BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Profesi guru kini semakin banyak tuntutan seiring dengan kebutuhan
akan pendidikan yang bermutu. Salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru
adalah evaluasi pembelajaran. Kompetensi ini sejalan dengan tugas dan tanggung
jawab guru dalam pembelajaran, yaitu mengevaluasi pembelajaran termasuk di
dalamnya melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar. Kompetensi tersebut
sejalan pula dengan instrumen penilaian kemampuan guru, yang salah satu
indikatornyaa adalah melakukan evaluasi pembelajaran.
Dalam proses evaluasi pembelajaran eproses dan hasil belajar, guru sering menggunakan
instrumen tertentu, baik tes ataupun non tes. Instrumen ini mempunyai fungsi
dan peran yang sangat penting dalam rangka mengetahui keefektifan proses
pembelajaran di sekolah. Mengingat begitu pentingnya instrumen dalam kegiatan
evaluasi pembelajaran, maka suatu instrument harus memiliki syarat- syarat
tertent sekaligus menunjukan karakteristik instrumen. Pada makalah ini akan
dibahas karakteristik instrument (alat ukur) yang baik dan model- model
evaluasi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
karakteristik instrumen (alat ukur) yang baik?
2.
Apakah
model- model evaluasi?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui karakteristik instrumen (alat
ukur) yang baik.
2.
Untuk
mengetahui model- model evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL DAN PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A.
Karakteristik
Alat Ukur yang Baik
Pemahaman tentang instrumen ini menjadi penting karena dalam praktek
evaluasi dan penilaian, pada umumnya guru selalu mendasarkan pda proses
pengukuran. Dalam pengukuran tentu harus ada alat ukur (instrumen), baik yang
berbentuk tes maupun non tes. Alat ukur ada yang baik dan ada pula yang kurang
baik. Instrument yang baik adalah instrument yang memenuhi syarat- syarat atau
kaidah- kaidah tertentu, dapat memberikan data yang akurat sesuai dengan
fungsunya, dan hanya mengukur sampel prilaku tertentu. Adapun karakteristik
instrument evaluasi yang baik adalah:[1]
1.
Valid
Artinya suatu instrumen dapat
dikatakan valid jika betul- betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat.
Misalnya alat ukur mata pelajaran Pendidin Agama Islam, maka alat ukur yang
digunakan harus benar- benar dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam
mempelajari PAI, tidakboleh dicampuradukan dengan materi pelajaran yang lain.
2.
Reliable
Artinya suatu instrumen dapat dikatakan reliable atau handal jika ia
mempunyai hasil yang taat asas (consistent). Misalnya seorang guru
mengembangkan instrument tes yang diberikan kepada sekelompok peserta didik
saat ini, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok peserta didik yang sama
pada waktu yang berbeda, dan ternyata hasilnya sama, maka dapat dikatakan
instrument tersebut mempunyai tingkat reabilitas yang tinggi.
3.
Relevan
Artinya intrumen yang digunakan harus sesuai dengan Standar
kompetensi (kompetensi inti dalam K13), kompetensi dasar, dan indicator yang
telah ditetapkan. Dalam konteks penilaian hasil belajar, maka instrumen
instrument harus sesuai dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif,
afektif dan psikomotor.
4.
Representativ
Representativ artinya materi instrumen harus betul- betul mewakili
seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila penyusunan
instrumen menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes. Guru juga
harus memperhatikan proses seleksi materi, mana materi yang bersifat aplikatif
dan mana yang penting dan mana yang tidak.
5.
Praktis
Praktis artinya mudah digunakan. Jika instrument tersebut sudah
memenuhi syarat tetapi sukar digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini
bukan hanya dilihat dari teknik penyusunan instrument, tetapi bagi orang lain
yang ingin menggunakan instrument tersebut.
6.
Deskriminatif
Diskriminatif artinya
instrumen itu harus dissusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukan
perbedaan- perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu instrumen, maka
semakin mampu instrumen tersebut menunjukan perbedaan secara teliti. Untuk
mengetahui apakah instrument cukup deskriminatif atau tidak biasanya dilakukan
uji daya pembeda instrument tersebut.
7.
Spesifik
Sepesifik artinya suatu instrumen disusun dan digunakan khusus untuk
objek yang dievaluasi. Jika instrument tersebut menggunakan tes maka maka
jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi atau spekulasi.
8.
Proposional
Artinya suatu
instrument harus memiliki tingkat kesulitan yang proposional antara sulit,
sedang, dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis instrumen, baik ataupun
non tes.
9.
Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut
tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu
yang lama.[2]
10.
Obyektifitas
Suatu alat ukur dikatakan objektif bila pendapat atau pertimbangan
dari pemeriksa tidak turut berpengaruh dalam proses penentuan angka atau proses
scoring. Artinya, tidak ada unsure subyektif dari pihak pemeriksa didalam
penenruan skor dari jawaban tes. Dengan kata lain diperiksa oleh siapapun tes
itu, maka hasilnya akan sama.[3]
B.
Model-
Model Evaluasi
Dalam study tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model- model
evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa
model ada juga yang sama. Misalnya Said Ahmad Hasan mengelompokkan model
evaluasi sebagai berikut:
1.
Model
Evaluasi kuantitatif, yang meliputi model Tyler, model teoritik taylor
dan Maguire, model pendekatan system alkin, model countenance stake,
model CIPP, model ekonomi mikro.
2.
Model
evaluasi kualitatif meliputi model study kasus, model iluminatif, dan model
responsif.
Sedangkan Nana
sudjana dan R, Ibrohim membagi model evaluasi menjadi empat bagian utama yaitu,
“measurement, congruence, educational system, dan illumination”.[4]
Dari beberapa model evaluasi yang telah disebutkan, beberapa diantaranya yaitu:
1.
Model
Tyler
Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu tyler. Dalam
buku Basic principles of curriculum and Instruction, tyler banyak mengemukakan
ide dan gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut
diberinya judul how can the effectiveness of learning experience be
evaluated? Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi
didasarkan pada tingkah laku peserta
didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada awal tingkah laku awal peserta
didik sebelum melakukan kegiatan pembelajaran dan sesudah melakukan kegiatan
pembelajaran.
Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukan bahwa evaluator harus
dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik
mengikuti pengalaman belajartertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang
terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh pembelajaran. Penggunakan
model tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat
sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang terkenal dikalangan
guru adalah tes awal (pri- test) dan tes ahir (post- test). Model
ini menyaratkan validitas informasi pada tes ahir.
2.
Model
Berorientasi pada Tujuan
Dalam pembelajaran, kita mengenal adanya tujuan pembelelajaran umum
dan tujuan khusus. Model evaluasi ini menggunakan kedua evaluasi tersebut
sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai
proses pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah
dicapai. Model ini dianggap lebih praktis karena menentukan hasil yang
diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Tujuan modal ini adalah membantu
guru merumuskan tujuan dengan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan.
Selain itu, model ini juga membantu guru menjelaskan rencana
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Instrument
ini digunakan bergantung pada tujuan yangingin diukur. Hasil evaluasi akan
mengggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program pembelajaran berdasarkan
kriteria progam khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan
dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program
pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi
melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.
3.
Model
Pengukuran
Model pengukuran (measurement model) banyak mengukakan pemikiran-
pemikiran dari R. Thorndike dan R.L.Ebel. sesuai dengan namanya, model ini
sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran. Penguuran digunakan untuk
menentukan kuantitas suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki oleh objek,
orang maupun pariwisata, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam bidang
pendidikan model ini telah diterapkan untuk mengungkap perbedaan- perbedaan
individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, dan sikap. Hasil
evaluasi digunakan untuk keperluan
seleksi peserta didik, bimbingan, dan perencanaan pendidikan.
Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku peserta didik,
mencangkup hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga
aspek- aspek kepribadian peserta didik. Instrument yang digunakan pada umumnya
adalah tes tertulis dalam bentuk tes objektif, yang cenderung dibakukan.
4.
Model
Kesesuaian (Ralph W. Tyler, Jhon B. carrol, Les J. Cronbach)
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat
kesesuaian antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil
evaluasi digunakan untuk menyempurnakan system bimbingan peserta didik dan
untuk memberikan informasi kepada pihak– pihak yang memerlukan. Objek evaluasi
adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan
pada akhir pendidikan, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif,
psikomotorik. Untuk itu, teknik evaluasi yang digunakan tidak hanya tes
(tulisan, lisan, dan sperbuatan), tetapi juga non- tes (observasi, wawancara,
skala, skala sikap, dan sebagainya).
Model evaluasi ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada
dua tahap, yaitu sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-
langkah yang harus ditempuh dalam model evaluasi ini adalah merumuskan tujuan
tingkah laku (behavioural objectives), menentukan situasi dimana peserta
didik dapat memperlihatkan tingkah laku yang akan dievaluasi, menyusun alat
evaluasi, dan menggunakan hasil evaluasi.
5.
Educational
System Evalu Ation Model
Menurut model ini evaluasi berarti
membandingkan performance dari berbagai dimensi dengan sejumalah kreterion baik
yang bersifat mutlak atau interen maupun relative atau ekstren. Model ini
menekankan system sebagai suatu keseluruhan ini dan merupakan penggabungan dari
beberapa model sehingga objek evaluasinya pun diambil dari beberapa model.
6.
Model
alkin
Memilih beberapa
alternative. Alkin mengemukakan ada 5 jenis evaluasi, yaitu:
a.
System
assessment, yaitu untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi dari
suatu system.
b.
Program
planning, yaitu untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan
berhasil memenuhi kebutuhan program.
c.
Program
implementation, yaitu menyiapkan informasi apakah suatu program sudah
diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang
direncanakan.
d.
Program
improvement, yaitu memberikan informasi tentang bagaimana suatu program dapat
berfungsi, bekerja atau berjalan.
e.
Program
certification, yaitu memberikan informasi tentang nilai atau manfaat suatu
program.
7.
Illuminative
Model
Model ini lebih menekankan pada evaluasi kealitatif- terbuka (open-
ended). Objek evaluasi ini mencangkup latar belakang dan perkembangan system
pembelajaran, proses pelaksanaan system pembelajaran.
8.
Model
responsive
Metode ini menekankan pada pendekatan kualitatif- naturalistik.
Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau
melukiskan sebuah realitasdari berbagai prespektif. Sesuai dengan pendekatan
yang digunakan , metode ini kurang percaya terhadap hal- hal yang bersifat
kuantitatif. Instrument yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tidak
langsung
C.
Pendekatan
Evaluasi Pembelajaran
Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam
mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi
dapat dibagi menjadi:[5]
1.
Pendekatan
Tradisional
Pedekatan ini berorientasi pada praktik yang ditujukan pada
perkembangan aspek intelektual peserta didik. Aspek- aspek ketrampilan dan
pengembangan sikap kurang mendapat perhatian yang serius. Dengan kata lain,
peserta didk hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan- kegiatan
evaluasi juga lebih difokuskan pada komponen produk saja, ementara komponen
proses cenderung diabaikan.
2.
Pendekatan
sistem
Berbeda dengan pendekatan tradisional yang lhanya menyentuh komponen
produk saja, pendekatan sistematis adalah pendekatan yang difokuskan pada
komponen evaluasi yang meliputi komponen kebutuhan dan feasibility, komponen
input, komponen proses, dan komponen produk. Komponen tersebut harus menjadi
landasan pertimbangan dalam evaluasipembelajaran secara sistematis.
Selanjutnya pendekatan evaluasi yang dilihat dari penafsiran hasil
evaluasi yaitu:
1.
Pendekatan
Acuan Patokan (PAP)
Jika ingin menggunakan pendekatan ini, berarti guru harus
membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan atau
kriteria yang secara absolute atau mutlak telah ditetapkan oleh guru.
Pendekatan ini cocok digunakan dalam evaluasi formatif yang berfungsi untuk
perbaikan proses pembelajaran. PAP dapat menggambarkan prestasi belajar peserta
didik secara objektif apabila alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang standar.
2.
Penilaian
Acuan Norma (PAN)
Salah satu perbedaan pap dan pap adalah penggunaan tolak ukur hasil/
skor sebagai pembanding. Pendekatann ini membandingkan skor setiap peserta
didik dengan teman sekelasnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Alat ukur
yang baik yaitu yang memenuhi syarat- syarat, valid, reliable relevan,
respentatif, praktis, diskriminatif, sepesifik, dan proposional.
2.
Banyak
sekali model- model evaluasi diantaranya yaitu, model tyler, model yang
berorientasi pada tujuan, model pengukuran, model kesesuaian, educational
system evalu ation model, model alkin, model Brinkerhoff, model illuminate, dan
model responsive.
3.
Pendekatan
evaluasi pembelajaran dapat dilihat dari dua segi yaitu komponen pembelajaran
terdapat pendekatan tradisional dan pendekatan system. Sedangkan dilihat dari
segi penafsiran hasil evaluasi terdapat penilaian acuan patokan (PAP) dan
penilaian acuan norma (PAN).
B.
Penutup
Demikianlah makalah
yang berjudul ”Model dan Pendekatan Evaluasi Pembelajaran”. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca terutama dosen mata kuliah ini. Agar pembuatan makalah selanjutnya
bbisa lebih baik. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terimakasih.
[1] Kunandar, Penilaian autentik (penilaian Hasil Belajar
Peserta didi Berdasarkan kurikulum 2013) ,(Jakarta: Rajawali Pers,2013), hlm.
82
[2] Suharsimi Arikunto, Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 77
[3] Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang, UIN- MALIKI PRESS,
2010), hlm.52
[4] Nana Sudjana, dan R. Ibrohim, Penelitian dan Penilaian
Pendidikan. (Bandung: sinar Baru Algensindo, 2007), hlm. 234
[5] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2011), hlm. 85
thanks you, semoga lebih bermanfaat
ReplyDelete