Konsep, nilai, norma, dan moral dalam pkn
Pendahuluan
A.
Makna
konsep
Konsep adalah suatu pernyataan yang masih bersifat
abstrak/pemikiran untuk
mengelompokkan ide-ide atau peristiwa yang masih dalam angan- angan
seseorang. Dengan kata lain, konsep adalah suatu ide yang menggambarkan hubungan antara dua atau
lebih fakta seperti konsep “kebutuhan
manusia”, yang berkaitan dengan berbagai hal, misalnya pakaian, makanan, keselamatan, pendidikan,
cinta, dan harga diri. Meski belum diimplementasikan, konsep yang bersifat
positif memiliki makna yang baik. Begitu pula sebaliknya, jika konsep tersebut
bersifat negatif maka juga akan memiliki makna negatif pula. Konsep juga dapat
diartikan simbol atau ide yang diciptakan oleh siswa untuk memahami pengalaman
yang terjadi berulang kali.
Istilah konsep dalam bidang ilmu-ilmu sosial dapat dijelaskan
“concept is a general idem, usually expressed by a word, wich represent a class
of group of things or actions-having certain characteristics in common”. Atau
dalam perumusan yang sederhana, konsep dapat dijelaskan sebagai berikut.
“konsep adalah abstraksi dari sejumlah (sekelompok atau semua) benda-benda
(fakta-fakta) yang memiliki ciri-ciri esensial yang sama, yang tidak dibatasi
oleh pengertian ruang dan waktu”. Konsep merupakan abstraksi atau pengertian
abstrak, karena merupakan ide tentang sesuatu (benda, peristiwa, hal-hal) yang
ada dalam pikiran. Ia mengandung pengertian dan penafisiran (bukan berwujud
fakta konkret).
Konsep membantu kita dalam mengadakan perbedaan, penggolongan atau
penggabungan fakta di sekeliling kita. Misalnya, kita mengenal banyak sekali
data perang seperti: perang diponegoro, perang paregreg, perang paderi, perang
aceh, perang puputan, perang sepoy, perang suksesi, perang candu, perang bur,
perang dunia, perang aliansi, dan sebagainya. Istilah perang yang bersifat
umum, tidak terikat oleh ruang dan waktu (ide yang abstrak yang ada dalam
pikiran yang mengandung pengertian, penilaian dan penafsiran) dari seluruh
data-data tentang perang yang memiliki kesamaan ciri-ciri esensial. Dengan
demikian pengertian “perang” merupakan konsep.
Yang dimaksud dengan ciri-ciri esensial adalah ciri-ciri dasar yang
secara spesifik hanya dimiliki oleh segolongan fakta yang sejenis. Bruner
menjelaskan pengertian “konsep” dan “ciri-ciri essensial” dengan cara sederhana
sebagai berikut.
Buah
apel memiliki beberapa ciri di bawah ini:
1. Warna : hijau kekuning-kuningan, kemerah-merahan
2. Bentuk : bulat
3. Ukuran : kurang lebih 0, 0,5, s/d 0,3 liter
4. Berat : kurang lebih 0,1 s/d 3 ons
5. Rasa : manis, manis kemasam-masaman
6. Kulit : tipis, tidak berkelupas
7. Daging : tidak berlapis
Ketujuh
butir ciri-ciri di atas secara keseluruhan hanya dimiliki oleh jenis buah apel
saja sehingga kesatuan ketujuh butir ciri itu merupakan ciri essensial. Kata
apel (sebagai pengertian abstrak) yang mewakili seluruh jenis buah apel yang
memiliki ciri-ciri esensial yang sama, adalah konsep.
Dalam disiplin ilmu-ilmu sosial terdapat banyak sekali konsep, di
antaranya sebagai berikut.
Konsep-konsep ilmu sejarah, misalnya: migrasi, feodalisme,
imperialisme, rasionalisme, sosialisme, perang, liberalisme, perdamaian,
perjanjian, persetujuan, persekutuan, candi, area, uang kuno, perdagangan, dan
pahlawan.
Konsep-konsep ilmu ekonomi, misalnya: tukar menukar, uang, pasar,
bursa, liberalisme, kapitalisme, imperalisme, koperasi, pajak, cukai, untung,
rugi, harga, industri, produksi, distribusi, konsumen, pabrik, penguasaha,
pendapatan, kerja, tenaga, dan jasa.
Konsep-konsep ilmu geografi, misalnya: tanah, air, udara, sungai,
gunung, antariksa, flora, fauna, laut, gempa, sumber alat, kependudukan, desa,
dan kota. Konsep-konsep antropologi, misalnya: kebudayaan, peradaban,
kepercayaan, folklore, survival, adat, tradisi, induk bangsa (ras), bahasa,
sistem kekerabatan, sistem mata pencaharian, kesenian, magis, upacara, dan
religi.
Konsep-konsep sosiologi, misalnya: norma sosial, kerja sama sosial,
kelompok sosial, organisasi sosial, status sosial, desa kota, urbanisasi,
persaingan, dan kerja sama. Konsep-konsep psikologi sosiol, misalnya: norma
prilaku sosial, interaksi social, prilaku politik, budaya masyarakat, dan
perilaku menyimpang.
Dari contoh-contoh konsep di atas, ternyata beberapa jenis konsep
terdapat pada lebih dari satu disiplin ilmu sosial, seperti : migrasi,
nasionalisme, desa, kota dan sebagainya. Konsep-konsep yang secara bersama-sama
dimiliki oleh beberapa disiplin ilmu itu disebut dengan istilah core concept.
Selain core concept terdapat juga key concept (konsep kunci) yaitu suatu konsep
yang hanya spesifik terdapat pada satu disiplin ilmu sosial saja, dan setiap
disiplin ilmu sosial memiliki key concept tertentu. Misalnya key concept geografi
adalah: population (kependudukan), land (tanah) dan space (ruang).
Sementara itu, menurut bruner (1996) konsep adalah suatu kata yang
bernuansa abstrak dan dapat digunakan untuk mengelompokkan ide, benda, atau
peristiwa. Setiap konsep memiliki nama, contoh positif, contoh negatif, dan
ciri. Contoh konsep: ham, demokrasi, globalisasi, dan masih banyak lagi.
Menurut bruner, setiap konsep mengandung nama, ciri/atribut, dan aturan.
Perhatikan contoh pemikiran bruner dikaitkan dengan ham seperti di
bawah ini!
Nama
konsep : hak asasi manusia terhadap
mahasiswa-mahasiswi
Contoh
positif : adanya kesadaran dari dosen atau
universitas terhadap hak-hak mahasiswa-mahasiswi yang harus diberikan. Misal,
mahasiswa-mahasiswi diberi kesempatan untuk berpendapat, mengembangkan
kreativitas dan minatnya di kampus.
Konsep
: hak asasi manusia (ham).
Contoh
negatif : kasus oknum masyarakat yang memperdagangkan anak (traffi cking). Misalnya,
karena susi anak orang tidak mampu, susi seijin orang tuanya ditawari menjadi penjaga
toko di kota lain. Setelah orang tua mengizinkan dan anaknya keluar dari bangku
sekolah, ternyata anak tersebut dipekerjakan di tempat yang tidak sesuai dengan
rencana semula. Dengan demikian, hak sekolah anak (susi) hilang, karena tidak
bisa sekolah dan tidak bisa bermain-main dengan teman sekolahnya lagi.
Pemahaman suatu konsep tidak terlepas dari pengalaman dan latar
belakang budaya yang dimiliki seseorang. Oleh karenanya, untuk mengembangkan
pemahaman siswa dan siswi terhadap berbagai konsep, guru perlu mempertimbangkan
latar belakang pengalaman yang beragam di antara mereka. Misalnya, siswa yang
sehari-hari hidup di kota besar mungkin memiliki pengalaman yang terbatas
tentang lingkungan pedesaan yang alami, sebaliknya siswa yang terbiasa di lingkungan
pegunungan yang terpencil memiliki pengalaman terbatas tentang situasi
perkotaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah semua
pengertian yang terdapat dalam pikiran seseorang tentang berbagai hal. Dalam
mata kuliah pkn di pgmi, konsep perlu dikenalkan pada mahasiwa-mahasiswi agar
kelak jika menghadapi masalah yang berkaitan dengan moral, mereka bisa
mengatasinya secara runtut, kronologis, dan memiliki konsep yang matang.
B.
Makna
nilai
Pengertian nilai
Nilai yang dalam bahasa inggris disebut “value”, menurut djahiri
(1999), dapat diartikan sebagai harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa
yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna
secara fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan,
dan menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku.
Sedangkan menurut dictionary dalam winataputra (1989), nilai adalah harga atau
kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut
secara intrinsik memang berharga.
Kajian tentang nilai dalam bidang filsafat dibahas dan dipelajaran
secara khusus pada salah satu cabang filsafat yang disebut filsafat nilai atau
yang terkenal dengan istilah axiology, the theori of value. Cabang filsafat ini
sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam
bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya
“keberhargaan (worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya
suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Di dalam dictionary of sociology and related sciences ditemukan
bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok (the beleived capacity of any object to statisfy a human desire). Jadi
nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu
objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat
atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu, misalnya bunga itu indah,
perbuatan itu susila. Indah, susila adalah sifat atau kualitas yang melekat
pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian, maka nilai itu sebenarnya adalah
suatu kenyataan yang “tersembunyi” di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada
nilai itu, karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai yang
disebut wartrager (kaelan, 2003: 87)
Menilai berarti, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan
itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna,
benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan
yang dilakukan oleh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang
ada pada manusia, sebagai subjek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal,
rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila
sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik, dan lain sebaginya.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan,
dambaan-dambaan dan keharusan. Oleh karena itu, apabila kita berbicara tentang
nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang
merupakan cita-cita, harapan, dambaan, dan keharusan. Berbicara tentang nilai
berarti berbicara tentang das solen bukan das sein. Kita masuk ke rohanian
bidang makna normatif, bukan kognitif, kita masuk dunia ideal dan bukan dunia
real. Meskipun demikian, di antara keduanya, antara das solen dan das sein,
antara yang makna normatif dan kognitif, antara dunia ideal dan dunia real itu
saling berhubungan atau saling berkait secara erat. Artinya bahwa das solen itu
harus menjelma menjadi das sein, yang ideal menjadi real, yang bermakna
normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mensosialisasikan dan
Menginternalisasikan nilai-nilai dalam diri peserta didik. Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan nilai, berusaha mensosialisasikan Dan menginternalisasikan
nilai-nilai budaya bangsa dan nilai-nilai filsafat Bangsa yaitu pancasila.
Pelaksanaannya selain melalui taksonomi[1]
yang Dikembangkan oleh bloom, juga bisa menggunakan jenjang afektif yaitu
Menerima nilai (receiving), menanggapi nilai/penanggapan nilai (responding),
Penghargaan nilai (valuing), pengorganisasian nilai (organization),
Karakterisasi nilai (characterization).
Nilai pancasila yang digali dari bumi indonesia sendiri merupakan
pandangan Hidup/panutan hidup bangsa indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali
Menjadi dasar negara yang secara yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945, yaitu sehari setelah indonesia merdeka. Secara spesifik, nilai
Pancasila telah tercermin dalam norma seperti norma agama, kesusilaan,
Kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum.
Dengan demikian, nilai pancasila secara individu hendaknya dimaknai
Sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap Dan
dalam cara bertindak. Misalnya, nilai contoh gotong-royong. Jika Perbuatan
gotong-royong dimaknai sebagai nilai, maka akan lebih bermakna Jika nilai
gotong-royong tersebut telah menjadi pola pikir, pola sikap, dan pola Tindak
seseorang secara individu maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh Karena itu,
nilai gotong-royong seperti yang dicontohkan tadi adalah perilaku Yang
menunjukkan adanya rasa saling membantu sesama dalam melakukan Sesuatu yang
bisa dikerjakan secara bersama-sama sebagai perwujudan Dari rasa solidaritas
yang memiliki makna kebersamaan dalam kegiatan Bergotong-royong.
Hirarkhi
nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat
tergantung Pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan
Tentang pengertian serta hirarkhi nilai. Misalnya kalangan materialis Memandang
bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai material. Kalangan Hedonis berpandangan
bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Pada hakikatnya segala
sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang Ada serta bagaimana hubungan
nilai tersebut dengan manusia. Banyak Usaha untuk menggolong-golongkan
nilai-nilai tersebut, dan nilai tersebut Amat beraneka ragam, tergantung pada
sudut pandang dalam rangka Penggolongan tersebut.
Max sceler (dalam kaelan, 2002: 88) menyatakan bahwa nilai-nilai
yang Ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu senyatanya
ada Yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai
Lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam Empat
tingkatan sebagai berikut. Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkatan ini Terdapat
deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (die Westreihe des
angenehmen und unaangelhment), yang menyebabkan orang Senang atau menderita
(tidak enak). Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkatan ini Terdapatlah
nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (werte des vitalen fuhlens) Misalnya
kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum. Nilai-nilai Kejiwaan.
Dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) Yang sama
sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai
semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan Murni yang dicapai dlam
filsafat. Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkatan ini Terdapatlah modalitas
nilai suci dan tak suci (wermodalitat des heiligen ung Unheiligen). Nilai-nilai
semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Walter g. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan
Kelompok berikut.
1.
Nilai-nilai
ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi Semua benda yang dapat
dibeli.
2.
Nilai-nilai
kejasmaniaan, membantu kepada Kesehatan, efesiensi, dan keindahan dari
keindahan badan.
3.
Nilia-nilai
hiburan, Nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat mengembangkan pada
Pengayaan kehidupan.
4.
Nilai-nilai
sosial, berasal dari keutuhan kepribadian Dan sosial yang diinginkan.
Nilai-nilai watak, keseluruhan dari keutuhan Kepribadian dan sosial yang
diinginlkan.
5.
Nilai-nilai
estetis, adalah nilai-nilai Keindahan dalam alam dan karya seni. Nilai-nilai
intelektual, adalah nilai-nilai Pengetahuan dan pengajaran, serta kebenaran.
Terakhir, nilai-nilai keagamaan, Dikembangkan dari kebenaran yang terdapat
dalam (setiap) agama.
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam nilai berikut.
Pertama,
Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
Manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
Kedua,
nilai vital, yaitu Segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan Kegiatan atau aktivitas.
Ketiga,
nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang Berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas:
1.
Nilai kebenaran,
yang bersumber akal (ratio, budi, cipta) manusia,
2.
nilai Keindahan
atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, Govel, rasa)
manusia,
3.
nilai kebaikan
tau bilai moral, yang bersumber Pada unsur kehendak (will, wollen, karsa)
manusia, dan
4.
nilai religius,
Yang merupakan nilai kerohaniaan yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini
Bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dari
uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan pula Bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud Material saja, akan
tetapi juga sesuatu yang berwujud nonmaterial atau Immaterial. Bahkan sesuatu
yang immaterial itu dapat mengandung nilai Yang sangat tinggi dan mutlak bagi
manusia. Nilai-nilai material lebih mudah Diukur, yaitu dengan menggunakan alat
indra atau alat pengukur seperti Berat, panjang, luas dan sebagainya. Sedangkan
nilai kerohanian spiritual Lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal
kerohanian/spiritual, yang Menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang
dibantu oleh alat indra, Cipta, rasa, karsa dan keyakinan manusia.
Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai pancasila tergolong
nilai-nilai Kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya
nilai material Dan nilai vital. Dengan demikian, nilai-nilai lain secara
lengkap dan harmonis, Baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai
keindahan atau nilai estetis, Nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai
kesucian yang sistematika– Hirarkhis, yang dimulai dari sila ketuhanan yang
maha esa sebagai ‘dasar’ Sampai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia sebagai ‘tujuan’ (darmodiharjo, 1978).
Selain macam-macam nilai yang dikemukakan para tokoh aksiologi
tersebut, Nilai juga mempunyai tingkatan-tingkatan. Hal ini dilihat secara
objektif, Karena nilai-nilai tersebut menyangkut segala aspek kehidupan
manusia. Ada sekelompok nilai yang memiliki kedudukan atau hirarkhi yang lebih
Tinggi dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya, ada nilai-nilai yang lebih
Rendah, bahkan ada tingkatan nilai yang bersifat mutlak. Namun demikian, Hal
ini sangat tergantung pada filsafat dari masyarakat atau bangsa sebagai Subjek
pendukung nilai-nilai tersebut. Misalnya, bagi bangsa indonesia nilai Religius
merupakan suatau nilai tertinggi dan mutlak. Artinya nilai relegius Tersebut
hirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak dapat dijustifikasi Berdasarkan
akal manusia, karena pada tingkatan tertentu nilai tertentu Bersifat di atas
dan di luar kemampuan jangkauan akal pikir manusia. Namun Demikian, bagi bangsa
yang menganut faham sekuler, nilai yang tertinggi Adalah pada akal pikiran
manusia sehingga nilai ketuhanan di bawah otoritas Akal pikiran manusia.
C.
Makna norma
Norma
adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap Dan tindakan
manusia. Norma juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi Rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya Terkandung nilai benar/salah
(margono, 2001:67). Dalam bahasa inggris, Norma diartikan sebagai standar. Di
samping itu, norma juga bisa diartikan Kaidah atau petunjuk hidup yang
digunakan untuk mengatur perilaku manusia Dalam kehidupan bermasyarakat maupun
bernegara. Jika norma dipahami Sebagai standar (ukuran) perilaku manusia, yang
dapat dijadikan “alat” untuk Menghakimi (justifikasi) suatu perilaku manusia
(benar atau salah), maka Dalam realitas kehidupan sehari-hari terdapat paling
tidak 5 norma, yaitu
(1)
norma agama,
(2)
norma hukum,
(3)
norma moral atau susila,
(4)
norma Kebiasaan, dan
(5)
norma kesopanan.
Norma agama adalah tolok ukur benar salah yang mendasarkan diri
pada Ajaran-ajaran agama. Dalam agama-agama selalu ada perintah dan larangan.
Ada halal haram lengkap dengan sanksi-sanksi bagi pelanggar ajaranajaran Agama.
Norma agama itu tentunya berlaku bagi pemeluknya karena Beragama itu dasarnya
adalah keyakinan.
Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat
dan Dianggap perlu demi kemaslahatan dan kesejahteraan umum (norma hukum Tidak
dibiarkan untuk dilanggar dan tidak sama dengan norma moral). Bisa Saja terjadi,
demi tuntutan suara hatisebagai manusia dan demi kesadaran Moral, seseorang
harus melanggar hukum. Meskipun pada akhirnya, Pelanggar hukum itu dipenjara
namun orang yang dihukum itu belum tentu Sebagai orang yang buruk/jahat. Para
tahanan politik misalnya, banyak di Antara mereka yang berjuang melawan
penguasa demi kepentingan rakyat. Bisa saja mereka dijerat dengan hukum, dan
dia dipenjarakan dan dinyatakan Bersalah secara hukum, namun demikian secara
moral tahanan politik Tersebut bukanlah seorang penjahat. Dia tetap mendapat
predikat sebagai Seorang yang bermoral.
Norma moral atau susila adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat
untuk Mengukur kebaikan seseorang. Tolok ukur penilaiannya adalah ukuran baik
Dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi atau yang dianggap
Rendah masyarakat tempat manusia yang bersangkutan itu berada. Dengan Norma
moral itu, seseorang benar-benar dinilai perilakunya.
Norma
kebiasaan adalah tolok ukur perilaku manusia yang berdasarkan pada Hal-hal yang
telah berlangsung dalam masyarakat sebagai suatu adat istiadat Atau kebiasaan
sehari-hari. Misalnya kebiasaan orang bertamu itu sore hari, Tidak pada siang
hari. Itu berarti, apabila ada seseorang yang bertamu pada Siang hari itu
dipandang tidak lazim dan apabila tida ada komitmen lebih Dahulu dengan pemilik
rumah, maka bisa jadi menimbulkan masalah, karena Dipandang melanggar adat
kebiasaan.
Norma kesopanan atau sopan santun menyangkut sikap lahiriah
manusia. Jika bertemu dengan orang yang lebih tua perlu menundukkan kepala,
Tidak baik kentut dengan suara keras, tidak baik perempuan pergi sendirian Di
malam hari, dan lainnya. Norma kesopanan secara lahiriah dapat juga
Mengungkapkan suara hati sehingga mempunyai kualitas moral, meskipun Sikap
lahiriah itu sendiri tidak bersifat moral. Orang yang melanggar sopan Santun
karena tidak mengetahui adab bersopan santun di daerah tertentu Atau karena
situasi, ia tidak dianggap melanggar norma moral.
Pelanggaran norma biasanya mendapatkan sanksi, tetapi tidak selalu
Berupa hukuman di pengadilan atau penjara. Sanksi dari norma agama Lebih
ditentukan oleh tuhan. Oleh karena itu, hukumannya berupa siksaan Di akhirat,
atau di dunia atas kehendak tuhan. Sanksi pelanggaran/ Penyimpangan norma
kesusilaan adalah moral yang biasanya berupa Gunjingan dari lingkungannya.
Penyimpangan norma kesopanan dan norma Kebiasaan, seperti sopan santun dan
etika yang berlaku di lingkungannya, Juga mendapat sanksi moral dari
masyarakat, misalnya berupa gunjingan Atau cemoohan. Begitu pula norma hukum,
biasanya berupa aturan-aturan Atau undang-undang yang berlaku di masyarakat dan
disepakati bersama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa norma adalah
petunjuk Hidup bagi warga yang ada dalam masyarakat. Norma dalam masyarakat
Hendaknya dipatuhi oleh anggota masyarakat, karena norma tersebut Mengandung
sanksi. Siapa saja, baik individu maupun kelompok, yang Melanggar norma
mendapat hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi Agama dari tuhan dan
departemen agama, sanksi susila, kesopanan, hukum, Maupun kebiasaan yang
diberikan oleh masyarakat berupa sanksi moral.
D.
Makna moral
Pengertian moral, menurut suseno (1998) adalah ukuran baik buruk
Seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan Warga
negara. Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk Menjadikan anak
manusia bermoral baik dan manusiawi. Sedangkan menurut Ouska dan whellan
(1997), moral adalah prinsip baik buruk yang ada dan Melekat dalam diri individu
atau seseorang. Walaupun moral itu berada di Dalam diri individu, tetapi moral
berada dalam suatu sistem yang berwujud Aturan. Moral dan moralitas ada sedikit
perbedaan, karena moral adalah Prinsip baik buruk sedangkan moralitas merupakan
kualitas pertimbangan Baik buruk. Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas
bisa dilihat dari Cara individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun
menjalankan Aturan.
Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral,
dengan Tujuan membentuk watak atau karakterstik anak. Pakar-pakar tersebut Di antaranya newman, simon, howe, dan lickona.
Dari beberapa pakar Tersebut, pendapat lickona lebih cocok diterapkan untuk
membentuk watak/ Karakter anak. Pandangan lickona (1992) tersebut dikenal
dengan educating For character atau pendidikan karakter/watak untuk membangun
karakter atau Watak anak. Dalam hal ini, lickona mengacu pada pemikiran filosof
michael Novak yang berpendapat bahwa watak atau karakter seseorang dibentuk
Melalui tiga aspek yaitu, moral knowing, moral feeling, dan moral behavior,
Yang saling berhubungan dan terkait.
Lickona menggarisbawahi pemikiran novak. Ia berpendapat bahwa
Pembentukan karakter atau watak anak dapat dilakukan melalui tiga kerangka
Pikir, yaitu konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan
Perilaku moral (moral behavior). Dengan demikian, hasil pembentukan sikap
Karakter anak pun dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu konsep moral, sikap
Moral, dan perilaku moral. Lebih jelasnya silakan mencermati alur pikir Lickona
(dalam wahab dan winataputra, 2005: 1.16) di bawah ini.
Pemikiran lickona ini diupayakan dapat digunakan untuk membentuk
watak keAnak, agar dapat memiliki karakter demokrasi, sehingga standar
kompetensi Demokrasi tercapai. Oleh karena itu, materi tersebut harus menyentuh
tiga Aspek, yaitu konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral
awarness), pengetahuan nilai moral (knowing moral value), pandangan Ke depan
(perspective taking), penalaran moral (reasoning), pengambilan Keputusan (decision
making), dan pengetahuan diri (self knowledge), (ruminiati, 2005 : 24)
Aspek
konsep moral
a.
kesadaran moral
b.
Kesadaran hidup
berdemokrasi
c.
Pengetahuan
nilai moral
d.
Pemahaman
materi demokrasi
e.
Pandangan ke
depan
f.
Manfaat
demokrasi ke depan
g.
penalaran moral
h.
Alasan senang
demokrasi
i.
pengambilan
keputusan
j.
Bagaimana cara
hidup demokratis
pengetahuan diri introspeksi diri Sikap moral (moral feeling)
mencakup kata hati (conscience), rasa percaya Diri (self esteem), empati
(emphaty), cinta kebaikan (loving the good), Pengendalian diri (self control),
kerendahan hati (and huminity).
Aspek
sikap moral
a.
kata hati, Kata hati kita tentang hidup bebas
b.
Rasa percaya
diri, Rasa percaya diri kita pada bebas berpendapat
c.
Empati, Empati
kita pada orang yang tertekan
d.
cinta kebaikan,
Cinta kita terhadap musyawarah
e.
pengendalian
diri, Pengendalian diri kita terhadap kebebasan
f.
kerendahan
hati, Menjunjung tinggi dan hormati pendapat lain Perilaku moral (moral
behavior) mencakup kemampuan (compalance), Kemauan (will) dan kebiasaan
(habbit).
Aspek
perilaku moral
a.
kemampuan, Kemampuan
menghormati hidup demokrasi
b.
kemauan, Kemauan
untuk hidup berdemokrasi
c.
kebiasaan, Kebiasaan
berdemokrasi dengan teman Teori lickona (1992) ini cukup relevan untuk
digunakan dalam membentuk Watak anak. Hal ini sesuai dengan karakteristik
materi pkn, sehingga sasaran Pembelajaran pkn sd dapat dikaitkan dengan pola
pikir tersebut. Dari sini Dapat dilihat hasil perubahan watak atau karakter
anak setelah mendapat Materi pkn. Misalnya, watak atau karakter anak yang
terbentuk berkenaan Dengan demokrasinya setelah ia menerima materi demokrasi
tersebut.
Berdasarkan uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa pengertian
moral/ Moralitas adalah suatu tuntutan perilaku yang baik yang dimiliki oleh
individu. Moralitas, tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku.
Dalam Pembelajaran pkn, moral sangat penting untuk ditanamkan pada anak usia Sd,
karena proses pembelajaran pkn sd memang bertujuan untuk membentuk Moral anak,
yaitu moral yang sesuai dengan nilai falsafah hidupnya.
E.
Hubungan nilai, norma, dan moral
Nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, Baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia, nilai dijadikan
landasan, Alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik
disadasari Maupun tidak. Nilai berbeda dengan fakta, karena fakta dapat
diobservasi Melalui suatu verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak
yang Hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia.
Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan dan segala sesuatu Pertimbangan
internal (batiniah) manusia. Nilai dengan demikian, tidak Bersifat konkret
yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai Dapat bersifat
subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai Tersebut diberikan
oleh subjek (dalam hal ini manusia sebagai pendukung Pokok nilai) dan bersifat
objektif jikalau nilai tersebut telah melekat pada Sesuatu terlepas dari
penilaian manusia (kaelan, 2003: 92). Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna
dalam menuntun sikap dan tingkah Laku manusia maka perlu lebih dikonretkan lagi
serta diformulasikan menjadi Lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya Dalam tingkah laku secara konkret. Wujud konkret dari nilai
tersebut adalah Merupakan suatu norma. Terdapat berbagai norma, dan dari
berbagai macam Norma tersebut, norma hukumlah yang paling kuat berlakunya,
karena Dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau
Penegak hukum. Selanjutnya, nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan Moral
dan etika. Istilah moral mengandung intregritas dan martabat pribadi Manusia.
Derajat kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh moralitas Yang
dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang Itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah, maka Manusia
memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku.
Hubungan antara moral dan etika memang sangat erat sekali dan
kadang Kala keduanya disamakan begitu saja. Namun sebenarnya, kedua hal
Tersebut memiliki perbedaan. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun
Wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan Maupun
tertulis bagi sikap dan tindakan agar menjadi manusia yang baik. Di pihak lain,
etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis Dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral Tersebut (krammer, 1988
dalam darmodiharjo 1996). Atau juga sebagaimana Dikemukakan oleh de vos (1987),
bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu Pengetahuan tentang kesusilaan. Adapun
yang dimaksud dengan kesusilaan Identik dengan pengertian moral, sehingga etika
pada hakekatnya adalah Sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang
prinsip-prinsip moralitas.
Setiap orang memiliki moralitas, tetapi tidak demikian dengan
etika. Tidak Semua orang melakukan pemikiran secara kritis terhadap etika.
Terdapat Suatu kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola-pola
Moralitas yang ada dalam suatu masyarakat tanpa perlu merefleksikannya Secara
kritis. Etika tidak berwenang menentukan yang boleh atau tidak boleh Dilakukan
oleh seseorang. Wewenang ini dipandang sebagai pihak-pihak Yang memberikan
ajaran moral. Hal inilah yang menjadi kekurangan dari Etika jikalau
dibandingkan dengan ajaran moral. Sekalipun demikian, dalam Etika seseorang
dapat dipahami penyebab dan dasar manusia harus hidup Berdasarkan norma-norma
tertentu. Hal yang terakhir inilah yang merupakan Kelebihan etika jikalau
dibandingkan dengan moral. Hal itu dapat dianalogikan Bahwa ajaran moral
sebagai “buku petunjuk tentang memperlakukan sebuah Mobil dengan baik”,
sedangkan etika memberikan pengertian tentang “struktur Dan teknologi mobil itu
sendiri”. Demikianlah hubungan yang sistematik antara Nilai, norma dan moral
yang pada gilirannya ketiga aspek tersebut terwujud Dalam suatu tingkah laku
praktis dalam kehidupan manusia.
Rangkuman
1.
Materi pendidikan kewarganegaraan (pkn) di semua jenjang dan Tingkatan
mengandung muatan konsep nilai, norma, dan moral. Konsep Adalah semua
pengertian yang terdapat dalam pikiran seseorang tentang Berbagai hal yang
dinyatakan dengan kata-kata. Konsep adalah kata Yang menunjuk sesuatu. Konsep
dalam matakuliah pkn perlu dikenalkan Pada mahasiswa dan mahasiswi agar dapat
memandang masalah secara Runtut, kronologis, dan matang.
2.
Nilai adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat dalam
Berbagai hal yang dianggap sebagai barang/sesuatu yang berharga, Berguna, dan
memiliki manfaat. Nilai adalah kualitas kebaikan yang ada Pada sesuatu. Dalam
pendidikan kewarganegeraan keberadaan nilai Sangat penting untuk dimiliki dan
diaktualisasikan secara terus menerus, Karena nilai bermanfaat sebagai tuntunan
hidup.
3.
Norma adalah aturan sebagai petunjuk hidup bagi individu dalam Masyarakat.
Norma dalam masyarakat hendaknya dipatuhi oleh anggota Masyarakat, karena norma
tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik Individu maupun kelompok, yang
melanggar norma mendapat hukuman Yang berwujud sanksi, antara lain sanksi
agama, sanksi susila, sanksi Moral bagi pelanggaran kesopanan, hukum atau
kebiasaan masyarakat.
4.
Moral adalah suatu tuntutan perilaku yang baik, yang dimiliki oleh individu
Sebagai moralitas, yang tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan Tingkah
laku. Moral merupakan tuntutan perilaku yang dibawakan oleh Nilai. Moral sangat
penting untuk diinternalisasikan dalam kehidupan Sehari-hari.
Daftar
pustaka
Azra,
azyumardi. 2002. “pendidikan kewargaan untuk demokrasi di
Indonesia.”
Makalah dalam seminar nasional pendidikan
Kewargaan
(civic education) di perguruan tinggi, jakarta, 28-29
Mei.
Darmodihardjo,
dardji. 1996. Penjabaran nilai-nilai pancasila dalam sistem
Hukum
indonesia. Jakarta: rajawali.
Hakim,
suparlan, dkk. 2002. Pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan
Tinggi.
Malang: universitas negeri malang.
Kaelan.
2002. Pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta: paradigma.
Kaelan.
2003. Pendidikan pancasila. Yagjakarta: paradigma.
Margono,
dkk. 2002. Pendidikan pancasila (topik aktual kenegaraan dan
Kebangsaan).
Malang: universitas negeri malang.
Ruminiati.
2005. Pengembangan pkn sd. Jakarta: direktorat jenderal
Perguruan
tinggi.
Sumantri,
muhammad numan. 2001. Menggagas pembaharuan pendidikan
Ips.
Bandung: pt. Remaja rosda karya.
Sumarsono,
dkk. 2005. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: gramedia
Pustaka
utama.
Ubaidillah,
a., dkk. 2006. Demokrasi, ham, dan masyarakat madani. Jakarta:
Icce,
uin syarif hidayatullah.
Winataputra,
udin. 2001. “apa dan bagaimana pendidikan
Kewarganegaraan.”
Makalah dalam lokakarya civic education
Dosen
iain/stain se-indonesia, sawangan-depok.
Yusra,
dhoni. 2006. Membangun karakter dan kepribadian melalui
Pendidikan
kewarganegaraan. Jakarta: graha ilmu.
Zamroni.
2001. Pendidikan untuk demokrasi: tantangan menuju civil
Society.
Yogjakarta : biograf publishing.
Terimakasih blognya sangat bermanfaat untuk membantu tugas kuliah kelompok saya. Saya izin copas ya :)
ReplyDeletethanks you buat yang mau ahahahahah..!!! hub 7786458
ReplyDeleteIzin copas ya, terimakasih blognya sangat bermanfaat 😊
ReplyDeleteizin copast
ReplyDeleteijinn copas
ReplyDeletekaget liat foto-fotonya kog ada salah satu siswi yang mirip gue :O
ReplyDeleteijin yaa, thanks
ReplyDeleteijin copas ya min... thaks
ReplyDeleteIzin copas yaa.. Terimamasihh
ReplyDeleteIjin copast ya, terims
ReplyDelete