KONSTITUSI
A. Pendahuluan
memahami konstitusi yang
merupakan seperangkat aturan main dalam kehidupan bernegara dan yang mengatur hak
dan kewajiban warga negara dan negara. Pemahaman ini menjadi landasan dalam
mengembangkan materi otonomi daerah pada paket berikutnya.
1. KONSTITUSI
A. Hakikat, Tujuan, dan Fungsi
Konstitusi
Hakikat Konstitusi Setiap negara
modern dewasa ini senantiasa memerlukan suatu sistem pengaturan yang dijabarkan
dalam suatu konstitusi. Oleh karena itu konstitusionalisme mengacu pada
pengertian sistem institusionalisasi secara efektif dan terhadap suatu
pelaksanaan pemeritahan. Dengan lain perkataan menurut Hamilton untuk
menciptakan suatu tertib pemerintahan diperlukan pengaturan sedemikian rupa,
sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan
dikendalikan. (H. Kaelan dan Ahmad Zubaidi, 2007).
Pembatasan dan pengendalian
tersebut hanya dapat dilakukan melalui konstitusi. Istilah konstitusi dari
sudut sejarah telah lama dikenal yaitu sejak zaman Yunani Kuno. Diduga
Konstitusi Athena (abad 425 S.M.) merupakan konstitusi pertama yang ada di
dunia dan dipandang sebagai alat demokrasi yang sempuna. Hal ini dikarenakan
bahwa pemahaman orang tentang konstitusi sejalan pemikiran orang-orang Yunani
Kuno tentang negara. Hal ini dapat diketahui dari paham Socrates yang telah
dikembangkan oleh muridnya Plato, dalam bukunya politea atau negara yang memuat
ajaran-ajaran Plato tentang negara dan hukum, dan bukunya Nomoi atau
undang-undang.
Dalam masyarakat Yunani kuno dikatakan bahwa politea diartikan
sebagai konstitusi, sedangkan nomoi adalah undang-undang biasa. Perbedaan dari
istilah tersebut adalah politea mengandung kekuasaan lebih tinggi daripada
nomoi, karena mempunyai kekuataan membentuk agar tidak bercerai berai. Dalam
kebudayaan Yunani, istilah konstitusi berhubungan erat engan ucapan respublica
constitiere, sehingga lahirlah semboyan yang berbunyi pricep legibus solutus
est, salus publica suprema lex, yang berarti rajalah yang berhak menentukan
organisasi/struktur daripada negara, oleh karena itu raja adalah satu-satunya
pembuat undang-undang.
Dengan demikian, istilah konstitusi pada zaman Yunani
Kuno diartikan hanya sebatas materiil saja karena konstitusi pada saat itu
belum diletakkan dalam suatu naskah yang tertulis (Trianto dan Titik Triwulan,
2007). Berkaitan dengan istilah konstitusi, Wirjono Prodjodikoro menyatakan
bahwa Istilah konstitusi berasal dari kata kerja constitutuer (Prancis) yang
berarti membentuk, yaitu membentuk suatu negara. Sehingga konstitusi mengandung
pengertian permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara, dengan
demikian suatu konstitusi memuat peraturan pokok (fundamental) mengenai
sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yaitu negara (Trianto dan
Titik Triwulan, 2007).
Menurut Sri Sumantri : Istilah
konstitusi berasal dari perkataan constitution, yang dalam bahasa Indonesia
dijumpai istilah hukum yang lain, yaitu undang-undang dasar dan atau hukum
dasar. Dalam perkembangannnya istilah konstitusi mempunyai dua pengertian yaitu
pengertian yang luas dan pengertian yang sempit (Trianto dan Titik Triwulan,
2007). Sedangkan Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim berpendapat bahwa :
Konstitusi yang berasal dari istilah constitution (Bahasa Inggris dan Prancis)
atau verfasung (Belanda) memiliki perbedaan dari undang-undang dasar atau
goundgesetz. Jika ada kesamaan, itu merupakan kekhilafan pandangan
dinegara-negara modern, yang disebabkan oleh pengaruh paham kodifikasi yang
menghendaki setiap peraturan harus tertulis, demi mencapai kesatuan hukum dan
kepastian hukum. Berangkat dari pendapat para ahli di atas tentang konstitusi,
maka dapat kita lihat bahwa istilah konstitusi ini terjadi perbedaan pendapat,
ada yang berpendapat bahwa konstitusi sama dengan undang-undang dasar dan ada
yang berpendapat konstitusi tidak sama dengan undang-undang dasar. Penyamaan
arti konstitusi dan UUD inilah yang sesuai dengan praktik
ketatanegaraan di Indonesia. Terlapas
dari pandangan dua kelompok di atas, istilah konstitusi dalam
perkembangannya mempunyai dua pengertian
yaitu : pertama, dalam pengertian yang luas, konstitusi berarti keseluruhan
dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar baik yang tertulis ataupun
tidak tertulis ataupun campuran keduanya; kedua, dalam pengerian sempit,
konstitusi berarti piagam dasar atau undang-undang dasar ialah suatu dokumen
lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Dalam terminologi hukum
Islam, istilah konstitusi dikenal dengan sebutan dustur, yang berarti kumpulan
kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama antar sesama anggota masyarakat
dalam sebuah negara, baik yang tidak tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam
perkembangannya ada beberapa pendapat yang membedakan antara konstitusi dengan Undang-undang
dasar, seperti Herman Heller (dalam A. Ubaidillah, 2006) berpandangan bahwa
konstitusi lebih luas daripada undang-undang dasar. Konstitusi tidak hanya
bersifat yuridis melainkan juga bersifat sosiologis dan politis, sedangkan
undang-undang dasar hanya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi yakni
konstitusi tertulis. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh F. Laselle (dalam
A. Ubaidillah, dkk., 2006: 63) yang membagi pengertian konstitusi menjadi dua.
1. Sosiologis dan yuridis yaitu
sintesa faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat (hubungan antara kekuasaan-kekuasaan
dalam suatu negara), seperti raja, parlemen, kabinet, partai politik, dan
lain-lain).
2. Yuridis ialah suatu naskah yang
memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan. Berbeda halnya
dengan C.F Strong yang menyamakan konstitusi dengan undang-undang dasar, ia
mendefinisikan konstitusi sebagi suatu kerangka masyarakat politik (negara)
yang diorganisir dengan dan melalui hukum.
Dengan kata lain konstitusi dapat
pula dikatakan sebagai kumpulan prinsipprinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan,
hak-hak yang diperintah (rakyat) dan hubungan diantara keduanya. Dengan
demikian hakikat dari konstitusi adalah suatu kumpulan kaidah yang memberikan
pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa yang berbentuk suatu
dokumen tentang pembagian tugas sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik
dan juga berisi hak-hak asasi manusia (Ubaidillah, dkk., 2006: 64 Tujuan dan
Fungsi Konstitusi Secara garis besar, tujuan konstitusi adalah membatasi
tindakan sewenangwenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah,
menetapkanpelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan (2005), hakikat
tujuan konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme
yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan
terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk dipihak lain. Sedangkan
fungsi konstitusi adalah sebagai sarana dasar untuk mengawasi proses-proses
kekuasaan atau bisa juga befungsi sebagai dokumen nasional dan alat untuk
membentuk sistem politik dan sistemm hukum negara. Karena itu ruang lingkup isi
undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis sebagaimana dinyatakan oleh
Struycken memuat tentang: a) hasil perjuangan politik bangsa diwaktu yang
lampau; b) tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa; c)
pandangan tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu sekarang maupun untuk
masa yang akan datang; d) suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin (Ubaidillah, dkk., 2006: 64).
B. Nilai-Nilai yang Terkandung
dalam Konstitusi
Dalam praktik ketatanegaraan,
seringkali sebuah konstitusi yang tertulis tidak dapat berlaku atau berjalan
sesuai yang dikehendaki, hal ini disebabkan karena salah satu atau beberapa isi
dari konstitusi tidak dijalankan oleh penguasa atau sekelompok golongan penguasa.
Sehubungan dengan hal itu, Karl Loewenstein mengadakan penyelidikan mengenai
arti konstitusi tertulis dalam suatu lingkungan nasional, Hasil penyelidikannya
menyimpulkan adanya 3 (tiga) nilai suatu konstitusi (Trianto dan Titik
Triwulan, 2007).
Nilai Normatif
Nilai normatif diperoleh apabila
penerimaan segenap rakyat suatu negara terhadap konstitusi benar-benar secara murni
dan konsekuen. Konstitusi ditata dan dijunjung tinggi tanpa adanya
penyelewengan sedikit pun. Dengan kata lain bahwa konstitusi telah dapat dilaksanakan
sesuai dengan isi dan jiwanya baik dalam produk hukum maupun dalam bentuk
kebijaksanaan
pemerintah.
Nilai Nominal
Nilai nominal diperoleh apabila
ada kenyataan sama dalam batas-batas berlakunya. Nilai yang terkait dengan batas-batas
berlakunya itulah yang dimaksudkan dengan nilai nominal konstitusi. Contoh
ketentuan pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum amandemen dinyatakan tidak
berlaku lagi karena Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tugasnya hanya
dalam masa peralihan dan badan itu sendiri tidak berlaku lagi sekarang.
Meskipun ketentuan itu tidak dicabut tidak berarti masih berlaku secara
efektif.
Nilai Semantik
Dalam hal ini konstitusi hanya
sekedar istilah saja. Meskipun secara hukum konstitusi tetap berlaku, tetapi
dalam kenyataannya hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah
ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik, pelaksanaannya selalu dikaitkan
denan kepentingan pihak
yang berkuasa (dalam arti
negatif).
C.Klasifikasi atau Pembagian
Konstitusi
Menurut K. C Wheare (dalam
Ubaidillah, dkk., 2006), pada intinya konstitusi dapat diklasifikasikan menjadi
lima kategori berikut. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis. Konstitusi
tertulis adalah konstitusi dalam bentuk dokumen yang memiliki kesakralan khusus
dalam proses perumusannya. Konstitusi tertulis merupakan suatu instrument yang
oleh para penyususunnya disusun untuk segala kemungkinan yang dirasa terjadi
dalam pelaksanaannya. Pada kasus lain, konstitusi tertulis dijumpai pada
sejumlah hukum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun konstitusi
dengan tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas mungkin bagi proses
undang-undang biasa mengembangkan konstitusi itu dalam aturan-aturan yang sudah
disiapkan. Sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi yang lebih
berkembang atas dasar adat istiadat daripada hukum tertulis. Konstitusi tidak
tertulis dalam perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang, misalnya penentuan
quarum, model perubahan (amandemen atau pembaruan) dan prosedur perubahannya.
Konstitusi Fleksible dan
Konstitusi Kaku. Konstitusi yang dapat diubah atau diamandemen tanpa adanya
prosedur khusus dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel. Sebaliknya konstitusi
yang mensyaratkan prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya adalah konstitusi
kaku. Menurut James Bryce, terdapat ciri-ciri khusus pada konstitusi fleksibel
yaitu a) elastis, b) diumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti
undang-undang. Sedangkan konstitusi kaku memiliki kekhususan sendir yaitu : a)
mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan
perundang-undangan yang lain, dan
b) hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa atau dengan
persyaratan yang berat.
Konstitusi Derajat Tinggi dan
Tidak Derajat Tinggi
Konstitusi derajat tinggi ialah
suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Jika dilihat
dari segi bentuknya, konstitusi ini berada di atas peraturan perundang-undangan
yang lain. Demikian juga syarat-syarat untuk mengubahnya sangatlah berat.
Sedangkan konstitusi tidak sederajat ialah suatu konstitusi yang tidak mempunyai
kedudukan. Persyaratan yang diperlukan untuk mengubah konstitusi ini sama
dengan persyaratan yang diperlukan untuk mengubah peraturan-peraturan yang lain
setingkat undangundang. Konstitusi Serikat dan Konstitusi Kesatuan Bentuk ini
berkaitan dengan bentuk suatu negara, jika bentuk suatu negara itu serikat,
maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah negara
serikat dengan pemerintah negara bagian. Sistem pembagian kekuasaan ini diatur
dalam konstitusi. Dalam negara kesatuan pembagian kekuasaan ini tidak dijumpai,
karena seluruh kekuasaan terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur
dalam konstitusi.
Konstitusi Sistem Parlementer dan
Konstitusi Presidensial
Bentuk ini berkaitan dengan
bentuk suatu negara, jika bentuk suatu negara itu serikat, maka akan didapatkan
sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah
negara bagian. Sistem pembagian kekuasaan ini diatur dalam konstitusi. Dalam
negara kesatuan pembagian kekuasaan ini tidak dijumpai, karena seluruh
kekuasaan terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.
D. Sejarah Konstitusi di
Indonesia dan Perubahannya
Dalam sistem ketatanegaraan
modern dewasa ini, terdapat 2 (dua) model perubahan konstitusi yaitu: pertama,
melalui renewel adalah sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan
konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang
baru secara keseluruhan; kedua, melalui amandeman adalah perubahan konstitusi
yang apabila suatu konstitusi dirubah konstitusi yang asli tetap berlaku.
Dengan kata lain, perubahan pada model amandemen tidak terjadi secara
keseluruhan bagian dalam konstitusi asli sehingga hasil amandemen tersebut
merupakan bagian atau lampiran yang menyertai konstitusi awal.
Berkaitan dengan perubahan konstitusi
di atas, menurut Miriam Budiarjo (A. Ubaidillah, dkk., 2006: 72) ada 4 (empat) macam
prosedur dalam perubahan konstitusi baik dalam model renewel maupun amandemen
yaitu : i) sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya
dapat diterapkan quorum untuk disidang yang membicarakan usul
perubahanundang-undang dasar dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk
menerimanya; ii) referendum (pengambilan keputusan dengan cara menerima atau
menolak usulan perubahan undang-undang); iii) negara-negara bagian dalam negara
federal (misal negara Amerika Serikat : ¾ % dari 50 negara bagian harus
menyetujui; iv) perubahan yang
dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang dibentuk
hanya untuk keperluan perubahan. Perubahan konstitusi merupakan suatu keharusan
dalam sistem ketatanegaraan suatu negara, karena bagaimanapun konstitusi
haruslah sesuai dengan realita kondisi bangsa dan warganegaranya. Dengan kata lain
sifat dinamis suatu bangsa dapat terlihat dari adanya sebuah perubahan peradaban
yang dapat diakomodasi dalam konstitusi negara tersebut. Indonesia sebagai
negara hukum, memiliki konstitusi saat ini adalah UUD 1945. Dalam perjalanan
sejarahnya, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa pergantian maupun
perubahan, baik nama maupun substansinya, (Ubaidillah, dkk., 2006: 74).
1. Undang-Undang
Dasar 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949.
2. Konstitusi
Republik Indonesia Serikat yang lazim dikenal dengan sebutan Konstitusi RIS
dengan masa berlakunya sejak 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950.
3. Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) Republik Indonesia 1950 yang masa berlakunya sejak 17
Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
4. Undang-Undang
Dasar 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia
berlaku mulai 5 Juli 1959 sampai 19 Oktober 1999.
5. Undang-Undang
Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999 sampai 18 Agustus 2000).
6. Undang-Undang
Dasar 1945 dan Perubahan I dan II ( 18 Agustus 2000 sampai 9 Nopember 2000).
7. Undang-Undang
Dasar 1945 dan Perubahan I, II dan III (9 Nopember 2000 sampai 10 Agustus
2002).
8. Undang-Undang
Dasar 1945 dan Perubahan I, II, III dan IV (10 Agustus 2002 sampai sekarang). Dilakukannya
amandemen terhadap UUD 1945 karena ruh dan pelaksanaan konstitusi jauh dari
paham konstitusi itu sendiri yang oleh Adnan Buyung Nasution (dalam Ubaidillah,
dkk., 2006) dinyatakan bahwa pemerintahan yang konstitusional itu bukanlah
pemerintahan yang sekedar sesuai dengan bunyi pasal-pasal konstitusi, melainkan
pemerintahan yang sesuai dengan bunyi konstitusi yang memang menurut esensi-esensi
konstitusionalisme. Dengan adanya amandemen UUD 1945 maka secara langsung
lembaga kenegaraan di Indonesia mengalami perubahan pula. Secara umum sistem kenegaraan
di negara modern dewasa ini mengikuti pola pembagian kekuasaan dalam
pemerintahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Montesqiue dengan teorinya yaitu
Trias Politica. Menurutnya, dalam setiap pemerintahan terdaat 3 (tiga) jenis
kekuasaan yaitu : legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ketiga kekuasaan
tersebut terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas maupiun alat
perlengkapan yang melakukannya. Indonesia dalam sistem ketatanegaraannya
menganut teori Trias Politicanya Montesqiue, hanya dalam pelakanaannya, sistem
ketatanegaraan Indonesia tidak terpisah namun terapat pembagian kekuasan antara
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Dalam perjalanannya, sistem ketatanegaraan
Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat mendasar terutama sejak adanya
amandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR hingga 4 (empat) kali perubahan.
Perubahan tersebut oleh Mahfud MD dilatarbelakangi : i) Kehendak untuk
membangun pemerintahan yang demokratis dengan sistem chek and balance yang seimbang
dan setara diantara pemegang kekuasaan; ii) Mewujudkan supremasi hukum dan
keadilan serta menjamin hak-hak asasi manusia; iii). Adanya pasal-pasal yan
multi tafsir; iv). Terlalu banyaknya atribusi kewenangan (Mahfud MD, 2003). Menurut
Ubaidillah (2006), hasil amandemen yang berkaitan dengan kelembagaan negara
dengan jelas dapat dilihat pada perubahan pertama UUD 1945 yang memuat
pengendalian kekuasaan presiden, tugas serta wewenang DPR dan presiden alam hal
pembentukan UU. Perubahan kedua UUD 1945 berfokus pada penataan ulang keanggotaan,
fungsi, hak maupun cara pengisiannya. Perubahan ketiga UUD 1945 menitikberatkan
pada penataan ulang kedudukan dan kekuasaan MPR, jabatan presiden yang berkaitan
dengan tatacara pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung,
pembentukan lembaga negarabaru yang meliputi Mahkamah Konstitusi, Dewan
Perwakilan Daerah dan Komisi Yudisial serta aturan tambahan untuk Badan
Pemeriksa Keuangan. Sedangkan perubahan
keempat
mencakupmateri tentang keanggotaan MPR, pemilihan presiden dan wakil presiden
berhalangan tetap serta kewenangan presiden. Lebih rinci, oleh Ubaidillah
menjelaskan reformasi ketatanegaraan di Indonesia terkait dengan lembaga
kenegaraan dijelaskan sebagai berikut.
Lembaga Legislatif
Dalam ketatanegaraan Indonesia,
lembaga legislatif dipresentasikan pada 3 (tiga) lembaga, yakni DPR, DPD dan
MPR. Dari ketiga lembaga tersebut posisi MPR merupakan lembaga yang bersifat
khas Indonesia.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga negara dalam sistem
ketatanegaraan Repbulik Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi,
anggaran dan pengawasan. Dalam menjalankan fungsinya, anggota DPR memiliki hak
interpelasi (hak meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan
pemerintah yang berdampakpada kehidupan bermasyarakat dan bernegara), hak
angket (hak untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang
diduga bertetangan dengan peratran perundang-undangan), dan hak menyatakan
pendapat. Di luar institusi, anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU,
mengajukan pertanyaan, menyampaikanusul dan pedapat, membela diri, hak imunitas
dan hak protokoler. Sedangkan DPD merupakan lembaga baru dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945, gagasan
pembentukan DPD adalah dalam rangka restrukturisasi parlemen di Indonesia
menjadi dua kamar. Dengan demikian resmilah pengertian Dewan perwakilan di
Indonesia mencakup DPR dan DPD, yang kedua-duanya secara bersama-sama disebut
MPR. Perbedaan keduanya terletak pada hakikat kepentingan yang diwakili masing-masing.
DPR dimaksudkan untuk mewakili rakyat, sedangkan DPD dimaksudkan untuk mewakili
daerah-daerah. DPD adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan RI yang
merupakan wakil-wakil propinsi dan dipilih melalui pemilihan umum yang memiliki
fungsi : a) pengajuan usul, ikut dalam pembahasan an memberikan pertimbangan
yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu; b) pengawasan atau pelaksanaan
undang-undang
tertentu. Sedangkan DPR mempunyai
tugas dan wewenang : a) Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden
untuk mendapatkan persetujuan bersama; b) Membahas dan memberikan persetujuan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c) Menerima dan membahas usulan
RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya
dalam pembahasan; d) Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan
DPD; e) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN serta kebijakan
pemerintah; f) Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh BPK).
Lembaga Eksekutif
Dalam ketatanegaraan Indonesia, sebagaimana
pada UUD 1945 bahwa kekuasaan eksekutf dilakukan oleh presiden yang dibantu
oleh wakil presiden yang dalam menjalankan kewajiban negara, hal ini
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 UUD 1945, presiden dibantu oleh
menteri-menteri negara. Menurut perubahan keiga UUD 1945 Pasal 6A, presiden dan
wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat,
sedangkan sebelum amandemen UUD 1945, presiden dan wakl presiden dipilih oleh MPR.
Dengan adanya perubahan (amandemen) UUD 1945, presiden tidak lagi
bertanggungjawab kepada MPR dan kedudukan antara MPR dan presiden adalah
setara.
Lembaga Yudikatif
Sesuai dengan prinsip pemisahan
kekuasaan maka fungsi-fungsi legislatif, ekseutif dan yudikatif dikembangkan sebagai
pembagian kekuasaan yang terpisah satu sama lainnya. Jika kekuasaan legislatif
berpuncak pada MPR yang terdiri dari dua kamar yakni DPD dan DPR, maka
kekuasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juga dipahami
mempunyai 2 (dua) pintu, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Amandemen
UUD 1945 telah membawa perubahan kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kehakiman.
Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh : i) Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada dibaahnya
dalam lingkungan peradilan umm, agama, militer dan lingkungan peradilan tata
usaha negara. ii) Mahkamah
Konstitusi. Di samping perubahan mengenai penyelenggaraan kekasaan kehakiman, UUD
1945 yang telah diamandemen juga mengintrodksi suatu lembaga baru yang bekaitan
dengan penyelenggaraan kekuasaa kehakiman yaitu komisi yudisial. Komisi
yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat
serta prilaku hakim.
Mahkamah Agung adalah salah satu
kekuasaan kehakiman di Indonesia, dan sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945,
kewajiban dan wewenang MA adalah : a) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang; b) Mengajukan 3 orang
anggota hakim konstitusi; c) Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi
grasi dan rehabilitasi. Sedangkan Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga baru
yang diperkenalkan oleh perubahan ketiga UUD 1945, yang mempunyai kewajiban dan
kewenangan adalah sebagai berikut : a) Berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannnya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan
memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum; b) Memberi putusan atas
penapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut
UUD 1945.
D. Konstitusi Sebagai Pengatur
Kehidupan Kenegaraan yang Demokratis
Konstitusi merupakan sarana bagi
terciptanya kehdupan kenegaraan yang demokratis bagi seluruh warga negara. Hal
ini dikarenakan bila negara mempunyai konstitiusi yang demokratis, maka
konstitusi yang demokratis tersebut dapat dijadikan aturan yang dapat menjamin
terwujudnya demokrasi di negara tersebut. Jika konstitusi dipahami sebagai
pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka konstitusi memiliki
kaitan yang cukup erat dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam sebuah negara.
Dengan demikian konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang
demokratis bagi seluruh warga negara. Dengan kata lain, negara yang memilih
demokrasi sebagai pilihannya, maka konstitusi demkratis merupakan aturan yang
dapat menjamin terwujudnya demokrasi di negara tersebut sehingga melahirkan
kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula. Kekuasaan yang demokratis dalam
menjalankan prinsip-prinsip demokrasi perlu dikawal agar nilai-nilai demokrasi
yang diperjuangkan tidak diselewengkan, maka partisipasi warga negara perlu
ditetapkan di dalam kosntitusi untuk ikut berpartisipasi dan mengawal proses
demokratisasi pada sebuah bangsa.
Karenana konstitusi menjadi
piranti yang sangat penting bagi sebuah negara demokrasi, yang selanjutnya
secara langsung konstitusi menjadi daya ikat yang berarti bagi penyelenggara
negara dan warga negara bagi terbentuknya negara demokrasi, maka setiap
konstitusi yang digolongkan sebagai
konstitusi yang demokratis
haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri, yang terdiri
atas :
1. menempatkan
warga negara sebagai sumber utama kedaulatan;
2. mayoritas
berkuasa dan terjaminnya hak minoritas;
3. adanya
jaminan pengharaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara.
4. pembaasan
pemerintahan;
5. adanya
jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang
bebas;
6. adanya
jaminan berlakunya hukm dan keadilan melalui proses peradilan yang independen,
dan
7. adanya
pembatasan dan pembagian kekuasaan negara.
Rangkuman
1. Konstitusi
dapat dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan
pemerintahan, hak-hak pihak yang diperintah dan hubungan di antara keduanya.
2. Tujuan
konstitusi adalah membatasi kesewenang-wenangan pemerintah, menjamin hak-hak
rakyat yang diperintah dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat,
sedangkan fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk
membentuk sistem politik dan sistem hukum negaranya.
3. Konstiitusi
demokratis adalah konstitusi yang mempunyai atau mengandung prinsip-prinsip
menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan; mayoritas berkuasa dan
terjaminnya hak minoritas; adanya jaminan pengharaan terhadap hak-hak individu
warga negara dan penduduk negara; pembaasan pemerintahan; adanya jaminan keterlibatan
rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang bebas; adanya jaminan
berlakunya hukum dan keadilan melalui proses peradilan yang bebas; adanya pembatasan
dan pembagian kekuasaan negara.
4. Terdapat
dua model konstitusi yaitu renewel dan amandemen.
5. Kosntitusi
merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga
negara.
Daftar Pustaka
v Kaelan
dan H. Achmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
v Kansil,
C.S.T. dan Cristine S.T. Kansil. 2005. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta :
Bumi Aksara.
v Rosyada,
Dede, dkk. 2004. Buku Panduan Dosen Pendidikan Kewargaan (Civic Education)
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana.
v Rozak,
Abdul, dkk. 2006. Buku Suplemen Pendidikan Kewargaan (Civic Education)
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta:Kencana.
v Sindhunata
(Ed.). 2000. Mengagas Paradigma Baru Pendidikan: Demokratisasi, Otonomi, Civil
Society, Globalisasi. Jakarta: Kanisius.
v Sumarno,
2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.H.
v Trianto
dan Titik Triwula Tutik, 2007. Falsafah Negara dan pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta : Prestasi Pusataka.
v Ubaidillah,
A., dkk.. 2006. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatullah bekerjasasama dengan The Asia Foundation.
v Winarno.
2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara.
izin copast kak..
ReplyDelete