HAKIKAT
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, sejak era sebelum
penjajahan, era kemerdekaan hingga era
reformasi sekarang ini, telah menimbulkan
kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi tuntutan itu ditanggapi oleh bangsa Indonesia
berdasarkan kesamaan nilai-nilai
perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa,
tekad, dan semangat kebangsaan.
Semua itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dalam wadah nusantara.
Semangat perjuangan bangsa yang tidak kenal menyerah telah terbukti
pada perang Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Semangat perjuangan bangsa tersebut
dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa
dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan
perjuangan ini menjadi nilai-nilai
perjuangan bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut menjelma berupa
semangat yang menjadi kekuatan mental
spiritual yang dapat melahirkan sikap dan
perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan,
dan kemauan yang luar biasa.
Semangat perjuangan bangsa inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga negara dalam
segala zaman, situasi dan kondisi.
Karena nilai-nilai perjuangan bangsa itu selalu relevan dan handal serta
efektif sebagai landasan memecahkan
setiap permasalahan dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia dalam perjuangan fisik
merebut, mempertahankan, dan mengisi
kemerdekaan telah mengalami pasang surut
sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah
mengalami penurunan pada titik yang
kritis. Hal ini disebabkan antara lain pengaruh globalisasi.
Era globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional dan
negara-negara maju yang ikut mengatur
percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya serta
pertahanan, dan keamanan global. Kondisi
ini akan menumbuhkan berbagai konflik
kepentingan, baik antara negara maju dan negara berkembang, antara negara berkembang dan lembaga internasional,
maupun antara negara berkembang. Di
samping itu, isu global yang meliputi demokratisasi, HAM, dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi
keadaan nasional. Globalisasi juga
ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi,
komunikasi, dan transportasi.
Hal ini membuat dunia
menjadi transparan seolah-olah menjadi sebuah kampung tanpa mengenal batas negara. Kondisi ini
menciptakan struktur baru, yaitu
struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
serta akan mempengaruhi pola pikir, pola
sikap, pola tindakan masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, kondisi tersebut akan mempengaruhi kondisi mental
spiritual bangsa Indonesia.
Dengan demikian, globalisasi melahirkan suatu perubahan struktur dan
tatanan kehidupan baru di dunia ini.
Perubahan itu terasa begitu cepat, sehingga tatanan yang ada di dunia ini berubah. Di sisi lain,
tatanan yang baru belum terbentuk. Juga
akibatnya, sendi-sendi kehidupan yang selama ini di yakini kebenarannya menjadi usang. Masyarakat dan pemerintah
suatu negara berupaya untuk menjamin
kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual)
dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan
kognitif dan psikomotorik).
Generasi penerus tersebut
diharapkan akan mampu mengantisipasi hari-hari depan mereka yang
selalu berubah dan selalu terkait dengan
konteks dinamika budaya, bangsa, negara,
dan hubungan internasional.
Pemerintah perlu membuat tindakan yang signifikan agar tidak menuju
suatu kondisi yang lebih memprihatinkan.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan
pemerintah dalam menjaga nilai-nilai panutan hidup dalam berbangsa dan bernegara secara lebih efektif yaitu melalui
bidang pendidikan. Adapun upaya di bidang
pendidikan khususnya Pendidikan Tinggi yaitu dengan mengadakan perubahan-perubahan di bidang kurikulum, yang
diharapkan mampu menjawab problem
transformasi nilai-nilai tersebut.
Pendidikan yang diharapkan mampu untuk mengantisipasi pergeseran
nilainilai tersebut adalah “Pendidikan nilai dan pengembangan kepribadian”,
yang dalam konteks pendidikan di Perguruan Tinggi diserahkan kepada Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK).
Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Nomor : 38/Dikti/Kep/2002, Kelompok
Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi meliputi :
Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu dari
Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) yang misi utamanya sebagai
matakuliah yang bertujuan untuk membentuk kepribadian warga negara (nation and
character building).
Khusus Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan
pendidikan yang menfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan
mampu melaksanakan hakhak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945.
Pendidikan Tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupam global
yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan yang bersifat paradoks dan
ketakterdugaan. Karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan di maksudkan agar kita
memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir,
pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak cinta tanah air berdasarkan
Pancasila. Semua itu di perlukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan yang kita kenal sekarang telah mengalami
perjalanan panjang dan melalui kajian kritis sejak tahun 1960-an yang di kenal
dengan Mata Pelajaran Civic di Sekolah Dasar dan merupakan embrio dari Civic
Education“ sebagai “the Body Of Knowledge“. Pendidikan sebagai instrumen
pengetahuan (the Body of Knowledge) diarahkan untuk membangun masyarakat
demokrasi beradab. Secara normatif, Pendidikan Kewarganegaraan memperoleh dasar
hukum yang diatur dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan semangat perjuangan
bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang
luar biasa dalam masa perjuangan fisik, senantiasa dapat memberi spirit dalam
menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan, kita
memerlukan perjuangan nonfi sik sesuai dengan profesi masing-masing.
Perjuangan ini pun dilandasi nilai-nilai perjuangan bangsa
Indonesia, sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran berbangsa, sikap
dan perilaku yang cinta tanah air, dan mengutamakan persatuan serta kesatuan
bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI. Dengan kata
lain, perjuangan nonfi sik sesuai dengan profesi masing-masing tersebut
memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada
umumnya dan mahasiswa serta mahasiswi sebagai calon cendekiawan pada khususnya.
Sarana yang dimaksud adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pendidikan
Kewarganegaraan dalam konteks pendidikan nasional bukanlah hal yang baru di
Indonesia. Pada tahun 1960-an telah dikenal yang disebut pelajaran civics
(1957-1962), kemudian muncul pendidikan kemasyarakatan yang merupakan integrasi
Sejarah, Ilmu Bumi dan Kewarganegaraan (1962), Pendidikan Kewargaan Negara
(1968-1969), Pendidikan Kewarganegaraan, Civics dan Hukum (1973), Pendidikan
Moral Pancasila atau PMP (1975-1984) dan PPKn (1994).
Di Perguruan Tinggi pernah ada matakuliah Manipol dan USDEK,
Pancasila dan UUD 1945 (1960-an), Filsafat Pancasila (1970-an sampai sekarang),
dan Pendidikan Kewiraan (1989-1990-an). Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen
Dikti No. 267/Dikti/ Kep/2000, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
sekarang ini diwujudkan dengan matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Surat Keputusan ini berisi tentang Penyempurnaan Kurikulum Matakuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Selanjutnya
diperbaharui dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 38/Dikti/2002 tentang
Rambu-Rambu Pelaksanaan Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi
(Ubaidillah, 2006: 3).
B. Landasan Pendidikan Kewarganegaran (PKn)
Landasan Yuridis Secara yuridis, landasan penyelenggaraan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai berikut.
1.
Undang-Undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional. Undang-Undang ini telah
menetapkan bahwa kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa.
2.
Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan
Pemerintah ini menegaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi
wajib memuat matakuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa
Indonesia serta Bahasa Inggris, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi
Program Diploma dan Sarjana wajib memuat matakuliah yang bermuatan kepribadian,
kebudayaan serta matakuliah Statistika dan atau Matematika.
3.
SK.
No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) di Perguruan Tinggi. Surat keputusan ini
menetapkan bahwa yang termasuk MKPK di Perguruan Tinggi adalah mata kuliah
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargenegaraan dan Pendidikan Pancasila.
Landasan Ilmiah
Di samping landasan yuridis tersebut di atas, penyelenggaraan
matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat dikuatkan dengan landasan ilmiah.
Landasan rasional ilmiah ini adalah bahwa setiap bangsa dan negara bertujuan
meningkatkan taraf hidup warga negaranya. Setiap warga negara dituntut untuk
dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu
mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.
Untuk itu diperlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni (Iptek) yang berlandaskan nilai –nilai keagamaan, nilai-nilai moral dan
nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tesebut berperan sebagi panduan
dan pegangan hidup setiap warganegara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara
warganegara dan negara dengan pijakan nilai-nilai budaya bangsa (Kaelan, 2002:
Sebagai perbandingan,
di berbagai negara juga dikembangkan materi Pendidikan Umum
(general education/humanities) sebagai pembekalan nilai-nilai yang mendasari
sikap dan perilaku warganegaranya. Misalnya di Amerika Serikat (AS) dengan
pendidikan History, Humanity dan Philosophy. Jepang dengan pendidikan Japanese
History, Ethics dan Philosophy. Filipina dengan pendidikan Philipino, Family
Planning, Taxation and Land Reform, The Philiphine New Constitution dan Study
of Human Rights.
Negara Timur Tengah dengan Pendidikan Talimatul Muwwatanah
Tarbiyatul Wathoniyah. Di beberapa negara dikembangkan pula bidang studi yang
sejenis dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), misalnya yang di kenal dengan
Civic Education (USA), Civic and Moral Education (Singapore), People and
Society (Hongaria), Life Orientation (Afrika Selatan), Social Studies (New
Zealand).
C. Pengertian Pendidikan Kewarganegaran (PKn)
Pendidikan Kewarganegaraan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah civic education mempunyai banyak pengertian dan istilah. Henry Randall
Waite (1886) sebagaimana dikutip oleh Ubaidillah (2006: 5) merumuskan
pengertian civics sebagai berikut : “The science of citizenship, the relation
of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his
relation to the state” ((ilmu pengetahuan kewarganegaraan, hubungan seseorang
dengan orang lain dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir, hubungan
seseorang individu dengan negara).
Muhammad Numan Somatri mengartikan civics sebagai ilmu kewarganegaraan
yang membicarakan hubungan manusia dengan perkumpulan-perkumpulan yang
terorganisir (organisasi sosial, ekonomi, politik), dan hubungan
individu-individu dengan negara. Istilah lain yang hampir identik dengan civivs
adalah citizenship.
Sebagaimana yang dikutip oleh Somantri (2001), Stanley E. Dimond, menjelaskan
pengertian citizenship dengan rumusan : “Citizenship as it raletes to scool
activities has two-fold meanings. In a narrow-sense, citizenship includes only
legal status in country an the activities closely related to the political
function-voting, governmental organization, holding of office, and legal right
and responsibility .. “ (Citizenship sebagaimana sehubungan dengan
kegiatan-kegiatan sekolah mempunya dua pengertian : dalam arti luas, citizenship
hanya mencakup status hukum dalam sebuah negara dan kegiatan-kegiatan yang erat
hubungannya dengan pemilu, organisasiorganisasi pemerintah, pemegang kekuasaan,
dan hak legal adan tanggung jawab) (Ubaidillah, 2006 : 6)
Dengan demikian, istilah civics maupun citizenship erat hubungannya
dengan urusan warga negara dan negara. Pendidikan Kewarganegaraan secara
substantif menyangkut sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem,
nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan yang meliputi unsur-unsur
hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara dalam suatu negara.
Dari yang dirumuskan oleh Dimond tersebut mengingatkan tentang pentingnya
disiplin pengetahuan yang berkaitan dengan kewarganegaraan bagi kehidupan warga
negara dengan sesamanya maupun dengan negara, tempat mereka berada.
Disamping civics dan citizenship, dikenal juga istilah civic
education. istilah terakhir ini yang oleh banyak ahli diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan Pendidikan Kewarganegaraan atau Pendidikan Kewargaan.
Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra dan ICCE (Indonesian Center
for Civic Education) UIN Jakarta, yang merupakan penggagas pertama setelah
lengsernya Orde Baru.
Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Zamroni,
Muhammad Numan Somantri, dan Udin S. Winataputra. Sebagian ahli menyamakan
civic education dengan Pendidikan Demokrasi (Democracy Education) dan Pendidikan
HAM.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dimensi dan orientasi
pemberdayaan warga negara melalui keterlibatan dosen dan mahasiswa-mahasiswi
dalam praktik berdemokrasi langsung sepanjang perkuliahan. Hal lain yang
menjadi titik tekan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mendidik generasi muda untuk
menjadi warga negara Indonesia yang kritis, aktif, demokratis, dan beradab
dengan pengertian mereka sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara dan kesiapan mereka menjadi bagian warga duania
(global society).
Menurut Azyumardi Azra (2001: 5) bahwa Pendidikan Kewargaan adalah pendidikan
yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM, karena
mencakup kajian dan pembahasan tentang banyak hal, yakni (a) pengetahuan
tentang pemerintahan, konstitusi, lembagalembaga demokrasi, rule of law, hak
dan kewajiban warga negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan
warganegara dalam masyarakat madani, (b) pengetahuan tentang lembaga-lembaga
dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi
publik dan sistem hukum, dan (c) pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan
aktif, refleksi kritis, pendidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian
antarbudaya dan keselarasan lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
Dalam pandangan Zamroni, Pendidikan Kewarganegaraan adalah
pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat
berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan
kesadaran kepada generasi baru, tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk
kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
Berbeda dengan Zamroni, Somantri menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
(Civic Education) itu ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut : (a) merupakan
kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah, (b) meliputi berbagai macam
kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik
dalam masyarakat demokratis, (c) termasuk juga menyangkut pengalaman,
kepentingan masyarakat , pribadi, dan syaratsyarat obyektif untuk hidup bernegara.
(Ubaidillah, 2006: 8)
Sementara itu, Syahrial Syarbaini (2006: 4) memberikan penjelasan
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek
telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan dengan menggunakan disiplin ilmu
pendidikan dan ilmu politik, sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta
disiplin ilmu lain yang relevan, yang secara koheren diorganisasikan dalam
bentuk program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural. Dalam
Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan
bahwa Pendidikan Kewarnegaraan adalah Suatu program pendidikan yang berfungsi
dalam memberikan bekal kepada peserta didik mengenai pengetahuan, tentang
hubungan antara negara dan warga negara serta pengetahuan tentang Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaran (Civic
Education) adalah suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan
unsur-unsur substatif yang meliputi demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan
masyarakat madani melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif dan
humanis dalam lingkungan yang demokratis, untuk mencapai suatu standar
kompetensi yang telah ditentukan.
D. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan
di PGMI
Ruang lingkup kajian matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan (civic education)
di PGMI meliputi materi pembahasan sebagai berikut.
1.
Hakekat
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), meliputi: pembahasan latar belakang pentinya
PKn, landasan yuridis dan ilmiah diselenggarakan pendidikan PKn, pengertian,
ruang lingkup, kompetensi dan tujuan PKn.
2.
Konsep,
nilai, norma dan moral dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), yang meliputi:
pembahasan makna konsep, nilai, norma, moral yang terdapat pada PKn, dan
keterkaitan hubungan nilai, norma dan moral di dalam materi PKn.
3.
Konsep
masyarakat, bangsa dan negara, meliputi: pembahasan pengertian masyarakat,
bangsa dan negara, fungsi dan tujuan negara, unsur-unsur negara, teori
terbentuknya negara, hubungan agama menurut Islam, dan hubungan negara dan negara
di Indonesia.
4.
Hak
dan kewajiban warga negara, meliputi: pembahasan pengertian warga Negara,
status kewarganegaraan, cara memperoleh status kewarganegaraan di Indonesia,
dan pembahasan tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia.
5.
Demokrasi
di Indonesia, meliputi: pembahasan pengertian, hakikat dan unsur-unsur
demokrasi, bentuk-bentuk demokrasi, sejarah perkembangan dan pelaksanaan
demokrasi di Indonesia, pendidikan demokrasi sebagai wujud pembentukan tatanan
kehidupan bersama secara demokrasi dan demokrasi dalam perspektif Islam.
6.
Identitas
nasional, meliputi: pembahasan konsepsi identitas nasional, unsur-unsur
identitas nasional, karakteristik identitas nasional, nasionalisme di
Indonesia, dan unsur-unsur nasionalisme serta usahausaha meningkatkan
nasionalisme di Indonesia.
7.
Integrasi
nasional dan toleransi di Indonesia, meliputi: pembahasan integrasi nasional,
tahap-tahap menuju integrasi nasional, pengertian toleransi, pentingnya
toleransi, usaha-usaha menuju toleransi yang hakiki.
8.
Kedudukan
dan fungsi Pancasila, meliputi: pembahasan Pancasila sebagai Dasar Negara,
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Negara, Pancasila sebagai ideologi Negara,
Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa dan cara mengaktualisasikan
Pancasila sebagai kepribadian bangsa
9.
Konstitusi
negara, meliputi: pembahasan pengertian dan hakikat konstitusi, tujuan dan
fungsi konstitusi, pembagian dan klasifikasi konstitusi, nilai yang terkandung
dalam konstitusi, sejarah konstitusi di Indonesia dan perubahannya, lembaga
kenegaraan di Indonesia pascaamandemen UUD 1945.
10.
Otonomi
Daerah (OTODA) di Indonesia, meliputi: pembahasan pengertian dan hakikat
otonomi, deskonsentrasi dan desentralisasi dan otonomi daerah (otoda), visi
otonomi daerah, sejarah otonomi daerah di Indonesia, pembagian kekuasaan antara
pusat dan daerah, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah.
11.
Ketahanan
nasional, meliputi: pembahasan latar belakang ketahanan nasional, pengertian,
konsepsi, landasan, sifat dan fungsi ketahanan nasional, serta masalah global
yang berkaitan dengan ketahanan nasional.
12.
Hak-hak
asasi manusia (HAM) dan perlindungan hukum di Indonesia, meliputi: pembahasan
pengertian dan ruang lingkup HAM, perjuangan HAM dalam tatanan global,
penegakan HAM di Indonesia, konsepsi dan prinsip-prinsip rule of law.
13.
Pluralisme
dan gender, meliputi: pembahasan konsep pluralisme, pelapisan sosial sebagai
ciri pluralisme, pluralisme dalam perspektif Islam, konsep gender, gender
sebagai fenomena sosial budaya, bias gender, gender menurut Islam,
14.
Masyarakat
madani (Khoirul Ummah), meliputi: pembahasan konsep masyarakat madani, fungsi
masyarakat madani dalam suatu negara, prinsip-prinsip masyarakat madani, dan
nilai-nilai masyarakat madani.
E. Kompetensi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Standar
Kompetensi Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh
tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang agar ia mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu (Sumarsono, 2001: 6). Standar
kompetensi berarti kualifikasi atau ukuran kemampuan dan kecakapan seseorang
yang mencakup seperangkat pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Dengan demikian, standar kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan
adalah kualifikasi atau ukuran kemampuan yang meliputi seperangkat tindakan cerdas
dan penuh tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan
negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara, dan
ketahanan nasional. Sifat cerdas yang dimaksud tersebut nampak pada kemahiran,
ketepatan, dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat bertanggung jawab tampak
pada kebenaran tindakan yang dilihat dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi,
etika maupun kepatutan ajaran agama dan budaya. Oleh karena itu, Pendidikan
Kewarganegaraan diharapkan mampu menghasilkan sikap mental yang cerdas, penuh
rasa tanggung jawab dari peserta didik, sikap itu disertai dengan perilaku
yang:
1.
beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah
bangsa,
2.
berbudi
pekerti luhur, disiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
3.
rasional,
dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara,
4.
bersifat
profesional yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara, dan
5.
aktif
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara
(Sumarsono, 2001: 7).
Dengan kata lain, bahwa standar kompetensi Pendidikan
Kewargenegaraan adalah menjadi warga negara yang cerdas (civic intellgence) dan
berperadaban (civic culture). Menurut Tilaar (dalam Ubaidillah, 2006: 10) bahwa
warga negara yang cerdas dan berperadaban itu meliputi tiga kemampuan individu
berinteraksi dengan lingkungannya, yaitu kemampuan adaptasi, selektif dan
konstruksi, yakni kemampuan menyesuaikan diri, memilih dan mengembangkan
lingkungannya. Dengan demikian, warga negara yang cerdas (civic intellgence) dan
berperadaban (civic culture) dapat dirumuskan sebagai kemampuan seseorang untuk
mengetahui dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat, serta mentransformasikan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pengenalan
dan penghayatan hak dan kewajiban warga negara memerlukan kecerdasan rasional,
emosional, dan spiritual.
Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar atau yang sering disebut kompetensi minimal untuk Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education) terdiri atas tiga jenis berikut.
1.
Kompetensi
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), yaitu kemampuan dan kecakapan
yang terkait materi inti Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) meliputi:
demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani.
2.
Kemampuan
sikap kewarganegaraan (civic dispositions), yaitu kemampuan dan kecakapan yang
terkait dengan kesadaran dan komitmen warga negara antara lain: komitmen akan
kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk peduli serta
terlibat dalam penyelesaian persoalan-persoalan warga negara yang terkait
dengan pelanggaran HAM.
3.
Kompetensi
keterampilan kewarganegaraan (civic skills), yaitu kemampuan dan kecakapan
mengartikulasikan keterampilan kewarganegaraan seperti: kemampuan
berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan
kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan pemerintahan, serta dalam bela
negara. Ketiga komponen tersebut merupakan tujuan pembelajaran (learning objectives)
mata kuliah ini yang dielaborasikan melalui cara pembelajaran yang demokratis,
partisipatif, dan aktif (active learning) sebagai upaya transfer pembelajaran
(transfer of learning), nilai (transfer of values), dan prinsip-prinsip
(transfer of principles) demokrati dan HAM yang merupakan prasyarat utama
pertumbuhan dan perkembangan masyarakat madani (civil society).
4.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaran (PKn)
Sebagai salah satu matakuliah yang termasuk dalam Kelompok
Matakuliah Pengembangan Kepribadian sebagaimana SK. No. 38/DIKTI/Kep/2002 tentang
Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) di
Perguruan Tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai visi di Perguruan Tinggi
menjadi sumber dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan
mahasiswa-mahasiswi mengembangkan kepribadiannya. Adapun misinya adalah
membantu mahasiswa-mahasiswi agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dan budaya
serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa tanggung jawab kemanusiaan.
Dari visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan tersebut di atas,
maka secara umum, Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai tujuan untuk membentuk peserta
didik menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan
luas sebagai manusia intelektual.
Secara khusus matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan:
1.
mengantarkan
peserta didik memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan
memiliki pola pikir, pola sikap dan pola perilaku untuk cinta tanah air
Indonesia,
2.
menumbuhkembangkan
wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara sehingga terbentuk daya
tangkal sebagai ketahanan nasional, dan
3.
menumbuhkembangkan
peserta didik untuk mempunyai pola sikap dan pola pikir yang komprehensif,
integral pada aspek kehidupan nasional. Dengan demikian, Pedidikan
Kewarganegaraan diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar
kepada mahasiswamahasiswi mengenai hubungan antara warganegara dengan negara
serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar menjadi warga negara yang dapat
diandalkan oleh bangsa dan negara.
Oleh karena itu, mahasiswa
dan mahsiswi sebagai peserta didik diharapkan dapat:
1.
memahami
dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta
ikhlas sebagai warga negara republik Indonesia terdidik dan bertanggung jawab,
agar mahasiswa-mahasiswi mengusai dan memahami berbagai masalah dasar dalam
kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan
pemikiranpemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, wawasan
nusantara dan ketahanann nasional, dan
2.
memiliki
sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air,
serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Dalam sistem pendidikan nasional,
target Pendidikan Kewarganegaraan dipusatkan pada tercapainya kredibilitas
kepribadian warga dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat Indonesia menurut kriteria konstitusi.
Rangkuman
1.
Perjalanan
sejarah bangsa Indonesia telah mengkristalkan nilainilai perjuangan bangsa yang
meliputi: rela berkorban, patriotisme, nasionalisme, gotong royong, cinta tanah
air, demokrasi, musyawarah, dll. Nilai-nilai Perjuangan tersebut selalu relevan
dan handal serta efektif sebagai landasan memecahkan permasalahan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Era Global telah mengubah wajah
dunia dengan dua fenomena: (1) kemajuan IPTEK dengan segala efeknya, dan (2)
pergeseran nilai-nilai sosial budaya. Oleh karena itu, diperlukan matakuliah
yang mempunyai misi “pendidikan nilai dan pengembangan kepribadian bangsa”,
yaitu “Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)”.
2.
Landasan
PKn ada dua yaitu landasan yuridis dan landasan ilmiah. Landasan yuridis
meliputi: UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional, Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, SK. No.
43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) di Perguruan Tinggi. Sedangkan landasan
ilmiahnya adalah bahwa setiap bangsa dan negara bertujuan meningkatkan taraf hidup
warga negaranya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa
depannya berdasarkan nilai –nilai keagamaan, nilai-nilai moral dan nilai-nilai
budaya bangsa.
3.
Pendidikan
Kewarganegaran (Civic Education) adalah suatu program pendidikan yang berusaha
menggabungkan unsur-unsur substatif yang meliputi demokrasi, hak-hak asasi
manusia, dan masyarakat madani melalui model pembelajaran yang demokratis,
interaktif dan humanis dalam lingkungan yang demoktaris, untuk mencapai suatu
standar kompetensi yang telah ditentukan.
4.
Standar
kompetensi Pendidikan Kewargenegaraan adalah menjadi warga negara yang cerdas
(civic intellgence) dan berperadaban (civic culture). Kompetensi dasar atau
yang sering disebut kompetensi minimal untuk Pendidikan Kewarganegaraan (civic
education) terdiri dari tiga jenis:
(1) kompetensi
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
(2) kemampuan
sikap kewarganegaraan (civic dispositions), dan
(3) kompetensi
keterampilan kewarganegaraan (civic skills).
5.
Matakuliah
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik: (1) agar memiliki
wawasan kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, pola sikap
dan pola perilaku untuk cinta tanah air Indonesia, (2) memiliki wawasan
kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara sehingga terbentuk daya tangkal
sebagai ketahanan nasional, dan (3) memiliki pola sikap dan pola pikir yang
komprehensif, integral pada aspek kehidupan nasional.
Buku sumber nya dong kak..
ReplyDeleteizin kopas ye gan.. referensi gk smuanya ehe
ReplyDeleteIzin kopas kak
ReplyDeleteIzin copas , ga semuanya saya copas , dan terima kasih atas bantuan nya:)
ReplyDeleteizin copas rangkumannya kak:)
ReplyDelete