalah apakah sifat itu termasuk esensi atau yang
lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar kemampuan manusia.
Sungguhpun demikian, Harun Nasition melihat bahwa Abduh cenderung kepada
pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas
mengatakannya.
d) Kehendak
Mutlak Tuhan
Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan
manusia, Abduh melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi
kehendak mutlak-Nya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia
dalam mewujudkan perbuatan- perbuatannya. Kehendak mutlak Tuhan pun dibatasi
oleh sanatullah yang telah ditetapkannya. Di dalamnya terkandung arti bahwa
Tuhan dengan kemauan-Nya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan sunatullah
yang diciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.
e) Keadilan
Tuhan
Karena
memberi daya besar kepada akal dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai
kecenderungan untuk memahami dan mininjau alam ini bukan hanya dari segi
kehendak mutlak Tuhan, tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan manusia.
Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak
satu pun ciptaan Tuhan tidak membawa manfaat bagi manusia.
f)
Antropomorfisme
Abduh,
yang memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi
dan sifat- sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh makhluk di alam ini.
Kata- kata wajah,tangan, duduk dan sebagainya mesti dipahami sesuai dengan
pengertian yang duberikan orang arab kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata
al-arsy dalam Al-Qiran berarti kerajaan atau kekuasaan , kata al-kursy berarti pengetahuan.
g) Melihat
Tuhan
Muhammad
Abduh menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih (keyakinn bahwa tidak adasatu pun dari makhluk yang
menyerupai Tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan ataupun
dijelaskan dengan kata- kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugrahkan hanya
kepada orang- orang tertentu di akhirat.
h) Perbuatan
Tuhan
Karena
berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk berbuat
apa yang terbaik bagi manusia.
2. MUHAMMAD IQBAL
A. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia berasal dari
keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal
saleh. Guru pertama Iqbal adalah ayahnya sendiri kemudian ia di masukkan ke
sebuah maktab untuk mempelajara Al-Quran. Setelah itu, ia dimasukkan Scottish mission school.bi bawah
bimbingan Mir Hasan, ia di beri ajaran agama, bahasa arab,dan bahasa persia.
Setelah menyelesaikan di Sialkot, ia pergi ke Lahore India untuk melanjutkan belajarnya di Government College.
B. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih
terkenal sebagai seorang filosof eksistensialis. Kemunduran umat islam, katanya, disebabkan
kebekuan umat islam dalam pemikiran dan ditutupnya pintu ijtihad. Hal inilah yang dianggapnya sebagai penyimpangan dasar semangat
islam. Semangat dinamis dan kreatif. Islam tidak statis, tetapi dapat
disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Islam
dalam pandangan Iqbal menolak konsep lama yang mengatakan bahwa alam bersifat
statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis dan mengakui gerak
perubahan dalam kehidipan sosial manusia. Oleh karena itu, manusia dengan
kemampuan khudi-nya harus mnciptakan perubahan.
Besarnya penghargaan Iqbal terhadap gerak dan
perubahan ini membawa perubahan yang dinamis tentag Al-Quran dan hukum islam.
Tujuan di turunkannya Al-Quran, munurutnya adalah membangkitkan kesadaran
manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan nas- nas Al- Quran yang
masih global dalam realita kehidupan dengan kemampuasn nalar manusia dan
dinamika masyarakat yang selalu berubah. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut
ijtihad yang oleh Iqbal disebutnya sebagai prinsip gerak dalam struktur islam.
a. Hakikat
Teologi
Secara
umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang dimensi keimanan. Pandangan tentang
teologi membuatnya berhasil melihat anomali
(penyimpangan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik. Teologi asy’ariiyah, umpamanya, menggunakan cara
dan pola pikir ortodoksi islam. Mu’tazilah
sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada akal, yang akibatnya mereka tidak
menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran
keagamaan dari pengalamam kongrit merupakan kesalahan besar.
b. Pembuktian
Tuhan
Dalam
membuktikan eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argumen teleologis maupun ontologis.
Ia juga menolak argumen teliologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan
yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, ia menerima
landasan teleologis yang imanen
(tetap ada). Jadi Iqbal telah menafsirkan Tuhan yang imanen bagi alam.
c. Jati Diri
Manusia
Faham
dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Dapat dilihat
konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu
diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup mengetahui kepribadiannnya serta
menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya. Pada hakikatnya menafikan diri
bukanlah ajaran islam karena hakikat hidup adalah bergerak, dan gerak adalah
perbuatan.
d. Dosa
Iqbal
secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Quran menanpilkan
ajaran tentang ego manusia yang
bersifat kreatif.
e. Surga dan
Neraka
Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan
tempat. Gambaran-gambaran tentang keduanya didalam Al-Quran adalah
penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual,yaitu sifatnya.
3. ISMAIL AL-FARUQI
A. Riwayat Singkat Ismail Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa,
Palestina. Pada tahun 1948, Palestina dijarah Israel dan Faruqi seperti warga
Palestina lainnya, terusir dari tanah kelahirannya. Ia tercatat sebagai
gubernur Galilea terakhir yang berdarah Palestina. Pada tahun 1949, Faruqi
hijrah ke AS untuk melanjutkan kuliahnya. Ia mendapat gelar Master Filsafat
dari Universitas Indiana. Dua tahun kemudian, gelar Master Filsafat kembali ia
raih dari Universitas Harvard. Di Harvard inilah pengalaman mengajarinya, yakni
belajar tanpa dukungan financial itu sulit
B. Pemikiran Kalam Al-Faruqi
Pemikiran Al-Faruqi tentang kalam dapat ditelusuri melalui karyanya yang
berjudul Tahwid: Its Implications for Thought and Life (edisi
Indonesianya berjudul Tauhid). Sesuai dengan judulnya, buku ini mengupas
hakikat tauhid secara mendalam. Al-Faruqi menjelaskan hakikat tauhid sebagai
berikut:
a.
Tauhid sebagai inti pengalaman
agama
Inti pengalaman agama, kata Al-Faruqi adalah Tuhan. Kalimat syahadat
menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap
muslim.
b. Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang
dan waktu, sejarah manusia dan takdir.
c. Tauhid sebagai intisari Islam
Dapat dipastikan bahwa esensi peradaban Islam adalah Islam sendiri, dan
esensi Islam adalah tauhid atau penegasan Tuhan. Tidak ada satu perintah pun
dalam Islam yang dapat dilepaskan dari tauhid.
d.
Tauhid sebagai prinsip sejarah
Eskatologi Islam tidak mempunyai sejarah formatif, ia terlahir lengkap dalam Al-Qur’an, dan tidak
mempunyai kaitan dengan situasi para pengikutnya pada masa kelahirannya seperti
halnya dalam agama Yahudi atau Kristen. Ia dipandang sebagai suatu klimaks
moral bagi kehidupan di atas bumi.
e. Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Iman Islam adalah kebenaran yang diberikan kepada pikiran, bukan kepada
perasaan manusia yang mudah mempercayai apa saja. Kebenaran, atau proposisi
iman bukanlah misteri, hal yang sulit dipahami dan tidak dapat diketahui dan
tidak masuk akal, melainkan bersifat kritis dan rasional.
f. Tauhid sebagai prinsip metafisika
Dalam Islam, alam adalah anugerah. Sebagai ciptaan, ia bersifat teleologis,
sempurna dan teratur. Sebagai anugerah, ia merupakan kebaikan yang tak
mengandung dosa yang disediakan untuk manusia. Tujuannya adalah memungkinkan
manusia untuk melakukan kebaikan dan mencapai kebahagiaan. Tiga penilaian ini,
keteraturan, kebertujuan dan kebaikan, menjadi cirri dan meringkas pandangan
umat Islam tentang alam.
g. Tauhid sebagai prinsip etika
Tauhid menegaskan bahwa
Tuhan telah memberi amanat-Nya kepada manusia, suatu amanat yang tidak mampu
dipikul oleh langit dan bumi, amanat yang mereka hindari dengan penuh
ketakutan. Amanat atau kepercayaan Ilahi tersebut berupa pemenuhan unsure etika
dari kehendak Ilahi, yang sifatnya mensyaratkan bahwa ia harus direalisasikan
dengan kemerdekaan, dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu
melaksanakannya. Dalam Islam, etika tidak dapat
dipisahkan dari agama dan bahkan dibangun di atasnya.
h. Tauhid sebagai prinsip tata sosial
Dalam Islam, tidak ada perbedaan antara manusia satu dengan lainnya.
Masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka dan setiap manusia boleh bergabung
dengannya, baik sebagai anggota tetap ataupun sebagai yang dilindungi
(dzimmah).
i. Tauhid sebagai prinsip ummah
Al-Faruqi menjelaskan prinsip
ummah tauhidi dengan 3 identitas, yaitu:
1.
Menentang etnosentrisme. Maksudnya, tata
social Islam adalah universal, mencakup seluruh umat manusia tanpa kecuali.
2.
Universalisme. Maksudnya Islam bersifat universal dalam arti meliputi seluruh manusia.
Cita-cita komunitas universal adalah cita-cita Islam yang diungkapkan dalam ummah
dunia.
3.
Totalisme. Maksudnya, Islam relevan dengan setiap bidang kegiatan hidup manusia.
Totalisme tata sosial Islam tidak hanya menyangkut aktivitas manusia dan
tujuannya di masa mereka saja, tetapi mencaku seluruh aktivitas di setiap masa
dan tempat.
4.
Kemerdekaan. Maksudnya, tata sosial Islam adalah kemerdekaan. Jika dibangun dengan
kekerasan atau memaksa rakyat, Islam akan kehilangan sifatnya yang khas.
j. Tauhid sebagai prinsip keluarga
Al-Faruqi memandang bahwa
selama tetap melestarikan identitas mereka dari gerogotan Komunisme dan
ideologi-ideologi barat, umat Islam akan menjadi masyarakat yangselamat dan
tetap menempati kedudukannya yang terhormat. Keluarga Islam memiliki peluang
lebih besar untuk tetap lestari, sebab ditopang oleh hukum Islam dan
dideterminasi oleh hubungan erat dengan tauhid.
k.
Tauhid sebagai prinsip tata
politik
Al-Faruqi mengaitkan tata
politik tauhidi dengan kekhalifahan. Kekhalifahan didefinisikan sebagai kesepakatan
3 dimensi, yakni:
1.
Kesepakatan wawasan (ijma’ ar-ru’yah),
maksudnya pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk kehendak Ilahi.
2.
Kehendak (ijma’ al-iradah) , kehendak
yang dimaksud Al-Faruqi juga apa yang disebutnya ashabiyyah yang berarti kepedulian kaum muslimin
menanggapi peristiwa-peristiwa dan situasi dengan satu cara yang sama, dalam
kepatuhan yang padu terhadap seruan Tuhan.
3.
Tindakan (ijma’ al-amal).
l. Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
Al-Faruqi melihat bahwa premis
mayor implikasi Islam untuk tata ekonomi melahirkan 2 prinsip utama:
1.
Tak ada seorang atau kelompok pun boleh memeras
yang lain.
2.
Tak satu kelompok pun boleh mengasingkan atau
memisahkan diri dari umat manusia lainnya dengan tujuan untuk membatasi kondisi
ekonomi mereka pada diri mereka sendiri.
m. Tauhid
sebagai prinsip estetika
Tauhid tidak menentang
kreativitas seni, juga tidak menentang kenikmatan dan keindahan. Sebaliknya,
Islam memberkati keindahan. Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada
dalam diri Tuhan dan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam
firman-firman-Nya.
4. HASAN HANAFI
A. Riwayat Singkat Hidup Hasan Hanafi
Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo. Ia berasal dari
keluarga musisi. Semasa di tsanawiyah, ia aktif mengikuti diskusi kelompok Ikhwan
Al-Muslimin. Oleh karena itu, sejak kecil ia telah mengetahui pemikiran
yang dikembangkan kelompok itu dan aktivitas sosialnya.
Dari sekian banyak tulisan Hanafi, Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan
salah satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak revolusi 1952. Meskipun baru
memuat tema-tema pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah
memformulasikan satu kecenderungan pemikirn yang ideal tentang bagaimana
seharusnya sumbangan agama bagi kesejahteran umat manusia.
B. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
a. Kritik terhadap teologi tradisional
Dalam gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradisional, Hanafi
menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual sistem kepercayaan
(teologi) sesuai dengan perubahan konteks politik yang terjadi.
Selanjutnya, Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang
hadir dalam kehampaan kesejahteraan, melainkan merefleksikan konflik-konflik
social politik.
Teologi demikian, bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk
kepada ilmu. Tuhan mengungkapkan diri dalam sabda-Nya yang berupa wahyu. Ilmu
kata adalah tafsir yaitu ilmu hermeneutik yang mempelajari analisis
percakapan (discourse analysis), bukan saja dari segi bentuk-bentuk murni
ucapan, melainkan juga dari segi konteksnya, yakni pengertian yang merujuk
kepada dunia. Adapun wahyu sebagai manifestasi kemauan Tuhan, yakni sabda yang
dikirim kepada manusia mempunyai muatan-muatan kemanusiaan.
Secara praxis, Hanafi juga bahwa teologi tredisional tidak dapat menjadi
sebuah pandangan yang benar-benar hidup dan memberi motivasi tindakan dalam
kehidupan konkret umat manusia. Secara praxis, teologi tradisional gagal
menjadi semacam ideologi yang sungguh-sungguh fungsional bagi kehidupan nyata
masyarakat muslim. Kegagalan para teolog tradisional disebabkan oleh sikap para
penyusun teologi yang tidak tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan
nilai-nilai perbuatan manusia. Akibatnya, muncul keterpecahan antara keimanan
toritik dengan amal praktisnya di kalangan umat.
b. Rekonstruksi teologi
Menurutnya, adalah mungkin untuk memfungsikan teologi menjadu ilmu-ilmu
yang bermanfaat bagi masa kini, yaitu dengan melakukan rekonstruksi dan revisi,
serta membangun kembali epistimologi lama yang rancu dan palsu menuju
epistimologi baru yang sahih dan lebih signifikan. Tujuan rekonstruksi teologi
Hanafi adalah menjadikan teologi tidak sekedar digma-dogma keagamaan yang
kosong, melainkan menjelma sebagai ilmu tentang pejuang sosial, yang menjadikan
keimanan-keimanan tradisional memiliki fungsi secara actual sebagai landasan
etik dan motivasi manusia.
5. H.M. RASYIDI
A. Sekilas tentang H.M. Rasyidi
Dalam konteks pertumbuhan akademik Islam di Indonesia, orang akan sulit
mengesampingkan kehadiran H.M. Rasyidi, lulusan lembaga pendidikan tinggi Islam
di Mesir yang melanjutkan ke Paris, kemudian memperoleh pengalaman mengajar di
Kanada. Lepas dari retorika-retorika anti baratnya, orang tak akan luput
mendapati bahwa hamper keseluruhan konstruksi akademiknya atas dasar
unsur-unsur yang ia dapatkan dari barat. Ia adalah intelektual Indonesia yang
paling banyak memperoleh tidak hanya perkenalan, tetapi juga penyerapan
ramuan-ramuan intelektual dari gudang orientalisme. Dialah yang berpengaruh
dalam usaha mengirimkan para lulusan IAIN atau sarjana lainnya ke Montreal,
sehingga banyak orang yang benar-benar harus berterima kasih kepadanya.
B. Pemikiran Kalam H.M. Rasyidi
Pemikiran kalam Rasyidi dapat ditelusuri dari kritikan-kritikan kepada
Harun Nasution dan Nurcholis Majid. Secara garis besar, pemikiran kalamnya
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu
kalam dengan teologi. Untuk itu Rasyidi mengatakan ada kesan bahwa ilmu kalam
adalahn teologi Islam dan teologi adalah ilmu kalam Kristen. Selanjutnya
Rasyidi menelusuri sejarah teologi. Menurutnya, orang barat memakai istilah
teologi untuk menunjukkan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah
lain.
b. Tema-tema ilmu kalam
Rasyidi berpendapat bahwa menonolkan perbedaan pendapat antara Asy’ariah
dan Mu’tazilah sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para
mahasiswa. Memang tidak ada agama yang mengagungkan akal seperti Islam, tetapi
dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan
wahyu hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat
absolute-universal, berarti meremahkan ayat-ayat al-Qur’an seperti, “Wallahu
ya’lamu wa antum la ta’lamun” (“Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui, sedangkan
kamu tidak mengetahui”)”. (QS. Al-Baqarah/2: 232). Ia menegaskan, pada saat
ini di barat sudah dirasakan bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk.
Buktinya adalah kemunculan eksistensialisme sebagai reaksi terhadap
aliran rasionalisme.
Ia mengakui bahwa masalah-masalah yang pernah dibicarakan pada 12 abad yang
lalu, masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah
tidak relevan.
c. Hakikat iman
Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia
dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan
manusia dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya manusia dengan
Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai. Mungkin hanya 1 dari 1 juta
orang. Jadi, yang lebih penting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan,
ibadah dan kemasyarakatan.
6. HARUN NASUTION
A. Riwayat Hidup Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada hari Selasa, 23 September 1919 di Sumatera.
Ayahnya, Abdul Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab
Jawi. Pendidikan formalnya dimaulai di sekolah Belanda HIS selama 7 tahun,
kemudian ke MIK (Modern Islamietische Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun
1934. Diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar, ia
kuliah juga di Universitas Amerika di Mesir. Kemudian dilanjutkan ke Mc. Gill,
Kanada, pada tahun 1962.
Harun Nasution adalah figure sentral dalam jaringan intelektual yang
terbentuk di kawasan IAIN Ciputat semenjak parih kedua dasawarsa 70-an.
Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan itu banyak ditopang oleh kapasitas
intelektualnya, juga oleh kedudukan formalnya sebagai rektor sekaligus salah
seorang pengajar di IAIN.
B. Pemikiran Kalam Harun Nasution
a. Peranan akal
Besar kecilnya peranan akal dalam sistem teologi suatu aliran sangat
menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam. Ia
menulis demikian, “Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah manusia
mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan makhluk lain sekitarnya. Bertambah
tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan
makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah rendahlah
kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.
b. Pembaharuan teologi
Umat Islam dengan teologi fatalistik, irasional, pre-determinisme serta
penyerahan nasib telah membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan
keterbelakangan. Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat Islam, umat
Islam hendaknya mengubah teologi mereka menuju teologi yang berwatak free-will,
rsional serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya
menemukan teologi dalam khasanah Islam klasik sendiri, yakni teologi Mu’tazilah.
c. Hubungan akal dan wahyu
Hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya
tidak bertentangan. Akal mempumyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an. Akal
tetap tunduk kepada teks wahyu. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan
tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya member interpretasi terhadap teks wahyu
sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi. Jadi, yang
bertentangan dalam Islam sebenarnya adalah pendapat akal ulama tertentu dengan
pendapat akal ulama lain.
Warisan masa lalu merupakan sumber otensitas,
sementara sesuatu yang baru yang lebih baik adalah cermin kreativitas.
Otensitas adalah tanda bahwa apa yang kita upayakan benar-benar otentik, tidak
keluar dari cetak-biru (blue-print) originalitas ajaran Islam. Sementara
kreativitas adalah cermin dinamisme ilmu dan munculnya temuan-temuan baru
melalui serangkaian pengkajian dan penelitian.
Menurut Harun Nasution, ajaran Islam
harus dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Ajaran
Islam yang bersifat dasar dan absolut
Ajaran ini hanya sedikit, yakni 4
hal:
-
Tidak boleh ada dalam pemikiran Islam bahwa Allah tidak ada.
-
Tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran Islam bahwa Al-Qur’an bukan wahyu.
-
Tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran Islam bahwa Muhammad bukan rasul Allah.
-
Tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran Islam bahwa hari akhir tidak ada.
Malaikat menjadi perdebatan orang, takdir dan ikhtiar
juga menjadi masalah dalam sejarah pemikiran Islam. Jadi, jika ada pemikiran
Islam yang menyimpulkan menyimpang dari keempat hal tersebut, maka itu bukan
pemikiran Islam lagi.
2. Ajaran
Islam yang bersifat pengembangan.
Dalam pemikiran teologi Islam
modern, seorang muslim dirangsang untuk berpikir rasional, yakni pemikiran
Islam yang tidak takut pada falsafat, tidak merendahkan kemampuan akal, tidak
sempit dan tidak dogmatis. Meski terkadang terjadi goncangan-goncangan
pemikiran ketika mendiskusikan ilmu kalam, falsafat Islam, tasawuf dan
pembaruan dalam Islam. Ketika mendiskusikan masalah kaitan perbuatan manusia
dengan perbuatan atau penciptaan Tuhan, pada umumnya seorang muslim sudah
memiliki pendirian bahwa paham Jabariah dan lawannya, Qadariah, adalah dua
paham yang salah, dan meyakini adanya paham ketiga, yaitu paham kasab, yang
diyakini benar, yang posisinya berada di tengah Jabariah dan Qadariah.
Diskusi-diskusi tentang ketiga paham
tersebut berujung pada kesimpulan bahwa baik logika paham Jabariah maupun
Qadariyah mudah dimengerti, sedang logika paham Kasab yang merupakan
pertengahan antara Jabariah dan Qadariah itu sulit sulit dimengerti oleh akal.
Paham Kasab seperti yang diajukan oleh sebagian tokoh Ahl Sunnah, bila
dianalisis, sulit dibedakan esensinya dari paham Jabariah yang selama ini
mereka nilai salah, sedang yang diajukan oleh sebagian tokoh Ahl Sunnah yang
lain sulit dibedakan dari paham Qadariah yang juga selama ini mereka nilai
salah. Diskusi mengarah pada kesimpulan bahwa paham tengah antara Jabariah dan
Qadariah itu sebenarnya tidak ada menurut logika akal. Menurut logika, pilihan
untuk umat Islam hanya ada dua, menganut Jabariah atau Kasab Jabari, atau
menganut Qadariah atau Kasab Qadari. Diskusi-diskusi demikian tentu
menggoncangkan (Halim, 2002:69).
Diketahui bahwa kaum Mu’tazilah itu
sangat menghargai kemampuan akal. Bagi Mu’tazilah, seandainya wahyu Tuhan tidak
datang (menurut mereka, mustahil Tuhan tidak menurunkan wahyu), manusia
memiliki potensi akal yang dapat mengaktual sampai ke taraf mampu mengetahui
adanya Tuhan, mengetahui adanya kewajiban bersyukur pada Tuhan, mengetahui baik
atau buruknya suatu perbuatan, dan mengetahui adanya kewajiban aqli untuk
melakukan perbuatan baik dan tidak melakukan perbuatan buruk, sedangkan bagi
aliran Asy’ariah misalnya, potensi akal hanya bisa mengaktual sampai ke taraf
mengakui adanya Tuhan saja, baik dan buruknya perbuatan manusia, ada dan
tidaknya kewajiban untuk bersyukur pada Tuhan, untuk berbuat baik dan untuk
tidak berbuat buruk, tidaklah dapat dikethui akal. Sulit mencari bukti untuk membenarkan anggapan
selama ini bahwa kaum Mu’tazilah itu kurang menghargai wahyu, atau lebih
meninggikan akal dari pada wahyu. Mereka boleh saja disebut kaum rasionalis
dalam Islam atau para teolog muslim yang liberal, dengan catatan bahwa
kerasionalan mereka tidak sampai taraf menyamakan kedudukan akal dengan
kedudukan wahyu, da dengan catatan bahwa
keliberlan mereka bukanlah dari ajaran Al-Qur’an dan hadits yang pasti dari
nabi Muhammad, tapi dari pemahaman pihak lain, atau dari sebagian arti harfiah
nash-nash (al-Qur’an dan hadits). Pembicaraan tentang Mu’tazilah ternyata dapat
menggoncangkan keyakinan yang sudah mengendap selama ini bahwa Mu’tazilah itu
sesat karena lebih mempercayai akal daripada wahyu.
Perbenturan antara rasionalisme dan
kehidupan intuitif untuk menguasai alam pikiran umat Islam, untuk pertama
kalinya terjadi ketika menghadapi berbagai postulat dari filsafat spekulatif
Yunani pada masa-masa pertama sejarah Islam. Berbagai konsekuensi intelektual
dari konflik tersebut sangat menentukan. Tidak hanya berpengaruh pada formulasi
Teologi Islam (Ilmu Kalam) tradisional, tetapi juga memberi warna tetap
terhadap kebudayaan muslim, dan hal itu masih terlihat dalam berbagai konflik
yang timbul pada tahun-tahun belakangan ketika terjadi kontak langsung dengan
pemikiran barat modern.
Para analis pemikiran Islam telah
cukup lama menginventarisasi berbagai tipologi pemikiran Islam kontemporer.
Jika dahulu, pada awal abad ini hanya dikenal dua corak pemikiran Islam yang
populer, yakni pemikiran Islam yang bercorak modernis dan tradisionalis, atau juga sering disebut “kaum tua” dan “kaum
muda”, belakangan tipologi tersebut berkembang. Sayyed Hossein Nasr sebagai
contoh, mengklasifikasikan empat tipologi pemikiran Islam kontemporer, yaitu modernism,
tradisionalism, fundamentalism dan mahdiism.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdillah.2000 .Dinamika Islam Kultural Pemetaan Atas Wacana
Keislaman Kontemporer. Bandung: Mizan
G ibb, H.A.R 1992. Aliran-
Aliran Modern Dalam Islam. Jakarta: rajawali
Halim, A. 2002. Teologi
Islam Rasional, Jakarta: Ciputat Press
Jahja, 1996. Teologi Al-
Ghazali Pendekatan Metodologi, Yogyakarta : Pustaka Belajar Offset
Nasution, Harun. 2008. Teologi
Islam Aliran- Aliran Sejarah Analisa Perbandingan
No comments:
Post a Comment