BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini,
pendidikan agama semakin dibutuhkan oleh manusia, terutama pendidikan agama
yang di harapkan makin memperkuat landasan spiritual, moral, etik dalam
perkembangan zaman yang semakin modern, yang ditandai dengan kemajuan IPTEK dan
informasi seperti zaman sekarang.
Pendidikan merupakan
salah satu aspek yang sangat penting dalam rangka membangun masa depan. Karena
itu, pendidikan berperan mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar
mampu mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamik.[1]Salah
satunya adalah Pendidikan agama, tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan tentang agama, tetapi yang lebih penting adalah menanamkan rasa
cinta terhadap agama agar mereka mempunyai pola pikir yang sesuai dengan
nilai-nilai ajaran agama pendidikan agama, sehingga mereka mendapatkan
keyakinan benar dalam agama serta mereka mampu untuk mengubah nilai dan sikap
yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Pendidikan Agama
merupakan mata pelajaran yang paling mendasar bagi setiap manusia dan dengan di
masukkanya pelajaran Pendidikan Agama ini di dalam kurikulum di sekolah-sekolah
dariSD sampai dengan Universitas Negeri Muhaimin, konsep pendidikan islam,sebagai mana dalam Undang-Undang System Pendidikan Nasional No.20
Tahun 2003 yang berbunyi “pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya poteni peserta didik agar menjadi manusiayang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan banga”.
Athiyah Al-Abrasyi
menjelaskan bahwa pendidikan agama islam adalah menanamkan akhlaq yang mulia,
membiasakan mereka berpegang pada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal
yang tercela, berfikir secara rohaniyah dan insaniyah, serta menggunakan waktu
buat belajar ilmu duniawi dan agama.[2]Pendidikan
Agama Islam pada jenjang Sekolah menengah Pertama (SMP) bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik
tentang ajaran-ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan
bertakwakepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat
berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian apabila suatu siswa di jenjang
pertama telah mendapatkan mata pelajaran pendidikan agama, maka dapat
diharapkan menjadi muslim yangberiman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta
berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat betapa pentingnya
pendidikan agama di sekolah-sekolah umum khususnya di Sekolah Menengah Pertama
(SMP), maka pendidikan agama harus mendapatkan perhatian baik dari pihak
pemerintah, orang tua maupun masyarakat terutama bagi calon guru agama di masa
yang akan datang. Melihat kondisi sekarang ini disertai dengan kemajuan IPTEK
menjadi tantangan bagi guru agama dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam.
Diantaranya banyak masalah yang menghambat guru agama dalam meningkatkan
kualitas pendidikan agama Islam diantaranya kenakalan remaja, narkoba yang
dapat menimbulkan parasiswa akan masuk di dalamnya. Kejadian seperti ini
menuntut para keluarga, guru, serta pemerintah ikut bertanggung jawab atas masa
depan generasi muda tersebut.
Dengan mengatasi
adanya kejadian diatas sebagai akibatdari perubahan dan perkembangan IPTEK dan
yang perlu diperhatikan secara serius saat ini adalah semaraknya narkoba dan obat-obatan
sebagai salah satu penyebab merosotnya gairah belajar yang akan berakibat pada
peningkatan kualitas pendidikan terutama pendidikan agama Islam. Pantas kalau
kualitas pendidikan kita jauh dari harapan dan kebutuhan. Padahal dalam
kapasitasnya yang sangat luas, pendidikan memiliki peran dan berpengaruh
positif terhadap segalabidang kehidupan dan perkembangan manusia dengan
berbagai aspek kepribadiannya. Kreativitas guru agama akan
menghasilkan suatu kualitas pendidikan agama Islam yang akan mencerdaskan
peserta didik, dari beberapa kreatif dari pendidik yang diperoleh dari sekolah
maupun dari lingkungan sekitarnya. Dari definisi di atas, diperoleh gambaran
bahwa pendidikan agama islam membentuk keseimbangan antaranilmu pengetahuan dan
nilai-nilai agama sebagai dasarnya.
B. Rumusan
Masalah
Agar pembahasan makalah ini
tidak melenceng dari pembahasan, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana BiografiMuhammad Athiyah Al-Abrasyi?
2.
Bagaimana Pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi?
3.
Bagaimana relevansi pemikiran Pendidikan Islam
Tokoh Muhammad Athiyah
Al-Abrasyi dengan pendidikan masa terkini ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasyi
1.
Sejarah Kehidupan dan Latar Belakang Pemikiran Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi
Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa
pemerintahan pada Abd. Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954-1970.
Beliau adalah satu dari sederetan nama yang tidak boleh dilupakan oleh para
cendekiawan Arab dan muslimin. Beliau adalah penulis tentang pendidikan
keislaman dan pemikiran, umurnya yang mendekati 85 tahun akan selalu terasa
pengaruhnya bagi generasi sesudahnya. Beliau dilahirkan pada awal April tahun
1897 dan wafat pada tangga17 Juli 1981. Beliau memperoleh gelar Diploma dari
Universitas Darul Ulum tahun 1921, dan tahun 1924 beliau terbang ke Inggris,
disana beliau mempelajari ilmu pendidikan, psikologi, sejarah pendidikan,
kesehatan jiwa, bahasa Inggris berikut sastranya. Pada tahun 1927beliau memperoleh gelar
sarjana pendidikan dan psikologi dari Universitas Ekstar, dan pada tahun 1930
beliau berhasil menggondol dua gelar sarjana bahasa, masing-masing adalah
bahasa Suryani dari Universitas kerajaan di London, dan bahasa Ibrani dari
Lembaga Bahasa Timur di London.
Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi adalah seorang sarjana yang telah lama berkecimpung dalam
dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam,
sekaligus sebagai guru besar pada Fakultas Darul Ulum Cairo Univercity, Cairo.
Sebagai guru besar, beliau secara sistematis telah menguraikan pendidikan Islam
dari zaman ke zaman serta mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai
prinsip, metode, kurikulum dan sistem pendidikan modern di dunia Barat pada
abad ke-20 ini.[3]
Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi adalah seorang ulama, cendekiawan yang telah mendalami agama
Islam dengan baik, menguasai beberapa bahasa asing, seorang psikolog dan
pendidik jebolan London, penulis yang produktif dan seorang guru besar. Sebagai
salah seorang dari sekian banyak ilmuan muslim yang sangat produktif
mencetuskan gagasan dan ide menuju perbaikan dan peningkatan kualitas umat
islam pada era sekarang ini dengan menawarkan konsep-konsep dasar bagi
pendidikan islam yang merupakan hasil dari sari pati dari nilai ajaran
al-Qur’an dan al-Hadits yang di galinya.[4]
Sesuai dengan
keahliannya, beliau telah menjelaskan tentang posisi Islam mengenai ilmu,
pendidikan dan al-Hadits, serta menjelaskan pula tentang fungsi masjid,
institut, lembaga-lembaga, perpustakaan, seminar, dan gedung-gedung pertemuan
dalam dunia pendidikan Islam dari zaman keemasannya sampai pada kita sekarang
ini.[5]
Seperti
diketahui pada zaman kejayaan Islam, Negeri Mesir dikenal sebagai salah satu
pusat ilmu pengetahuan disamping Baghdad, Damaskus, Cordova dan lain-lain.
Tetapi kemudian ketika dunia islam mengalami kemunduran, Mesirpun turut
merasakannya, lebih-lebih setelah negeri ini berturut-turut dijajah Prancis dan
Inggris. Akibatnya Mesir mengalami kemunduran di bidang pemikiran pada umumnya
dan pendidikan pada khususnya. Di dorong kenyataan pahit inilah MuhammadAthiyah
al-Abrasyi mencoba kembali menggali nilai-nilai dan unsur-unsur pembaharuan
yang terpendam dalam khazanah perkembangan pendidikan Islam dimasa jayanya. Ia
mencoba mencari titik persamaan dasar pendidikan islam dan pendidikanmodern.
Latar belakang
kehidupan dan pendidikan yang dilalui beliau merupakan modal dasar bagi beliau
untuk berkiprah sebagai salah seorang di antara pembaharu di Mesir dan dunia
islam, mengingat umat dan masyarakat yang dihadapinya sedang bangkit dan
berkembang ke arah kemajuan. Keberhasilan pendidikan islam dari semula sampai
dimasa jayanya menurut beliau dapat dibuktikan dengan munculnya ilmuwan-ilmuwan
besar seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina, Al-Kindi, Ibnu Khaldun dan Ibnu Maskawaih.
Pendapat Muhammad Athiyah al-Abrasyi tentang pendidikan islam banyak
dipengaruhi oleh dan dari rangkuman, saduran, pemahaman, dan pemikiran serta
pendidik muslim sebelumnya yang di telusurinya dengan baik terutama pemahaman
secara filosofis. Beliau cenderung menjadikan Ibnu Sina, al-Ghazali dan Ibnu
Khaldun sebagai narasumber.
B. Prinsip dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Prof. Dr. M.
Athiyah Al-Abrasyi
1. Prinsip
Pendidikan
a. Kebebasan dan
demokrasi dalam pendidikan
Metode pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pendidikan islam sangat banyak terpengaruh oleh prinsip kebebasan dan
demokrasi. Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan yang
sama dalam belajar, sehingga terbukalah jalan yang mudah untuk belajar bagi
semua orang. Pintu masjid dan institut terbuka bagi anak didik yang ada dalam
masyarakat tanpa adanya perbedaan antara yang kaya dan yang miskin serta tinggi
rendahnya kedudukan sosial anak didik dalam masyarakat. Oleh karena itu,
didalam islam tidak ada kelebihan antara orang Arab dengan yang bukan Arab,
kecuali ketakwaannya.
Sebagaimana firman allah SWT, yang
berbunyi:
$pkr'¯»tâ¨$¨Z9$#$¯RÎ)/ä3»oYø)n=yz`ÏiB9x.s4Ós\Ré&uröNä3»oYù=yèy_ur$\/qãèä©@ͬ!$t7s%ur(#þqèùu$yètGÏ94¨bÎ)ö/ä3tBtò2r&yYÏã«!$#öNä39s)ø?r&4¨bÎ)©!$#îLìÎ=tã×Î7yzÇÊÌÈ
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan[6] dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujarat:13)[7]
Dari ayat diatas, sangatlah jelas bahwa islam
ternyata menyamaratakan antara anak orang kaya dengan orang miskin dalam segala
hal terutama dalam bidang pendidikan dan memberikan kesempatan sama pada anak
didik untuk belajar tanpa diskriminasi. Tidak seorangpun kaum muslimin yang
mengatakan bahwa orang-orang miskin diciptakan untuk bekerja di kebun, ladang
dan pabrik, sedangkan yang kaya menguasai mereka dengan kekayaan. Akan tetapi,
kepintaran tidak hanya bisa diperoleh orang kaya saja, melainkan juga oleh
orang miskin. Kepintaran dan kecerdasan diberikan Allah SWT, kepada hambanya
dengan sama rata yang membedakan hanya ketakwaannya.
Maka
dari itu, untuk belajar pendidikan islam, anak didik tidak terikat pada batas
umur tertentu, ijazah-ijazah atau nilai-nilai angka dalam ujian atau peraturan
khusus untuk penerimaan siswa baru.
b.
Pembicaraan sesuai dengan tingkat intelektual
Prinsip ini merupakan prinsip terpenting dalam pendidikan
islam dan termasuk prinsip terbaru dalam pendidikan modern, Al-Ghazali,
sebagaimana dikutip oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengitarakan bahwa:
“Seorang pendidik hendaknya membatasi dirinya dalam
berbicara dengan anak didik sesuai dengan daya pengertiannya, dan jangan
diberikan kepadanya sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh akalnya, karena
akibatnya ia akan lari dari pelajaran atau akalnya memberontak terhadapnya”.[8]
Di abad modern yang serba canggih sekarang, permasalahan
kehidupan semakin rumit dan memerlukan pemecahan yang tepat dan tepat, padahal
al-Qur’an dan al-Hadits tidak memuat pemecahan persoalan-persoalan itu secara
rinci. Al-Qur’an hanya bersifat global sedangkan Nabi dan Wahyu tidak akan
datang lagi. Banyak hal yang sebelumnya tidak terpikirkan, sekarang muncul dan
menuntut pemecahannya seperti nikah via telepon, bayi tabung dan lain
sebagainya. Semua itu menuntut pemecahan hukum yang akurat agar umat islam
tidak bingung menghadapinya.
Terkait dengan pendidikan, maka seorang pendidik
menyajikan kepada anak didik suatu hakekat bila diketahui bahwa anak didik
sanggup memahami sendiri hakekat tersebut, yaitu dengan penetapan setiap anak
didik pada tempat yang wajar, harus memilihkan mata pelajaran yang dapat
diterimanya agar dengan demikian berbicara dengan anak didik bisa disesuaikan
dengan akalnya, gaya yang dimengerti dan dengan bahasa yang serasi.
c.
Pengaruh pembawaan dan instink terhadap pilihan
Setiap orang yang meneliti buku-buku yang ditinggalkan
oleh sarjana-sarjana islam, akan menyaksikan pendapat mereka mengenai instink
dan cara-cara pendidikannya mengenai studi atas kemampuan-kemampuan manusia dan
hubungan dengan pendidikan akhlak dan moral. Sarjana muslim itu berkata bahwa
diri manusia terdapat:
1). Kemampuan untuk membedakan dan memikirkan
2).
Unsur-unsur kemarahan yang mencakup sifat-sifat marah, membantu kawan, agresif,
gila kekuasaan dan penonjolan diri.
3).
Unsur-unsur syahwat (hawa nafsu) yang mencakup nafsu-nafsu mencari makan dan
berbagai kelezatan-kelezatan panca indera.
Para intelektual islam telah lama menganjurkan agar pembawaan, instink,
dan seseorang diperhatikan dalam menuntut ke arah bidang pekerjaan yang
dipilihnya demi masa depan kehidupannya. Dalam hal ini, Ibnu Sina sebagaimana
dikutip oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyarankan agar menekankan kemampuan
instink anak-anak harus diperhatikan yang merupakan landasan dalam
pendidikannya. Tidak semua pekerjaan yang di cita-citakan akan terpenuhi secara
keseluruhan, hanya pekerjaan yang sesuai dengan instink dan pembawaannya.
Karena itu, kewajiban seorang juru didik bila hendak memilihkan bidang
pekerjaan untuk anak harus memilih dahulu dan menguji, sehingga bakatnya bisa
terpenuhi sesuai dengan bidangnya.
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi bahwa islam sangat pemperhatikan
perbedaan-perbedaan individual antara anak-anak yaitu perbedaan yang timpul
akibat perbedaan keturunan, pembawaan dan bakat dari si kecil. Hal ini terbukti
dalam penyelidikan-penyelidikan ilmu jiwa, bahwa pengekangan terhadap kemarahan,
penindasan atas hawa nafsu, ataupun penggecetan atas instink seorang anak, akan
membahayakan terhadap dirinya. Jalan yang terbaik adalah kita tuntun ia dengan
petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat, pendidikan serta daya upaya lainnya
sehingga nafsu kemarahan, hawa nafsu atau instink yang liar itu dapat
dijanjikan dan ditundukkan.
d. Kecintaan
terhadap pengetahuan
Setiap siswa yang cinta ilmu akan senang
sekali belajar dan menggunakan seluruh waktunya untuk melakukan penelitian,
membaca studi memecahkan problematik ilmiah, mencernakan ilmu, bergairah dalam
menggali ilmu pengetahuan dan maslaah-masalah ilmiah tanpa segan-segan bertekun
siang malam mempersiapkan pelajaran mereka buat keesokan harinya. Mereka
menyerahkan seluruh kekuatan masa muda dan hidupnya untuk menuntut ilmu
pengetahuan.
Dengan cara demikian, dikalangmuslim terdapat
ulama-ulama dan sarjana kenamaan, ahli fiqih, sastrawan, penyair dan ahli
bahasa yang telah menghasilkan karya-karya agung dan berharga dibidang tafsir,
hadits, fiqih, tauhid, balaghah, syari’at dan ensiklopedi-ensiklopedi bahasa,
yaitu buku-buku yang merupakan referensi yang tidak seorangpun sarjana-sarjana
di Timur maupun Barat yang sanggup menandinginya.[9]
2. Tujuan
Pendidikan Islam
Muhammad Athiyah al-Abrasyi membagi lima azaz
yang menjadi sasaran tujuan pendidikan islam, antara lain:
a. Untuk
membantu pembentukan akhlak yang mulia
b. Persiapan
untuk kehidupan dunia dan akhirat
c. Persiapan
untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan atau tujuan
vokasional dan profesional
d. Menumbuhkan
roh ilmiah (scientific sprint) pada
pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan peserta didik mengkaji ilmu sekedar
sebagai ilmu
e. Menyiapkan
pelajar dari segi profesional, tekhnikal, dan pertukangan supaya dapat
menguasai profesi tertentu.
C. Pendidikan dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
1. Pendidik
Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyebut pendidik
adalah sebagai Spiritual Father atau
bapak rohani dari seorang peserta didik, dialah yang memberi santapan jiwa
dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya atau meluruskan perilaku
peserta didik yang buruk.[10]
Maka menghormati pendidik berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, dengan
pendidik itulah mereka hidup dan berkembang sekiranya setiap pendidik itu
menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, pendidik mempunyai
kedudukan tinggi dalam Islam. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat
dengan derajat seorang Rasul.
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi[11]
kode etik pendidikan islam adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai
kebapakkan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi peserta
didiknya seperti menyayangi anaknya sendiri.
b. Adanya
komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola komunikasi dalam
interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar mengajar.
c. Memperhatikan
kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemerian materi harus di ukur dengan
kadar kemampuannya.
d. Mengetahui
kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik, misalnya hanya
memprioritaskan anak yang memiliki IQ tinggi.
e. Mempunyai
sifat-sifat keadilan, kesucian dan kesempurnaan.
f. Ikhlas
dalam menjalankan aktifitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar kewajibannya.
g. Dalam
mengajar supaya mengitkan materi satu dengan materi lainnya (menggunakan pola integrited curriculum).
h. Memberi
bekal peserta didik dengan ilmuyang mengacu pada masa depan, karena ia tercipta
berbeda dengan zaman yang di alami oleh pendidiknya.
i. Sehat
jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab dan
mampu mengatasi problem peserta didik,serta mempunyai rencana yang matang untuk
menatap masa depan yan dilakukan dengan sungguh-sungguh.
2. Peserta
didik
Berbicara tentang konsep murid/peserta didik
dalam islam, Muhammad Athiyah al-Abrasyi menegaskan bahwa peserta didik dalam
menuntut ilmu pengetahuan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu. Adapun
kewajiban-kewajiban yang harus senan tiasa diperhatikan oleh setiap peserta didik
dan dikerjakannya adalah sebagai berikut:[12]
a. Sebelum
belajar, harus membersihkan diri dari segala sifat yang buruk karena belajar
adalah juga ibadah.
b. Belajar
dengan maksud mengisi jiwa dan rasa fadilah, mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c. Bersedia
menuntut ilmu walaupun sampai meninggalkan keluarga dan tanah air.
d. Menekuni
ilmu sampai selesai artinya jangan terlalu sering berganti guru, jika berganti
juga harus difikir matang-matang terlebih dahulu.
e. Hendaknya
ia memiliki guru dan menghormatinya karena Allah dan berupaya menyenangkan guru
dengan menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
f. Jangan
berjalan di depannya, duduk ditempatnya dan jangan mulai berbicara kecuali
sudah ada izinnya.
g. Saling
mencintai dan berjiwa persaudaraan antara sesama murid.
h. Bertekad
belajar sampai akhir hayat dan jangan meremehkan suatu bidang ilmu.
Selain yang telah di sebutkan di atas, menurut Muhammad Athiyah
al-Abrasyi masih ada prinsip-prinsip penting mengenai pendidik dan peserta
didikadalah sebagai berikut:[13]
a. Akhlak
dan moral yang sempurna lebih berharga dari ilmu.
b. Pengagungan
ilmu, ulama dan sarjana.
c. Perhatian
yang cukup dalam mempererat hubungan pribadi.
D. Kurikulum atau Materi Pendidikan Islam
Dalam pendidikan modern dewasa ini, pembawaan
dan keinginan peserta didik sangat diperhatikan. Oleh karena itu dalam
pembuatan kurikulum Muhammad Athiyah al-Abrasyi[14]
mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Harus
ada mata pelajaran yang ditujukan mendidik rohani atau hati.
Ini berarti perlu diberikan mata pelajaran ketuhanan. Maka
dari itu, peserta didik di berikan pelajaran-pelajaran keagamaan dan ke-Tuhanan
karena ilmu termulia ialah mengenai tuhan sangat besar serta sifat-sifat yang
pantas pasa tuhan.
2. Mata
pelajaran harus ada yang berisi petunjuk dan tuntunan untuk menjalani cara
hidup yang mulia, sempurna seperti ilmu akhlak, hadits, fikih dan lain
sebagainya.
3. Mata
pelajaran yang dipelajari oleh orang-orang islam karena mata pelajaran tersebut
mengandung kelezatan ilmiah dan kelezatan ideologi, yaitu oleh ahli-ahli
pendidikan utama dewasa ini dinamakan menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri.
Ilmu mempelajari untuk memenuhi rasa ingin tahu yang ada pada setiap manusia.
4. Pada
mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan.
Dengan kata lain, ilmu itu harus terpakai.
5. Pendidikan
kejuruan, tehnik dan industrialisasi untuk mencari penghidupan. Selain
mengutamakan segi-segi kerohanian, keagamaan dan moral pendidikan islam tidan
mengesampingkan pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk mempelajari subyek
atau latihan-latihan kejuruan mengenai beberapa bidang pekerjaan teknik dan
perindustrian setelah peserta didik selesai menghafal al-Qur’an dan
peelajaran-pelajaran agama dengan maksud mempersiapkan peserta didik untuk
mencari kebutuhan hidup.
6. Mata
pelajaran yang diberikan berguna dalam mempelajari ilmu lain, yang dimaksud
adalah ilmu alat seperti bahasa dan semua cabangnya.
E. Metode Pendidikan
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy metode
adalah jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik tentang
semacam pelajaran dalam segala mata pelajaran.[15]
Metode merupakan rencana yang dibuat oleh pendidik sebelum memasuki kelas dan
menerapkannya di dalam kelas.
Adapun metode pendidikan islam yang relevan
dan efektif dalam pengajaran islam menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah:[16]
1. Metode
induktif (al-Istiqraiyah al-Istinbatiyah)
2. Metode
deduktif (al-Qiyasiyah)
3. Metode
periklanan (al-Ikhbariyah) dan metode pertemuan (al-Muhadharah)
Metode ini dilakukan dengan cara memasang iklan, pemberitahuan, pengumuman,
brosur-brosur, berita-berita baik melalui televisi, radio maupun surat kabar,
jurnal atau majalah. Metode ini dapat direalisasikan dengan menggunakan
model-model sebagai berikut:
1. Ceramah(Lecturing/al-mawidhah)
2. Tulisan(Al-Kitabah)
3. Metode
dialog(Hiwar)
Untuk merealisasikan metode dialog dapat digunakan model-model sbb:
1. Tanya
jawab(Al-As’ilah
wa Ajwibah)
2. Diskusi(Al-Niqasy)
3. Bantah-bantahan(Al-Mujadalah)
4. Brainstorming(Sumbang saran)
5. Metode
koreksi dan kritik(Al-Tanqibiyah)
6. Metode
metavora(Al-Amtsal)
7. Metode
permainan(Al-La’bu / Game)
8. Metode
Drill(Al-Tadrib
wa Al-Muronah)
9. Metode
kuliah (Muhadharah)
F.
Karya-karya Muhammad
Athiyah al-Abrasyi
Adapun karya-karya Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah:[17]
1.
Ruh
al-Islam, Isa al- Babiel Halabi bi Sayidina Husaini, Cairo.
2.
Uzmat
al- Islam, jilid I dan II, Mesir, Cairo.
3.
At-Tarbiyah
Islamiyah,Dar al-Qoumiyah li al-Tiba’ati wa al-Nashir,Cairo.
4.
At-Tarbiyah
al-Islamiyah wa Falasifatuha, Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
5.
Ruh
al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
6.
Uzmat
al-Rasul Muhammad SAW, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
7.
Al-Ittijahat
al-haditsah fi al-Tarbiyah, Isa al-Babiel Halabi, Mesir.
8.
Al-Thuruq
al-Khassat al-Haditsah fi al-Tarbiyah li Tadris al-Lughat al-Arabiyah Wadiin,
Mesir.
9.
At-Tufalah
Sani’atul Mustaqbal au Kaifa Nurabbi at-Falana, Mesir.
10.
Al-Ilmu
Shi’ar al-Surah Thaqofyah, Al-Anglo, Mesir.
11.
Ushul
al-Tarbiyah Misaliah fi Emile li J. J. Rosseau, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
12.
J.
J. Rosseau wa Waarauhu fi al-Ishlah Ijtima’, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
13.
Ilmu
Nafsi Tarbawi, tiga jilid, Shirqatul Qaumiyah.
14.
Al-Syakhsiyah,
Darul Ma’arif, Cairo.
15.
Ushul
Tarbiyah wa Qawaid al-Tadris, Mesir.
16.
Lughat
al-Araby wa Kaifa Nahdlat al-Misriyah, Cairo.
17.
Al-Tarbiyah
wa al-Hayat.
18.
Ilmu
Nafsi li al-Jami’.
19.
Muskhilatu
Al-Ta’limin Ula bi Misri.
20.
Min
Wahyi al-Taurat, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
21.
Qassasa
Insaniyah li Charles Dickens, Dar al-Katib al-Araby, Cairo.
22.
Al-Mufassil
fi Lughati Suryaniyah wa Adabuha.
23.
Al-Asasu
fi al-Lughat al-Arabiyah.
24.
Al-Adabu
as-Shamiyah.
G. Relevasi pemikiran pendidikan Muhammad Athiyah Al Abrasi
dengan masa kini
Athiyah Al-Abrasyi mempunyai beberapa prinsip
yang dapat dijadikan pedoman dalam lembaga pendidikan islam. Yaitu:
Pertana,Berpikir bebas dan mandiri dalam belajar (Demokrasi),
maksudnya adalahpeserta didik diajarkan berpikir bebas bertujuan untuk
mengembangkanpotensi peserta didik, karena setiap manusia pasti mempunyai
keinginandan kemauan untuk berkreasi dengan bebas, tampa adasuatu
paksaan,seperti: seorang peserta didik yang disuruh oleh orang tuanya
untukmengambil jurusan A, padahal jurusan yang diinginkan adalah jurusan B,maka
keinginan peserta didik tersebut akan pupus ditengan jalan,sedangkan yang
dicita- citakan orang tuanya belum tentu terwujud karena tidak ada semangat
dalam diri anak tersebut, selain itu peserta didik jugabebas berpikir dalam
segala sesuatu yang akan dilakukan, karena Allahmemberikan manusia akal agar
belajar berpikir lebih baik.
Kedua, Sistem belajar individual, athiyah menganggap sistem ini
adalahsalah satu dari belajar bersikap demokratis dan mandiri, yaitu
tidakbergantung dengan orang lain dalam pengenbangan dirinya terhadappotensi
yang dimiliki.
Ketiga, Memperhatikan perbedaan bakat dankemampuan anak didik
dalam proses belajar mengajar, hal ini sesuaidengan UU No 20 Tahun 2003, Bab V,
Pasal 12, Tentang Peserta Didikyaitu setiap peserta didik mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai denganbakat, minat, dan kemampuan peserta didik, hal ini
menunjukkan bahwamasih relevannya pemikiran Athiyah Al-Abrasyi tentang
pendidikan islam.[18]terutama
tentang pelayanan untuk peserta didik yang mana membangunpotensinya untuk lebih
maju dan lebih baik daam memperjuangkan dirinya.
Keempat, Memperhatikan potensi dasar dari setiap anak didik, yaitu
setiappeserta didik mempunyai potensi dalam mengembangkan potensi
dankemampuannya, yaitu dengan latihan terus- menerus atau mengasahpotensinya
sesuai dengan bakat yang dimiliki.
Kelima, Ujian atau teskecakapan peserta didik merupakan salah
satu tes untuk memperoleh datatentang penguasaan terhadap materi yang
diajarkan, baik tes tulis maupuntes lisan, sehingga diadakan ujian atau tes
kecakapan itu. Hal tersebutsangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan dan
kemampuanpeserta didik yaitu sebagai tolak ukur kemampuan peserta didik.
Keenam,Berbicara (menyampaikan dan menjelaskan pelajaran) sesuai
dengan kadar
kemampuan daya tangkap akal pikiran anak
didik yaitu akal seseorang itusama akan tetapi kemampuan seseorang berbeda
sesuai dengan kemauanuntuk menjunjung tinggi martabat peserta didik tersebut.
Allah tidakmenyukai sesuatu yang berlebih- lebihan seperti maksud diatas
yaituberbicara sesuai kemampuannya tampa ada gengsi. Selain itu juga
harusdiperhatikan lawan bicaranya apakah dia bisa memahami perkataan
tersebutatau atau tidak, apabila kita berbicara dengan orang lain tidak
sesuaidengan kemampuan daya tangkapnya maka dia seperti berbicara denganpatung
(tidak ada respon). Ketujuh, Memperhatikan anak didik dengan baikdan
penuh kasih sayang. Setiap orang senang sekali apabila ada orang
yangmenyayanginya, apalagi orang yang disayangi oleh peserta didik sendiri.
Apabila peserta didik diperlakukan dengan
baik, maka dia dengan senanghati melakukan perintahnya, karena peserta didik
tersebut mengerti ataupaham kalau orang yang menyuruhnya tidak akan
menjerumuskannyakepada kejelekan, oleh karena itu bisa dikatakan wajib apabila
menghadapipeserta didik dengan halus dan penuh dengan kasih sayang karena
merekaakan merasa terlindungi.
Kedelapan, Memperhatikan pendidikan akhlakdidik karena akhlak
merupakan gambaran bagi peserta didik, akhlah harusbenar- benar diperhatikan,
karena itu merupakan pondasi bagi kehidupanmanusia. Jika mulai sejak kecil
manusia tidak ditanami dengan pendidikanakhlak, maka anak tersebut akan sering
melawan terhadap apa- apa yangdiperintahkan oleh orang tua, dan apabila
sebaliknya maka dia akan patuhterhadap perintah orang tua.
Bebeberapa karangan Athiyah Al-Abrasyi
merupakanperbandingan pada abad 20-an di dunia barat, oleh karena itu
pemikiranbeliau yang telah tertuang dalam bukunya masih sangat relevan
sekalidengan keadaan masa sekarang. Pada masa dahulu ketika beliau masih hidup
beliau ingin mencobamengembalikan keagungan islam yaitu dengan cara pendidikan
sistemmodern yang mana orang barat belum bisa memperaktikannya. Hal
itudilakukan karena seperti yang terjadi pada masa modern ini yaitumasuknya budaya
barat yang mana banyak menimbulkan krisis di dalamkehidupan manusia, sehingga
Athiyah Al-Abrasyi memunculkan idekreatifnya yaitu ingin mengembalikan nilai-
nilai islam dengan baik danbenar dengan mengaktualisasikan lagi budaya zaman
dahulu yang masihrelevan dan mengambil dengan menyaring budaya zaman modern.
Halitulah yang merupakan salah satu dampak masih relevannya pemikiranAthiyah
Al-Abrasyi.
Tujuan Athiyah Al- Abrasyi dalam
mengembangkan pendidikanislam yaitu sangat mementingkan akhlak dan memelihara
peserta didikdengan mengembangkan potensinya, karena akhlak merupakan
hakikatseseorang dalam bertindak dan bersikap.
Dalam pemikirannya, Athiyah Al- Abrasyi
dipengaruhi dan didukungoleh Al- Ghazali dan Ibnu Sina dimana memiliki
pemikiran yang samatentang tujuan pendidikan islam, akan tetapi tujuan
Pendidikan yangdisepakati oleh tiga tokoh tersebut berbeda dengan pendapat Az-
Zarnujiyang lebih mengutamakan niat, dan Ibnu Maskawih mengutamakan
batin.Tujuan Pendidikan yang di lontarkan oleh Athiyah Al- Abrasi, Ibnu
Sina,dan Al- Ghazali berlawanan dengan pendapat Al- Qabisi yang mengatakanbahwa
tujuan pendidikan hanyalah untuk duniawi saja, dimana bekerjamerupakan alat
untuk memenuhi kebutuhan hidup (ekonomi).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran
Athiyah Al-Abrasyi tentang Tujuan Pendidikan Islam dalam kitab Al-Tarbiyah
Al-Islamiyyah Wa Falaasifatuha masih relevan dengan tujuan pendidikan masa
sekarang, karena tujuan yang dijunjung oleh Athiyah itu sesuai dan masih
dipakai oleh masyarakat umum pada masa ini. Seperti, penanaman akhlak terhadap
peserta didik, agar peserta didik tersebut mempunyai sikap yang sesuai dengan
yang diinginkan oleh orang yang mendidiknya. Kehidupan dunia dan akhirat yang
mana manusia sekarang sedang menghadapi kehidupan di dunia dan akan menjalani
kehidupan di akhirat yaitu kehidupan dia akhirat merupakan hasil dari pekerjaan
atau kelakuan di dunia, selain itu segi- segi mamfaat juga yang diperhatikan
karena setiap sesuatu pasti ada mamfaatnya, ilmu beserta dzatnya, yangnmana
ilmu ilmu itu banyak memberi mamfaat bagi kehidupan manusia dan itu tidak boleh
diabaikan. Bekerja sesuai dengan bidangnya, agar orang tersebut dapat
menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang diinginkannya tersebut.
[1]Muhaimin,
konsep pendidikan islam, (solo: ramadhan, 1991), hal.. 9
[2]Athiyah
Al-Abrasyi, Dasar-dasar pokok pendidiikan islam, (terj)Bustani A Ghani Bakri,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hal. 12
[3]M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,
terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry. Jakarta: Bulan Bintang. Cet. VII.
1987. 20-21
[4]Abu Kasim, Konsep Pendidikan Islam(Tela’ah pemikiran
Muhammad athiyah al-Abrasyi), , JIPTIAN (Knowledge Management Research
Group), 2008. 22
[5]Muhammad Athiyah
al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok.......,
[6]Adam dan Hawa
[7]Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an, Bandung:
Fa. Sumatera, 1978. 118
[8]Bachtiar Surin, Terjemah.........,..
[9]Abdul Mujid dan Jusuf
Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta, Kencana, 2006. 19-20
[10]Abdul Majid dan Jusuf
Mudzakir, Ilmu... ... 136
[11]Muhammad Athiyah
al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah....129-131.
Lihat juga Abdul Mujid & Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan....100-101, M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar... terj. Bustami A. Ghani
dan Djohar Bahri. 137-139, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, BeberapaPemikiran.. . .terj. Syamsuddin Asyrofi.
[12]Muhammad Athiyah
al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok……….,. 147-148, lihat juga di Abu
Kasim, Konsep
Pendidikan Islam, 2008, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa
Pemikiran tentang Pendidikan……………., hal. 142-144
[13]Ibid,
hal. 148-149
[14]Ibid,hal.
173-185. lihat juga Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 66-67., lihat juga di Hamdani Ihsan dan A. Fuad
Ihsan, Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka setia, 1998, hal. 138-139.
[15]Muhammad Athiyah
al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, Saudi Arabia: Dar al-Ahya’,
tth. 243.
[16]Muhammad Athiyah
al-Abrasyi, Ruh …. 246-281
[17]Muhammad Athiyah
al-Abrasyi, Ruh….. 410. lihat juga di Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Al-Tarbiyah
al-Islamiyah………….., 293-295
[18]Depatemen Agama RI, Al-Qur’an
Dan Terjemahanya, (Bandung: PT Syaamil CiptaMulia, 2005), hlm. 75
terimakasih, sangat membantu :)
ReplyDeleteizin copas nggeh,..
ReplyDeleteTerimakasih sangat bermanfaat semoga selalu dimudahkan-Nya.
ReplyDeleteTerimakasih sangat bermanfaat semoga selalu dimudahkan-Nya.
ReplyDeleteizin kopas ya , terimakasih
ReplyDelete