Wednesday, November 25, 2015

pemikiran pendidikan islam menurut ATHIYAH AL-ABRASYI

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Dalam era perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, pendidikan agama semakin dibutuhkan oleh manusia, terutama pendidikan agama yang di harapkan makin memperkuat landasan spiritual, moral, etik dalam perkembangan zaman yang semakin modern, yang ditandai dengan kemajuan IPTEK dan informasi seperti zaman sekarang.
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam rangka membangun masa depan. Karena itu, pendidikan berperan mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar mampu mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamik.[1]Salah satunya adalah Pendidikan agama, tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan tentang agama, tetapi yang lebih penting adalah menanamkan rasa cinta terhadap agama agar mereka mempunyai pola pikir yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama pendidikan agama, sehingga mereka mendapatkan keyakinan benar dalam agama serta mereka mampu untuk mengubah nilai dan sikap yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Pendidikan Agama merupakan mata pelajaran yang paling mendasar bagi setiap manusia dan dengan di masukkanya pelajaran Pendidikan Agama ini di dalam kurikulum di sekolah-sekolah dariSD sampai dengan Universitas Negeri Muhaimin, konsep pendidikan islam,sebagai mana dalam Undang-Undang System Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 yang berbunyi “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya poteni peserta didik agar menjadi manusiayang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan banga”.
Athiyah Al-Abrasyi menjelaskan bahwa pendidikan agama islam adalah menanamkan akhlaq yang mulia, membiasakan mereka berpegang pada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela, berfikir secara rohaniyah dan insaniyah, serta menggunakan waktu buat belajar ilmu duniawi dan agama.[2]Pendidikan Agama Islam pada jenjang Sekolah menengah Pertama (SMP) bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang ajaran-ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwakepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat berbangsa dan bernegara.
 Dengan demikian apabila suatu siswa di jenjang pertama telah mendapatkan mata pelajaran pendidikan agama, maka dapat diharapkan menjadi muslim yangberiman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat betapa pentingnya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP), maka pendidikan agama harus mendapatkan perhatian baik dari pihak pemerintah, orang tua maupun masyarakat terutama bagi calon guru agama di masa yang akan datang. Melihat kondisi sekarang ini disertai dengan kemajuan IPTEK menjadi tantangan bagi guru agama dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam. Diantaranya banyak masalah yang menghambat guru agama dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam diantaranya kenakalan remaja, narkoba yang dapat menimbulkan parasiswa akan masuk di dalamnya. Kejadian seperti ini menuntut para keluarga, guru, serta pemerintah ikut bertanggung jawab atas masa depan generasi muda tersebut.
Dengan mengatasi adanya kejadian diatas sebagai akibatdari perubahan dan perkembangan IPTEK dan yang perlu diperhatikan secara serius saat ini adalah semaraknya narkoba dan obat-obatan sebagai salah satu penyebab merosotnya gairah belajar yang akan berakibat pada peningkatan kualitas pendidikan terutama pendidikan agama Islam. Pantas kalau kualitas pendidikan kita jauh dari harapan dan kebutuhan. Padahal dalam kapasitasnya yang sangat luas, pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segalabidang kehidupan dan perkembangan manusia dengan berbagai aspek kepribadiannya. Kreativitas guru agama akan menghasilkan suatu kualitas pendidikan agama Islam yang akan mencerdaskan peserta didik, dari beberapa kreatif dari pendidik yang diperoleh dari sekolah maupun dari lingkungan sekitarnya. Dari definisi di atas, diperoleh gambaran bahwa pendidikan agama islam membentuk keseimbangan antaranilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama sebagai dasarnya.

B.  Rumusan Masalah
Agar pembahasan makalah ini tidak melenceng dari pembahasan, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana BiografiMuhammad Athiyah Al-Abrasyi?
2.      Bagaimana Pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi?
3.       Bagaimana relevansi pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dengan pendidikan masa terkini ?








BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasyi
1.         Sejarah Kehidupan dan Latar Belakang Pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan pada Abd. Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954-1970. Beliau adalah satu dari sederetan nama yang tidak boleh dilupakan oleh para cendekiawan Arab dan muslimin. Beliau adalah penulis tentang pendidikan keislaman dan pemikiran, umurnya yang mendekati 85 tahun akan selalu terasa pengaruhnya bagi generasi sesudahnya. Beliau dilahirkan pada awal April tahun 1897 dan wafat pada tangga17 Juli 1981. Beliau memperoleh gelar Diploma dari Universitas Darul Ulum tahun 1921, dan tahun 1924 beliau terbang ke Inggris, disana beliau mempelajari ilmu pendidikan, psikologi, sejarah pendidikan, kesehatan jiwa, bahasa Inggris berikut sastranya.  Pada tahun 1927beliau memperoleh gelar sarjana pendidikan dan psikologi dari Universitas Ekstar, dan pada tahun 1930 beliau berhasil menggondol dua gelar sarjana bahasa, masing-masing adalah bahasa Suryani dari Universitas kerajaan di London, dan bahasa Ibrani dari Lembaga Bahasa Timur di London.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi adalah seorang sarjana yang telah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam, sekaligus sebagai guru besar pada Fakultas Darul Ulum Cairo Univercity, Cairo. Sebagai guru besar, beliau secara sistematis telah menguraikan pendidikan Islam dari zaman ke zaman serta mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai prinsip, metode, kurikulum dan sistem pendidikan modern di dunia Barat pada abad ke-20  ini.[3]
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi adalah seorang ulama, cendekiawan yang telah mendalami agama Islam dengan baik, menguasai beberapa bahasa asing, seorang psikolog dan pendidik jebolan London, penulis yang produktif dan seorang guru besar. Sebagai salah seorang dari sekian banyak ilmuan muslim yang sangat produktif mencetuskan gagasan dan ide menuju perbaikan dan peningkatan kualitas umat islam pada era sekarang ini dengan menawarkan konsep-konsep dasar bagi pendidikan islam yang merupakan hasil dari sari pati dari nilai ajaran al-Qur’an dan al-Hadits yang di galinya.[4]
Sesuai dengan keahliannya, beliau telah menjelaskan tentang posisi Islam mengenai ilmu, pendidikan dan al-Hadits, serta menjelaskan pula tentang fungsi masjid, institut, lembaga-lembaga, perpustakaan, seminar, dan gedung-gedung pertemuan dalam dunia pendidikan Islam dari zaman keemasannya sampai pada kita sekarang ini.[5]
Seperti diketahui pada zaman kejayaan Islam, Negeri Mesir dikenal sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan disamping Baghdad, Damaskus, Cordova dan lain-lain. Tetapi kemudian ketika dunia islam mengalami kemunduran, Mesirpun turut merasakannya, lebih-lebih setelah negeri ini berturut-turut dijajah Prancis dan Inggris. Akibatnya Mesir mengalami kemunduran di bidang pemikiran pada umumnya dan pendidikan pada khususnya. Di dorong kenyataan pahit inilah MuhammadAthiyah al-Abrasyi mencoba kembali menggali nilai-nilai dan unsur-unsur pembaharuan yang terpendam dalam khazanah perkembangan pendidikan Islam dimasa jayanya. Ia mencoba mencari titik persamaan dasar pendidikan islam dan pendidikanmodern.
Latar belakang kehidupan dan pendidikan yang dilalui beliau merupakan modal dasar bagi beliau untuk berkiprah sebagai salah seorang di antara pembaharu di Mesir dan dunia islam, mengingat umat dan masyarakat yang dihadapinya sedang bangkit dan berkembang ke arah kemajuan. Keberhasilan pendidikan islam dari semula sampai dimasa jayanya menurut beliau dapat dibuktikan dengan munculnya ilmuwan-ilmuwan besar seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina, Al-Kindi, Ibnu Khaldun dan Ibnu Maskawaih. Pendapat Muhammad Athiyah al-Abrasyi tentang pendidikan islam banyak dipengaruhi oleh dan dari rangkuman, saduran, pemahaman, dan pemikiran serta pendidik muslim sebelumnya yang di telusurinya dengan baik terutama pemahaman secara filosofis. Beliau cenderung menjadikan Ibnu Sina, al-Ghazali dan Ibnu Khaldun sebagai narasumber.
B.  Prinsip dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasyi
1.    Prinsip Pendidikan
a.    Kebebasan dan demokrasi dalam pendidikan
Metode pendidikan dan pengajaran dalam rangka pendidikan islam sangat banyak terpengaruh oleh prinsip kebebasan dan demokrasi. Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar, sehingga terbukalah jalan yang mudah untuk belajar bagi semua orang. Pintu masjid dan institut terbuka bagi anak didik yang ada dalam masyarakat tanpa adanya perbedaan antara yang kaya dan yang miskin serta tinggi rendahnya kedudukan sosial anak didik dalam masyarakat. Oleh karena itu, didalam islam tidak ada kelebihan antara orang Arab dengan yang bukan Arab, kecuali ketakwaannya.
Sebagaimana firman allah SWT, yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒâ¨$¨Z9$#$¯RÎ)/ä3»oYø)n=yz`ÏiB9x.sŒ4Ós\Ré&uröNä3»oYù=yèy_ur$\/qãèä©Ÿ@ͬ!$t7s%ur(#þqèùu$yètGÏ94¨bÎ)ö/ä3tBtò2r&yYÏã«!$#öNä39s)ø?r&4¨bÎ)©!$#îLìÎ=tã׎Î7yzÇÊÌÈ
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan[6] dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujarat:13)[7]
 Dari ayat diatas, sangatlah jelas bahwa islam ternyata menyamaratakan antara anak orang kaya dengan orang miskin dalam segala hal terutama dalam bidang pendidikan dan memberikan kesempatan sama pada anak didik untuk belajar tanpa diskriminasi. Tidak seorangpun kaum muslimin yang mengatakan bahwa orang-orang miskin diciptakan untuk bekerja di kebun, ladang dan pabrik, sedangkan yang kaya menguasai mereka dengan kekayaan. Akan tetapi, kepintaran tidak hanya bisa diperoleh orang kaya saja, melainkan juga oleh orang miskin. Kepintaran dan kecerdasan diberikan Allah SWT, kepada hambanya dengan sama rata yang membedakan hanya ketakwaannya.
Maka dari itu, untuk belajar pendidikan islam, anak didik tidak terikat pada batas umur tertentu, ijazah-ijazah atau nilai-nilai angka dalam ujian atau peraturan khusus untuk penerimaan siswa baru.

b.    Pembicaraan sesuai dengan tingkat intelektual
Prinsip ini merupakan prinsip terpenting dalam pendidikan islam dan termasuk prinsip terbaru dalam pendidikan modern, Al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengitarakan bahwa:
“Seorang pendidik hendaknya membatasi dirinya dalam berbicara dengan anak didik sesuai dengan daya pengertiannya, dan jangan diberikan kepadanya sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh akalnya, karena akibatnya ia akan lari dari pelajaran atau akalnya memberontak terhadapnya”.[8]
Di abad modern yang serba canggih sekarang, permasalahan kehidupan semakin rumit dan memerlukan pemecahan yang tepat dan tepat, padahal al-Qur’an dan al-Hadits tidak memuat pemecahan persoalan-persoalan itu secara rinci. Al-Qur’an hanya bersifat global sedangkan Nabi dan Wahyu tidak akan datang lagi. Banyak hal yang sebelumnya tidak terpikirkan, sekarang muncul dan menuntut pemecahannya seperti nikah via telepon, bayi tabung dan lain sebagainya. Semua itu menuntut pemecahan hukum yang akurat agar umat islam tidak bingung menghadapinya.
Terkait dengan pendidikan, maka seorang pendidik menyajikan kepada anak didik suatu hakekat bila diketahui bahwa anak didik sanggup memahami sendiri hakekat tersebut, yaitu dengan penetapan setiap anak didik pada tempat yang wajar, harus memilihkan mata pelajaran yang dapat diterimanya agar dengan demikian berbicara dengan anak didik bisa disesuaikan dengan akalnya, gaya yang dimengerti dan dengan bahasa yang serasi.
c.    Pengaruh pembawaan dan instink terhadap pilihan
Setiap orang yang meneliti buku-buku yang ditinggalkan oleh sarjana-sarjana islam, akan menyaksikan pendapat mereka mengenai instink dan cara-cara pendidikannya mengenai studi atas kemampuan-kemampuan manusia dan hubungan dengan pendidikan akhlak dan moral. Sarjana muslim itu berkata bahwa diri manusia terdapat:
1). Kemampuan untuk membedakan dan memikirkan
2). Unsur-unsur kemarahan yang mencakup sifat-sifat marah, membantu kawan, agresif, gila kekuasaan dan penonjolan diri.
3). Unsur-unsur syahwat (hawa nafsu) yang mencakup nafsu-nafsu mencari makan dan berbagai kelezatan-kelezatan panca indera.
Para intelektual islam telah lama menganjurkan agar pembawaan, instink, dan seseorang diperhatikan dalam menuntut ke arah bidang pekerjaan yang dipilihnya demi masa depan kehidupannya. Dalam hal ini, Ibnu Sina sebagaimana dikutip oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyarankan agar menekankan kemampuan instink anak-anak harus diperhatikan yang merupakan landasan dalam pendidikannya. Tidak semua pekerjaan yang di cita-citakan akan terpenuhi secara keseluruhan, hanya pekerjaan yang sesuai dengan instink dan pembawaannya. Karena itu, kewajiban seorang juru didik bila hendak memilihkan bidang pekerjaan untuk anak harus memilih dahulu dan menguji, sehingga bakatnya bisa terpenuhi sesuai dengan bidangnya.
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi bahwa islam sangat pemperhatikan perbedaan-perbedaan individual antara anak-anak yaitu perbedaan yang timpul akibat perbedaan keturunan, pembawaan dan bakat dari si kecil. Hal ini terbukti dalam penyelidikan-penyelidikan ilmu jiwa, bahwa pengekangan terhadap kemarahan, penindasan atas hawa nafsu, ataupun penggecetan atas instink seorang anak, akan membahayakan terhadap dirinya. Jalan yang terbaik  adalah kita tuntun ia dengan petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat, pendidikan serta daya upaya lainnya sehingga nafsu kemarahan, hawa nafsu atau instink yang liar itu dapat dijanjikan dan ditundukkan.
d.   Kecintaan terhadap pengetahuan
Setiap siswa yang cinta ilmu akan senang sekali belajar dan menggunakan seluruh waktunya untuk melakukan penelitian, membaca studi memecahkan problematik ilmiah, mencernakan ilmu, bergairah dalam menggali ilmu pengetahuan dan maslaah-masalah ilmiah tanpa segan-segan bertekun siang malam mempersiapkan pelajaran mereka buat keesokan harinya. Mereka menyerahkan seluruh kekuatan masa muda dan hidupnya untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Dengan cara demikian, dikalangmuslim terdapat ulama-ulama dan sarjana kenamaan, ahli fiqih, sastrawan, penyair dan ahli bahasa yang telah menghasilkan karya-karya agung dan berharga dibidang tafsir, hadits, fiqih, tauhid, balaghah, syari’at dan ensiklopedi-ensiklopedi bahasa, yaitu buku-buku yang merupakan referensi yang tidak seorangpun sarjana-sarjana di Timur maupun Barat yang sanggup menandinginya.[9]
2.    Tujuan Pendidikan Islam
Muhammad Athiyah al-Abrasyi membagi lima azaz yang menjadi sasaran tujuan pendidikan islam, antara lain:
a.    Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia
b.    Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat
c.    Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan atau tujuan vokasional dan profesional
d.   Menumbuhkan roh ilmiah (scientific sprint) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan peserta didik mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu
e.    Menyiapkan pelajar dari segi profesional, tekhnikal, dan pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu.

C.  Pendidikan dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
1.      Pendidik
Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyebut pendidik adalah sebagai Spiritual Father atau bapak rohani dari seorang peserta didik, dialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya atau meluruskan perilaku peserta didik yang buruk.[10] Maka menghormati pendidik berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, dengan pendidik itulah mereka hidup dan berkembang sekiranya setiap pendidik itu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul.
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi[11] kode etik pendidikan islam adalah sebagai berikut:
a.    Mempunyai kebapakkan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi peserta didiknya seperti menyayangi anaknya sendiri.
b.    Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar mengajar.
c.    Memperhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemerian materi harus di ukur dengan kadar kemampuannya.
d.   Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik, misalnya hanya memprioritaskan anak yang memiliki IQ tinggi.
e.    Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian dan kesempurnaan.
f.     Ikhlas dalam menjalankan aktifitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar kewajibannya.
g.    Dalam mengajar supaya mengitkan materi satu dengan materi lainnya (menggunakan pola integrited curriculum).
h.    Memberi bekal peserta didik dengan ilmuyang mengacu pada masa depan, karena ia tercipta berbeda dengan zaman yang di alami oleh pendidiknya.
i.      Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab dan mampu mengatasi problem peserta didik,serta mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yan dilakukan dengan sungguh-sungguh.
2.    Peserta didik
Berbicara tentang konsep murid/peserta didik dalam islam, Muhammad Athiyah al-Abrasyi menegaskan bahwa peserta didik dalam menuntut ilmu pengetahuan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu. Adapun kewajiban-kewajiban yang harus senan tiasa diperhatikan oleh setiap peserta didik dan dikerjakannya adalah sebagai berikut:[12]
a.       Sebelum belajar, harus membersihkan diri dari segala sifat yang buruk karena belajar adalah juga ibadah.
b.      Belajar dengan maksud mengisi jiwa dan rasa fadilah, mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.       Bersedia menuntut ilmu walaupun sampai meninggalkan keluarga dan tanah air.
d.      Menekuni ilmu sampai selesai artinya jangan terlalu sering berganti guru, jika berganti juga harus difikir matang-matang terlebih dahulu.
e.       Hendaknya ia memiliki guru dan menghormatinya karena Allah dan berupaya menyenangkan guru dengan menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
f.       Jangan berjalan di depannya, duduk ditempatnya dan jangan mulai berbicara kecuali sudah ada izinnya.
g.      Saling mencintai dan berjiwa persaudaraan antara sesama murid.
h.      Bertekad belajar sampai akhir hayat dan jangan meremehkan suatu bidang ilmu.
Selain yang telah di sebutkan di atas, menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi masih ada prinsip-prinsip penting mengenai pendidik dan peserta didikadalah sebagai berikut:[13]
a.       Akhlak dan moral yang sempurna lebih berharga dari ilmu.
b.      Pengagungan ilmu, ulama dan sarjana.
c.       Perhatian yang cukup dalam mempererat hubungan pribadi.

D.  Kurikulum atau Materi Pendidikan Islam
Dalam pendidikan modern dewasa ini, pembawaan dan keinginan peserta didik sangat diperhatikan. Oleh karena itu dalam pembuatan kurikulum Muhammad Athiyah al-Abrasyi[14] mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Harus ada mata pelajaran yang ditujukan mendidik rohani atau hati.
Ini berarti perlu diberikan mata pelajaran ketuhanan. Maka dari itu, peserta didik di berikan pelajaran-pelajaran keagamaan dan ke-Tuhanan karena ilmu termulia ialah mengenai tuhan sangat besar serta sifat-sifat yang pantas pasa tuhan.
2.    Mata pelajaran harus ada yang berisi petunjuk dan tuntunan untuk menjalani cara hidup yang mulia, sempurna seperti ilmu akhlak, hadits, fikih dan lain sebagainya.
3.    Mata pelajaran yang dipelajari oleh orang-orang islam karena mata pelajaran tersebut mengandung kelezatan ilmiah dan kelezatan ideologi, yaitu oleh ahli-ahli pendidikan utama dewasa ini dinamakan menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri. Ilmu mempelajari untuk memenuhi rasa ingin tahu yang ada pada setiap manusia.
4.    Pada mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan. Dengan kata lain, ilmu itu harus terpakai.
5.    Pendidikan kejuruan, tehnik dan industrialisasi untuk mencari penghidupan. Selain mengutamakan segi-segi kerohanian, keagamaan dan moral pendidikan islam tidan mengesampingkan pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk mempelajari subyek atau latihan-latihan kejuruan mengenai beberapa bidang pekerjaan teknik dan perindustrian setelah peserta didik selesai menghafal al-Qur’an dan peelajaran-pelajaran agama dengan maksud mempersiapkan peserta didik untuk mencari kebutuhan hidup.
6.    Mata pelajaran yang diberikan berguna dalam mempelajari ilmu lain, yang dimaksud adalah ilmu alat seperti bahasa dan semua cabangnya.

E.  Metode Pendidikan
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy metode adalah jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik tentang semacam pelajaran dalam segala mata pelajaran.[15] Metode merupakan rencana yang dibuat oleh pendidik sebelum memasuki kelas dan menerapkannya di dalam kelas.
Adapun metode pendidikan islam yang relevan dan efektif dalam pengajaran islam menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah:[16]
1.    Metode induktif (al-Istiqraiyah al-Istinbatiyah)
2.    Metode deduktif (al-Qiyasiyah)
3.    Metode periklanan (al-Ikhbariyah) dan metode pertemuan (al-Muhadharah)
Metode ini dilakukan dengan cara memasang iklan, pemberitahuan, pengumuman, brosur-brosur, berita-berita baik melalui televisi, radio maupun surat kabar, jurnal atau majalah. Metode ini dapat direalisasikan dengan menggunakan model-model sebagai berikut:
1.    Ceramah(Lecturing/al-mawidhah)
2.    Tulisan(Al-Kitabah)
3.    Metode dialog(Hiwar)
Untuk merealisasikan metode dialog dapat digunakan model-model sbb:
1.    Tanya jawab(Al-As’ilah wa Ajwibah)
2.    Diskusi(Al-Niqasy)
3.    Bantah-bantahan(Al-Mujadalah)
4.    Brainstorming(Sumbang saran)
5.    Metode koreksi dan kritik(Al-Tanqibiyah)
6.    Metode metavora(Al-Amtsal)
7.    Metode permainan(Al-La’bu / Game)
8.    Metode Drill(Al-Tadrib wa Al-Muronah)
9.    Metode kuliah (Muhadharah)

F.   Karya-karya Muhammad Athiyah al-Abrasyi
Adapun karya-karya Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah:[17]
1.        Ruh al-Islam, Isa al- Babiel Halabi bi Sayidina Husaini, Cairo.
2.        Uzmat al- Islam, jilid I dan II, Mesir, Cairo.
3.        At-Tarbiyah Islamiyah,Dar al-Qoumiyah li al-Tiba’ati wa al-Nashir,Cairo.
4.        At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
5.        Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
6.        Uzmat al-Rasul Muhammad SAW, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
7.        Al-Ittijahat al-haditsah fi al-Tarbiyah, Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
8.        Al-Thuruq al-Khassat al-Haditsah fi al-Tarbiyah li Tadris al-Lughat al-Arabiyah Wadiin, Mesir.
9.        At-Tufalah Sani’atul Mustaqbal au Kaifa Nurabbi at-Falana, Mesir.
10.    Al-Ilmu Shi’ar al-Surah Thaqofyah, Al-Anglo, Mesir.
11.    Ushul al-Tarbiyah Misaliah fi Emile li J. J. Rosseau, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
12.    J. J. Rosseau wa Waarauhu fi al-Ishlah Ijtima’, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
13.    Ilmu Nafsi Tarbawi, tiga jilid, Shirqatul Qaumiyah.
14.    Al-Syakhsiyah, Darul Ma’arif, Cairo.
15.    Ushul Tarbiyah wa Qawaid al-Tadris, Mesir.
16.    Lughat al-Araby wa Kaifa Nahdlat al-Misriyah, Cairo.
17.    Al-Tarbiyah wa al-Hayat.
18.    Ilmu Nafsi li al-Jami’.
19.    Muskhilatu Al-Ta’limin Ula bi Misri.
20.    Min Wahyi al-Taurat, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
21.    Qassasa Insaniyah li Charles Dickens, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
22.    Al-Mufassil fi Lughati Suryaniyah wa Adabuha.
23.    Al-Asasu fi al-Lughat al-Arabiyah.
24.    Al-Adabu as-Shamiyah.




G.      Relevasi pemikiran pendidikan Muhammad Athiyah Al Abrasi dengan masa kini
Athiyah Al-Abrasyi mempunyai beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam lembaga pendidikan islam. Yaitu:
Pertana,Berpikir bebas dan mandiri dalam belajar (Demokrasi), maksudnya adalahpeserta didik diajarkan berpikir bebas bertujuan untuk mengembangkanpotensi peserta didik, karena setiap manusia pasti mempunyai keinginandan kemauan untuk berkreasi dengan bebas, tampa adasuatu paksaan,seperti: seorang peserta didik yang disuruh oleh orang tuanya untukmengambil jurusan A, padahal jurusan yang diinginkan adalah jurusan B,maka keinginan peserta didik tersebut akan pupus ditengan jalan,sedangkan yang dicita- citakan orang tuanya belum tentu terwujud karena tidak ada semangat dalam diri anak tersebut, selain itu peserta didik jugabebas berpikir dalam segala sesuatu yang akan dilakukan, karena Allahmemberikan manusia akal agar belajar berpikir lebih baik.
Kedua, Sistem belajar individual, athiyah menganggap sistem ini adalahsalah satu dari belajar bersikap demokratis dan mandiri, yaitu tidakbergantung dengan orang lain dalam pengenbangan dirinya terhadappotensi yang dimiliki.
Ketiga, Memperhatikan perbedaan bakat dankemampuan anak didik dalam proses belajar mengajar, hal ini sesuaidengan UU No 20 Tahun 2003, Bab V, Pasal 12, Tentang Peserta Didikyaitu setiap peserta didik mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai denganbakat, minat, dan kemampuan peserta didik, hal ini menunjukkan bahwamasih relevannya pemikiran Athiyah Al-Abrasyi tentang pendidikan islam.[18]terutama tentang pelayanan untuk peserta didik yang mana membangunpotensinya untuk lebih maju dan lebih baik daam memperjuangkan dirinya.
Keempat, Memperhatikan potensi dasar dari setiap anak didik, yaitu setiappeserta didik mempunyai potensi dalam mengembangkan potensi dankemampuannya, yaitu dengan latihan terus- menerus atau mengasahpotensinya sesuai dengan bakat yang dimiliki.
Kelima, Ujian atau teskecakapan peserta didik merupakan salah satu tes untuk memperoleh datatentang penguasaan terhadap materi yang diajarkan, baik tes tulis maupuntes lisan, sehingga diadakan ujian atau tes kecakapan itu. Hal tersebutsangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan dan kemampuanpeserta didik yaitu sebagai tolak ukur kemampuan peserta didik.
Keenam,Berbicara (menyampaikan dan menjelaskan pelajaran) sesuai dengan kadar
kemampuan daya tangkap akal pikiran anak didik yaitu akal seseorang itusama akan tetapi kemampuan seseorang berbeda sesuai dengan kemauanuntuk menjunjung tinggi martabat peserta didik tersebut. Allah tidakmenyukai sesuatu yang berlebih- lebihan seperti maksud diatas yaituberbicara sesuai kemampuannya tampa ada gengsi. Selain itu juga harusdiperhatikan lawan bicaranya apakah dia bisa memahami perkataan tersebutatau atau tidak, apabila kita berbicara dengan orang lain tidak sesuaidengan kemampuan daya tangkapnya maka dia seperti berbicara denganpatung (tidak ada respon). Ketujuh, Memperhatikan anak didik dengan baikdan penuh kasih sayang. Setiap orang senang sekali apabila ada orang yangmenyayanginya, apalagi orang yang disayangi oleh peserta didik sendiri.
Apabila peserta didik diperlakukan dengan baik, maka dia dengan senanghati melakukan perintahnya, karena peserta didik tersebut mengerti ataupaham kalau orang yang menyuruhnya tidak akan menjerumuskannyakepada kejelekan, oleh karena itu bisa dikatakan wajib apabila menghadapipeserta didik dengan halus dan penuh dengan kasih sayang karena merekaakan merasa terlindungi.
Kedelapan, Memperhatikan pendidikan akhlakdidik karena akhlak merupakan gambaran bagi peserta didik, akhlah harusbenar- benar diperhatikan, karena itu merupakan pondasi bagi kehidupanmanusia. Jika mulai sejak kecil manusia tidak ditanami dengan pendidikanakhlak, maka anak tersebut akan sering melawan terhadap apa- apa yangdiperintahkan oleh orang tua, dan apabila sebaliknya maka dia akan patuhterhadap perintah orang tua.
Bebeberapa karangan Athiyah Al-Abrasyi merupakanperbandingan pada abad 20-an di dunia barat, oleh karena itu pemikiranbeliau yang telah tertuang dalam bukunya masih sangat relevan sekalidengan keadaan masa sekarang. Pada masa dahulu ketika beliau masih hidup beliau ingin mencobamengembalikan keagungan islam yaitu dengan cara pendidikan sistemmodern yang mana orang barat belum bisa memperaktikannya. Hal itudilakukan karena seperti yang terjadi pada masa modern ini yaitumasuknya budaya barat yang mana banyak menimbulkan krisis di dalamkehidupan manusia, sehingga Athiyah Al-Abrasyi memunculkan idekreatifnya yaitu ingin mengembalikan nilai- nilai islam dengan baik danbenar dengan mengaktualisasikan lagi budaya zaman dahulu yang masihrelevan dan mengambil dengan menyaring budaya zaman modern. Halitulah yang merupakan salah satu dampak masih relevannya pemikiranAthiyah Al-Abrasyi.
Tujuan Athiyah Al- Abrasyi dalam mengembangkan pendidikanislam yaitu sangat mementingkan akhlak dan memelihara peserta didikdengan mengembangkan potensinya, karena akhlak merupakan hakikatseseorang dalam bertindak dan bersikap.
Dalam pemikirannya, Athiyah Al- Abrasyi dipengaruhi dan didukungoleh Al- Ghazali dan Ibnu Sina dimana memiliki pemikiran yang samatentang tujuan pendidikan islam, akan tetapi tujuan Pendidikan yangdisepakati oleh tiga tokoh tersebut berbeda dengan pendapat Az- Zarnujiyang lebih mengutamakan niat, dan Ibnu Maskawih mengutamakan batin.Tujuan Pendidikan yang di lontarkan oleh Athiyah Al- Abrasi, Ibnu Sina,dan Al- Ghazali berlawanan dengan pendapat Al- Qabisi yang mengatakanbahwa tujuan pendidikan hanyalah untuk duniawi saja, dimana bekerjamerupakan alat untuk memenuhi kebutuhan hidup (ekonomi).



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pemikiran Athiyah Al-Abrasyi tentang Tujuan Pendidikan Islam dalam kitab Al-Tarbiyah Al-Islamiyyah Wa Falaasifatuha masih relevan dengan tujuan pendidikan masa sekarang, karena tujuan yang dijunjung oleh Athiyah itu sesuai dan masih dipakai oleh masyarakat umum pada masa ini. Seperti, penanaman akhlak terhadap peserta didik, agar peserta didik tersebut mempunyai sikap yang sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang mendidiknya. Kehidupan dunia dan akhirat yang mana manusia sekarang sedang menghadapi kehidupan di dunia dan akan menjalani kehidupan di akhirat yaitu kehidupan dia akhirat merupakan hasil dari pekerjaan atau kelakuan di dunia, selain itu segi- segi mamfaat juga yang diperhatikan karena setiap sesuatu pasti ada mamfaatnya, ilmu beserta dzatnya, yangnmana ilmu ilmu itu banyak memberi mamfaat bagi kehidupan manusia dan itu tidak boleh diabaikan. Bekerja sesuai dengan bidangnya, agar orang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang diinginkannya tersebut.





[1]Muhaimin, konsep pendidikan islam, (solo: ramadhan, 1991), hal.. 9
[2]Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar pokok pendidiikan islam, (terj)Bustani A Ghani Bakri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hal. 12
[3]M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry. Jakarta: Bulan Bintang. Cet. VII. 1987. 20-21
[4]Abu Kasim, Konsep Pendidikan Islam(Tela’ah pemikiran Muhammad athiyah al-Abrasyi), , JIPTIAN (Knowledge Management Research Group), 2008. 22
[5]Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok.......,
[6]Adam dan Hawa
[7]Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an, Bandung: Fa. Sumatera, 1978. 118
[8]Bachtiar Surin, Terjemah.........,..
[9]Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, 2006. 19-20
[10]Abdul Majid dan Jusuf Mudzakir, Ilmu... ... 136
[11]Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah....129-131. Lihat juga Abdul Mujid & Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan....100-101, M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar... terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahri. 137-139, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, BeberapaPemikiran.. . .terj. Syamsuddin Asyrofi.
[12]Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok……….,. 147-148, lihat juga di Abu Kasim, Konsep Pendidikan Islam, 2008, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan……………., hal. 142-144
[13]Ibid, hal. 148-149
[14]Ibid,hal. 173-185. lihat juga Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 66-67., lihat juga di Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka setia, 1998, hal. 138-139.
[15]Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, Saudi Arabia: Dar al-Ahya’, tth. 243.
[16]Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh …. 246-281
[17]Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruh….. 410. lihat juga di Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah………….., 293-295
[18]Depatemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahanya, (Bandung: PT Syaamil CiptaMulia, 2005), hlm. 75

5 comments: