BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
konstitusi yang merupakan seperangkat aturan main
dalam kehidupan bernegara dan yang mengatur hak dan kewajiban warga negara dan
negara. Pemahaman ini menjadi landasan dalam mengembangkan materi otonomi
daerah. Tujuan konstitusi
adalah membatasi kesewenang-wenangan pemerintah, menjamin
hak-hak rakyat yang diperintah dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat, sedangkan
fungsi konstitusi adalah sebagai
dokumen
nasional dan alat untuk membentuk sistem politik dan sistem hukum negaranya. Konstiitusi demokratis adalah
konstitusi yang mempunyai atau mengandung
prinsip-prinsip menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan, mayoritas berkuasa dan terjaminnya
hak minoritas, adanya
jaminan pengharaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara, pembaasan pemerintahan, adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses
bernegara melalui pemilihan umum yang
bebas, adanya jaminan berlakunya hukum
dan keadilan melalui proses peradilan
yang bebas,
adanya pembatasan dan pembagian kekuasaan
negara. Terdapat dua model konstitusi yaitu
renewel dan amandemen. Kosntitusi
merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan hakikat,
tujuan,
dan fungsi
konstitusi ?
2.
Apa saja nilai-nilai yang
terkandung dalam konstitusi
?
3.
Apa saja pembagian atau
klasifikasi konstitusi
?
4.
Bagaimana konstitusi sebagai
pengatur kehidupan kenegaraan yang
demokratis ?
C.
Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.
Apa yang dimaksud dengan hakikat,
tujuan,
dan fungsi
konstitusi.
2.
Apa saja nilai-nilai yang
terkandung dalam konstitusi.
3.
Apa saja pembagian atau
klasifikasi konstitusi.
4.
Bagaimana konstitusi sebagai
pengatur kehidupan kenegaraan yang
demokratis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hakikat, Tujuan, dan Fungsi
Konstitusi
1.
Hakikat
Konstitusi
Setiap
negara modern dewasa ini senantiasa memerlukan suatu sistem pengaturan yang dijabarkan dalam suatu
konstitusi. Oleh karena itu konstitusionalisme
mengacu pada pengertian sistem institusionalisasi secara
efektif dan terhadap suatu pelaksanaan
pemerintahan.
Dengan lain perkataan
menurut Hamilton untuk menciptakan
suatu tertib pemerintahan diperlukan
pengaturan sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat
dibatasi dan dikendalikan.[1]
Pembatasan dan pengendalian
tersebut hanya dapat dilakukan
melalui konstitusi. Istilah
konstitusi dari sudut sejarah telah lama dikenal yaitu sejak zaman Yunani Kuno. Diduga Konstitusi Athena (abad 425 S.M.)
merupakan konstitusi
pertama yang ada di dunia
dan dipandang sebagai alat demokrasi
yang
sempuna. Hal ini dikarenakan bahwa
pemahaman orang tentang konstitusi
sejalan pemikiran orang-orang Yunani
Kuno tentang negara. Hal ini dapat
diketahui dari paham Socrates yang telah dikembangkan oleh muridnya Plato, dalam bukunya politea atau
negara yang memuat ajaran-ajaran Platotentang negara dan hukum, dan bukunya
Nomoi atau undang-undang.
Dalam
masyarakat Yunani kuno dikatakan bahwa politea diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi adalah
undang-undang biasa. Perbedaan dari
istilah
tersebut adalah politea mengandung kekuasaan lebih tinggi daripada nomoi, karena mempunyai kekuataan
membentuk agar tidak bercerai berai.
Dalam
kebudayaan Yunani, istilah konstitusi berhubungan erat engan ucapan respublica constitiere, sehingga
lahirlah semboyan yang berbunyi pricep
egibus
solutus est, salus publica suprema lex, yang berarti rajalah yang berhak menentukan organisasi atau struktur daripada negara, oleh
karena itu raja
adalah satu-satunya pembuat undang-undang.
Dengan
demikian, istilah konstitusi
pada zaman Yunani Kuno diartikan hanya
sebatas materiil saja karena
konstitusi pada saat itu belum diletakkan dalam suatu naskah yang tertulis.[2]
Berkaitan dengan
istilah konstitusi, Wirjono Prodjodikoro
menyatakan bahwa Istilah konstitusi berasal
dari kata kerja constitutuer (Prancis) yang
berarti
membentuk, yaitu membentuk suatu negara. Sehingga konstitusi mengandung pengertian permulaan
dari segala peraturan mengenai suatu
negara, dengan demikian suatu konstitusi
memuat peraturan pokok (fundamental)
mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yaitu negara.
Menurut
Sri Sumantri : Istilah konstitusi berasal dari perkataan constitution, yang dalam
bahasa Indonesia dijumpai istilah hukum yang lain, yaitu undang-undang dasar dan atau hukum dasar. Dalam
perkembangannnya istilah
konstitusi mempunyai
dua pengertian yaitu pengertian yang luas dan pengertian
yang sempit,
Sedangkan
Moh. Kusnardi
dan Harmaili Ibrahim berpendapat bahwa Konstitusi yang berasal dari istilah
constitution (Bahasa Inggris dan Prancis) atau verfasung (Belanda) memiliki perbedaan dari
undang-undang dasar atau goundgesetz. Jika ada kesamaan,
itu merupakan kekhilafan pandangan dinegara-negara modern, yang disebabkan
oleh pengaruh paham kodifi kasi yang menghendaki setiap peraturan harus tertulis, demi
mencapai kesatuan hukum dan kepastian hukum.
Berangkat
dari pendapat para ahli di atas tentang konstitusi, maka dapat kita lihat bahwa istilah konstitusi ini terjadi
perbedaan pendapat, ada yang berpendapat
bahwa konstitusi sama dengan
undang-undang dasar dan ada
yang berpendapat konstitusi tidak sama dengan undang-undang dasar. Penyamaan arti konstitusi dan UUD
inilah yang sesuai dengan praktik
ketatanegaraan
di Indonesia.
Terlapas
dari pandangan dua kelompok di atas, istilah konstitusi dalam perkembangannya mempunyai dua
pengertian yaitu : pertama, dalam
pengertian
yang luas, konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar baik yang
tertulis ataupun tidak tertulis ataupun
campuran
keduanya; kedua, dalam pengerian sempit, konstitusi berarti piagam dasar atau undang-undang
dasar ialah suatu dokumen lengkap
mengenai
peraturan-peraturan dasar negara.
Dengan
demikian hakikat dari konstitusi adalah suatu kumpulan kaidah yang memberikan
pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa yang berbentuk suatu
dokumen tentang pembagian tugas sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik
dan juga berisi hak-hak asasi manusia.[3]
2.
Tujuan dan
Fungsi Konstitusi
Secara
garis besar, tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenangwenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat
yang diperintah, menetapkan pelaksanaan
kekuasaan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan (2005), hakikat tujuan konstitusi
merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme yaitu
pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak
warga negara maupun setiap penduduk dipihak lain.
Sedangkan
fungsi konstitusi adalah sebagai sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan atau bisa
juga befungsi sebagai dokumen nasional
dan
alat untuk membentuk sistem politik dan sistemm hukum negara. Karena itu ruang lingkup isi
undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis sebagaimana
dinyatakan oleh Struycken memuat tentang:
a.
hasil perjuangan politik
bangsa diwaktu yang lampau
b. tingkat-tingkat tertinggi
perkembangan ketatanegaraan
bangs
c.
pandangan tokoh bangsa yang hendak
diwujudkan,
baik waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang
d. suatu
keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
B.
Nilai-Nilai
yang Terkandung dalam Konstitusi
Dalam
praktik ketatanegaraan, seringkali sebuah konstitusi yang tertulis tidak dapat
berlaku atau berjalan sesuai yang dikehendaki, hal ini disebabkan karena salah
satu atau beberapa isi dari konstitusi tidak dijalankan oleh penguasa atau
sekelompok golongan penguasa. Sehubungan dengan hal itu, Karl Loewenstein
mengadakan penyelidikan mengenai arti konstitusi tertulis dalam suatu
lingkungan nasional, Hasil penyelidikannya menyimpulkan adanya 3 (tiga) nilai
suatu konstitusi.[4]
1.
Nilai Normatif
Nilai
normatif diperoleh apabila penerimaan segenap rakyat suatu negara terhadap konstitusi benar-benar
secara murni dan konsekuen. Konstitusi
ditata
dan dijunjung tinggi tanpa adanya penyelewengan sedikit pun. Dengan kata lain
bahwa konstitusi telah dapat dilaksanakan sesuai dengan isi dan jiwanya baik
dalam produk hukum maupun dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah.
2.
Nilai Nominal
Nilai
nominal diperoleh apabila ada kenyataan sama dalam batas-batas berlakunya. Nilai yang terkait
dengan batas-batas berlakunya itulah yang
dimaksudkan
dengan nilai nominal konstitusi. Contoh ketentuan pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum
amandemen dinyatakan tidak berlaku
lagi
karena Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) tugasnya hanya
dalam masa peralihan dan badan itu sendiri tidak berlaku lagi sekarang. Meskipun ketentuan itu
tidak dicabut tidak berarti masih berlaku
secara
efektif.
3.
Nilai Semantik
Dalam
hal ini konstitusi hanya sekedar istilah saja. Meskipun secara hukum konstitusi
tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar untuk memberi bentuk
dari tempat yang telah ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik,
pelaksanaannya selalu dikaitkan denan kepentingan pihak yang berkuasa (dalam
arti negatif).
C.
Klasifikasi
atau Pembagian Konstitusi
Menurut
K. C Wheare, pada intinya konstitusi dapat diklasifikasikan menjadi lima
kategori berikut:
1. Konstitusi
Tertulis dan Tidak Tertulis.
Konstitusi
tertulis adalah konstitusi dalam bentuk dokumen yang memiliki kesakralan khusus dalam proses
perumusannya. Konstitusi tertulis
merupakan
suatu instrument yang oleh para penyususunnya disusun untuk segala kemungkinan yang dirasa
terjadi dalam pelaksanaannya. Pada kasus lain, konstitusi tertulis dijumpai
pada sejumlah hukum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun
konstitusi dengan tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas mungkin bagi
proses undang-undang biasa mengembangkan konstitusi itu dalam aturan-aturan
yang sudah disiapkan. Sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi
yang lebih berkembang atas
dasar adat istiadat daripada hukum tertulis.
Konstitusi
tidak tertulis dalam
perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang, misalnya penentuan quarum, model perubahan
(amandemen atau pembaruan) dan prosedur
perubahannya.
2. Konstitusi
Fleksible dan Konstitusi Kaku.
Konstitusi
yang dapat diubah atau diamandemen tanpa adanya prosedur khusus dinyatakan sebagai
konstitusi fleksibel. Sebaliknya konstitusi yang mensyaratkan
prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya adalah konstitusi kaku. Menurut James
Bryce, terdapat ciri-ciri khusus pada konstitusi fleksibel
yaitu:
a) elastis
b)
diumumkan dan diubah dengan cara yang sama
seperti
undang-undang.
Sedangkan
konstitusi kaku memiliki kekhususan sendir
yaitu
:
a)
mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain
b)
hanya dapat diubah dengan cara yang
khusus
atau istimewa atau dengan persyaratan yang berat.
3. Konstitusi
Derajat Tinggi dan Tidak Derajat Tinggi
Konstitusi
derajat tinggi ialah suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Jika
dilihat dari segi bentuknya, konstitusi ini berada di atas peraturan
perundang-undangan yang lain. Demikian juga syarat-syarat untuk mengubahnya
sangatlah berat. Sedangkan konstitusi tidak sederajat ialah suatu konstitusi
yang tidak mempunyai kedudukan. Persyaratan yang diperlukan
untuk mengubah konstitusi ini sama dengan persyaratan yang diperlukan untuk mengubah
peraturan-peraturan yang lain setingkat undangundang.
4. Konstitusi
Serikat dan Konstitusi Kesatuan
Bentuk
ini berkaitan dengan bentuk suatu negara, jika bentuk suatu negara itu serikat, maka akan didapatkan
sistem pembagian kekuasaan antara
pemerintah
negara serikat dengan pemerintah negara bagian. Sistem pembagian kekuasaan ini
diatur dalam konstitusi.
Dalam
negara kesatuan pembagian kekuasaan ini tidak dijumpai, karena seluruh
kekuasaan terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.
5. Konstitusi
Sistem Parlementer dan Konstitusi Presidensial
Bentuk
ini berkaitan dengan bentuk suatu negara, jika bentuk suatu negara itu serikat, maka akan didapatkan
sistem pembagian kekuasaan antara
pemerintah
negara serikat dengan pemerintah negara bagian. Sistem pembagian kekuasaan ini
diatur dalam konstitusi. Dalam negara kesatuan pembagian kekuasaan ini tidak
dijumpai, karena seluruh kekuasaan terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana
diatur dalam konstitusi[5].
D.
Konstitusi
Sebagai Pengatur Kehidupan Kenegaraan yang
Demokratis
Konstitusi
merupakan sarana bagi terciptanya kehdupan kenegaraan yang demokratis bagi seluruh warga
negara. Hal ini dikarenakan bila negara
mempunyai
konstitiusi yang demokratis, maka konstitusi yang demokratis tersebut dapat dijadikan aturan
yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi
di
negara tersebut. Jika konstitusi dipahami sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
maka konstitusi memiliki kaitan yang
cukup
erat dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam sebuah negara. Dengan demikian
konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga
negara.
Dengan
kata lain, negara yang
memilih demokrasi sebagai pilihannya, maka konstitusi demkratis merupakan aturan yang dapat
menjamin terwujudnya demokrasi di negara
tersebut
sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula. Kekuasaan yang demokratis
dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi perlu dikawal agar nilai-nilai
demokrasi yang diperjuangkan tidak diselewengkan, maka partisipasi warga negara
perlu ditetapkan di dalam kosntitusi untuk ikut berpartisipasi dan mengawal
proses demokratisasi pada sebuah bangsa.
Karena
konstitusi menjadi piranti yang sangat penting bagi sebuah negara demokrasi,
yang selanjutnya secara langsung konstitusi menjadi daya ikat yang berarti bagi
penyelenggara negara dan warga negara bagi terbentuknya negara demokrasi, maka
setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi yang demokratis haruslah
memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri, yang terdiri atas :
1.
menempatkan warga
negara sebagai sumber utama kedaulatan
2.
mayoritas
berkuasa dan terjaminnya hak minoritas
3.
adanya jaminan
pengharaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara.
4.
pembaasan
pemerintahan
5.
adanya jaminan
keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang bebas
6.
adanya jaminan
berlakunya hukm dan keadilan melalui proses peradilan yang independen
7.
adanya
pembatasan dan pembagian kekuasaan negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstitusi
dapat dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan,
hak-hak pihak yang diperintah dan
hubungan
di antara keduanya. Tujuan
konstitusi adalah membatasi kesewenang-wenangan pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang
diperintah dan menetapkan pelaksanaan
kekuasaan
yang berdaulat, sedangkan fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk
membentuk sistem politik dan sistem
hukum
negaranya. Konstiitusi
demokratis adalah konstitusi yang mempunyai atau mengandung
prinsip-prinsip menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan, mayoritas berkuasa dan terjaminnya
hak minoritas, adanya
jaminan pengharaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara, pembaasan pemerintahan, adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses
bernegara melalui pemilihan umum yang
bebas, adanya jaminan berlakunya hukum
dan keadilan melalui proses peradilan
yang bebas,
adanya pembatasan dan pembagian kekuasaan
negara. Terdapat dua model konstitusi yaitu
renewel dan amandemen. Kosntitusi
merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara.
DAFTAR PUSTAKA
Ubaedillah
dan Abdul Rozak, 2008. Judul : Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Ketiga
(Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani). Penerbit Prenada
Media Group : Jakarta.
Kaelan
dan Ahmad Zubaidi, 2007
izin copas ya kawan
ReplyDelete