Wikipedia

Search results

Wednesday, January 27, 2016

Pendidikan Seks ( artikel PPKN )

ABSTRAK

Anak adalah wujud dari kepolosan dunia. Ketidaktahuan anak tentang seks sering kali menjadi alasan pelecehan oleh orang dewasa. Anak memandang seks sebagai sesuatu yang tabu atau vulgar. Berdasar fakta kasus semakin meningkat karena anak tidak mendapat pendidikan seks dengan jelas. Pendidikan seks pada anak usia dini mungkin merupakan solusi. Akan tetapi anak mungkin belum bisa menerima secara mental. Tak jarang anak lebih condong ke pikira joroknya dari pada efek yang dia dapat ketika dia mengerti apa itu seks. Dalam perkembangan bahasapun kata seks malah disalah artikan menjadi hal yang tabu. Anak harus mendapatkan pendidikan seks yang sesuai dengan umurnya. Secara psikologi anak sangat membutuhkan bimbingan orang dewasa untuk mengerti definisi seks secara layak, karena anak masih belum bisa selektif kepada setiap informasi yang didapat. Pengajar maupun orang tua mampu mengikuti langkah proses konsuling ketika menerangkan kepada anak. Ada banyak hal yang harus dihindari ketikan menerangkan kepada anak. Itu dikarenakan anak masih awam dalam hal itu. Keterbukaan orang tua sangat penting demi kemajuan dan keselamatan anak dari gagap seks. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan pemberian informasi tentang masalah seksual. Informasi yang diberikan di antaranya pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, komitmen, agama agar tidak terjadi "penyalahgunaan" organ reproduksi ter­sebut. Pendidikan seks itu sangat penting diberikan sejak dini. Pengetahuan tentang seks pada anak-anak dapat mencegah terjadinya penyimpangan seksual pada anak. Pendidikan seks pada anak juga dapat mencegah agar anak tidak menjadi korban pelecehan seksual, dengan dibekali pengetahuan tentang seks, mereka menjadi mengerti perilaku mana yang tergolong pelecehan seksual. Selanjutnya, pengetahuan tentang seks juga dapat mencegah anak-anak mencoba-coba hal-hal yang seharusnya belum boleh mereka lakukan karena ketidaktauannya.




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ketika kita mendengar kata seks apa yang terpikir di benak kita? Pornografi, vulgar, menjijikkan dll. Memang sebagian besar masyarakat menganggap membicarakan seks itu adalah sesuatu hal yang tabu dan tak layak dibicarakan. Ketika anak kita bertanya soal seksualitasnya pasti kita dengan cepat akan mengalihkannya dan akan mengatakan “ehhhhh tidak baik ngomong gitu, masih kecil nanti kalo sudah besar kan tau sendiri”. Sikap seperti itulah yang salah, karena anak memiliki rasa ingin tahu tentang banyak hal, bila kita sebagai orang tua tidak bisa mengarahkan dengan baik, tidak bisa memberikan informasi yang jelas cenderung mereka akan mencari informasi dari orang lain dan teman-temannya, informasi tersebut belum tentulah informasi yang baik.
Sedikit sekali masyarakat terutama orang tua yang peduli akan pendi­dikan seks dan menempatkan bah­wa seks adalah sesuatu yang penting. Bahkan banyak orang tua yang tidak memberikan pendidik­an seks pada anak, dengan alasan anak akan tabu dengan sendirinya. Selama ini seks identik dengan orang dewasa saja.
Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Namun, mengajarkan pendidikan seks pada anak harus diberikan agar anak tidak salah melangkah dalam hidupnya. Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak usia 3-4 tahun, karena pada usia ini anak sudah bisa melakukan komunikasi dua arah dan dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan pengenalan organ tubuh internal. Pendidikan seks untuk anak usia dini berbeda dengan pendidikan seks untuk remaja. Pendidikan seks untuk remaja lebih pada seputar gambaran biologi mengenai seks dan organ reproduksi, masalah hubungan, seksualitas, kesehatan reproduksi serta penyakit menular seksual, sedangkan pada anak usia dini lebih pada pengenalan peran jenis kelamin dan pengenalan anatomi tubuh secara sederhana.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Seks

Pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan dan cara mendidik.[1] Sedangkan istilah seks dalam pengertian sempit berarti kelamin. Adapun menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Mugi Kasim mengartikan seks sebagai sumber rangsangan baik dari dalam maupun luar yang mempengaruhi tingah laku syahwat yang bersifat kodrati.[2]     
Syamsudin mendefinisikan pendidikan seks sebagai usaha untuk membimbing seseorang agar dapat mengerti benar-benar tentang arti kehidupan seksnya, sehingga dapat mempergunakannya dengan baik selama hidupnya.[3]
Dr. A.Nasih Ulwan menyebutkan bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seks yang diberikan kepada anak agar ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan pekawinan, sehingga jika anak telah dewasa dan dapat memahami unsur-unsur kehidupan ia telah mengetahui masalah-masalah yang dihalalkan dan diharamkan bahkan mampu menerapkan tingkah laku islami sebagi akhlak, kebiasaan, dan tidak mengikuti syahwat maupun cara-cara hedonistic.[4]



B.     Mengapa Pendidikan Seks Penting Pada Anak?

Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini tidak lagi hanya mengancam para anak-anak dan remaja yang rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Meningkatnya kasus kekerasan merupakan bukti nyata kurangnya pengetahuan anak mengenai pendidikan seks yang seharusnya sudah mereka peroleh dari tahun pertama oleh orang tuanya. Pendidikan seks menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus yang terjadi mengenai tindak kekerasan seksual terhadap anak dan remaja.
Hasil penelitian yang dikutip dari sebuah Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan mengenai Pendidikan Seks pada Usia Dini oleh Moh. Roqib menunjukkan bahwa 97,05% mahasiswa di Yogyakarta telah kehilangan keperawanannya.[5] Nyaris 100% atau secara matematis bisa disepadankan dengan 10 gadis dari 11 gadis sudah tidak perawan yang diakibatkan oleh hubungan seksual. Fakta yang sangat memprihatinkan melihat kondisi remaja saat ini yang tengah terancam dalam mempertahankan kesucian dirinya baik karena paksaan atau karena sama-sama suka saat melakukannya (free sex). Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pendidikan seks untuk diberikan sejak usia dini guna memberikan informasi dan mengenalkan  kepada anak bagaimana ia harus menjaga dan melindungi organ tubuhnya dari orang yang berniat jahat terhadap dirinya.




C.    Tujuan Pendidikan Seks Pada Anak

Tujuan pendidikan seks sesuai usia perkembangan pun berbeda-beda. Seperti pada usia balita, tujuannya adalah untuk memperkenalkan organ seks yang dimiliki, seperti menjelaskan anggota tubuh lainnya, termasuk menjelas­kan fungsi serta cara melindunginya. Jika tidak dilakukan lebih awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya.
Untuk usia sekolah mulai 6-10 tahun bertujuan memahami perbedaan jenis kelamin (laki-laki dan perernpuan), menginformasikan asal-usul manusia, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit.
Sedangkan usia menjelang re­maja, pendidikan seks bertujuan untuk menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya, serta menerima perubahan dari bentuk tubuh.
Jadi secara garis besarnya pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut:[6]
1.      Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan
2.      Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan.
3.      Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual.
4.      Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.
5.      Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual Mengurangi kasus infeksi melalui seks.
6.      Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.



D.    Pendidikan Seks Berdasarkan Usia

1.      Umur 3-5 tahun
Pada rentang umur ini, mengajarkan mengenai organ tubuh dan fungsi masing-masing organ tubuh, jangan ragu juga untuk memperkenalkan alat kelamin si kecil. Saat yang paling tepat untuk mengajarkannya adalah di saat sedang memandikannya. Diharapkan untuk hindari penyebutan yang dianggap tidak sopan di masyarakat untuk menyebut alat kelamin yang dimilikinya. Misalkan seperti vagina atau penis, jangan diistilahkan dengan kata lain seperti “apem” atau “burung”. Anda tidak perlu membahas terlalu detail mengenai jenis kelamin anak Anda atau mengajarkannya dalam kondisi belajar yang serius.
Ajarkan juga kepada anak bahwa seluruh tubuhnya, termasuk alat kelaminnya, adalah milik pribadinya yang harus dijaga baik-baik. Dengan demikian, anak harus diajarkan untuk tidak menunjukkan kelaminnya secara sembarangan. Tekankan kepada mereka bahwa mereka memiliki hak dan bisa saja menolak pelukan atau ciuman dan segala macam bentuk kasih sayang yang dinyatakan melalui sentuhan fisik. Hal ini menjadi penting, karena disukai atau tidak, banyak pelaku pelecehan seksual adalah orang-orang yang dekat dengan kehidupan si anak. Orang tua juga diharapkan untuk tidak memaksa seorang anak untuk memeluk atau mencium orang lain jika dia tidak menginginkannya agar si anak bisa belajar untuk menyatakan penolakannya.
2.      Umur 6 - 9 tahun
Di rentang umur ini, si kecil diajarkan mengenai apa saja yang harus dilakukan untuk melindungi dirinya sendiri. Orang tua bisa mengajarkan anak menolak untuk membuka pakaian bahkan jika ada imbalan sekalipun atau menolak diraba alat kelaminnya oleh temannya. Selain itu, di rentang umur ini, Anda bisa menggunakan hewan tertentu yang tumbuh dengan cepat dan terlihat jelas perbedaan jenis kelaminnya (seperti: anak ayam) di saat bertumbuh dewasa untuk mengajarkan mengenai perkembangan alat reproduksi. Ajaklah anak anda untuk turut mengamati perkembangannya. Jika mereka tidak terlalu memperhatikan hingga detail terkecil, Anda bisa berikan informasi lebih lanjut nanti sembari menekankan bahwa alat kelamin mereka juga akan berubah seiring mereka bertumbuh dewasa nanti. Orang tua harus memperhatikan suasana hati anak agar saat menyampaikan materi seksualitas, si anak tidak merasa terpojokkan, malu, bodoh, ataupun menjadi terlalu liar dalam menyikapi seks.
3.      Umur 9 - 12 tahun 
Berikan informasi lebih mendetail apa saja yang akan berubah dari tubuh si anak saat menjelang masa puber yang cenderung untuk berbeda-beda di setiap individu. Ajarkan kepada anak bagaimana menyikapi menstruasi ataupun mimpi basah yang akan mereka alami nanti sebagai bagian normal dari tahap perkembangan individu. Pada umur 10 tahun, sebelum menjelang masa puber, Anda sudah bisa memulai topik mengenai kesehatan alat kelamin. Pastikan juga pada anak Anda, jika dia mengikuti semua peraturan kesehatan ini, maka mereka tak perlu banyak khawatir.
4.      Umur 12 - 14 tahun
Dorongan seksual di masa puber memang sangat meningkat, oleh karena itu, orang tua sebaiknya mengajarkan apa itu sistem reproduksi dan bagaimana caranya bekerja. Penekanan terhadap perbedaan antara kematangan fisik dan emosional untuk hubungan seksual juga sangat penting untuk diajarkan. Beritahukan kepada anak segala macam konsekuensi yang ada dari segi biologis, psikologis, dan sosial jika mereka melakukan hubungan seksual. Orang tua selain mengajarkan keterbukaan komunikasi dengan anak terutama dalam membicarakan seksualitas, juga perlu menambahkan keuntungan menghindari aktivitas seksual terlalu dini sebelum mencapai masa dewasa.
Hindari penggunaan kata-kata yang menghakimi remaja agar ia tidak merasa ragu, takut, enggan ataupun marah saat membicarakan pengalaman seksual mereka. Jika orang tua merasa agak berat untuk membicarakan topik-topik seksual dengan anak, orang tua bisa meminta bantuan psikolog atau konselor untuk  memberikan pendidikan seksual kepada anak dan  membantu orang tua merasa nyaman membicarakan topik ini.[7]



E.     Pendidikan Seks pada Anak dalam Pendidikan Agama Islam

Pokok-pokok pendidikan seks pada anak dalam Pendidikan Agama Islam meliputi beberapa hal :[8]
1.      Menanamkan jiwa maskulin dan feminim
Kesadaran tentang perbedaan hakiki dalam penciptaan manusia secara berpasangan laki-laki dan perempuan karena hal tersebut akan sangat berguna bagi pergaulannya. Pembentukan jiwa feminism pada wanita dan maskulin pada laki-laki dapat dilakukan dengan pemberian peran kepada anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Dengan memberikan tugas sesuai dengan jenis kelaminnya, seseorang akan menjadi laki-laki atau wanita sejati.[9]
2.      Mendidik menjaga pandangan mata
Di samping penerapan etika memandang, hendaknya kepada anak dijelaskan pula mengenai batasan aurat dan muhrim bagi dirinya. Aurat merupakan anggota tubuh yang yang harus ditutupi dan tidak boleh dilihat atau diperlihatkan kepada orang lain.[10]
3.      Mengenalkan mahrom-mahromnya
Mencegah anak bergaul secara bebas dengan teman-teman yang berlawanan jenis denga memberikan batasan-batasan tertentu bertujuan agar anak mampu memahami etika bergaul dalam islam mampu membedakan antara muhrim dengan yang bukan muhrim sehingga pemahaman tersebut akan selalu melekat di hati dan menjadi self control pada waktu anak memasuki usia remaja.[11]
4.      Mendidik cara berpakaian dan berhias
Hendaknya anak dibiasakan untuk senantiasa mengenakan pakaian islami, model-model pakaian yang baik, serta meluruskan konsep-konsep mengenai model pakaian pada diri anak, agar mereka tidak terjerumus pada konsep model pakaian barat yang lebih menonjolkan erotikannya.


5.      Mendidik cara menjaga kebersihan kelamin
Bimbingan praktis mengenai adab istinja’, adab mandi, dan adab wudhu dimaksudkan agar anak secaran langsung belajar membersihkan diri, belajar membersihkan alat kelaminya, dan belajar mengenali dirinya.
6.      Memberikan pengertian tentang ikhtilam dan haidh
Pengertian tentang ikhtilam dan haid sebaiknya diberikan dan difahami oleh anak sebelum ia benar-benar mengalaminya, agar dalam perkembangan seksualnya dapat berjalan secara wajar dan tidak ada beban-beban kejiwaan. Lebih dari itu agar anak dapat menjalankan ketentuan syar’i yang telah mulai berlaku bagi dirinya.
7.      Pemisahan tempat tidur
Memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan bertujuan agar mereka mampu memahami dan menyadari tentang eksistensi perbedaan antara laki-laki dan perempuan, terbiasa menghindari pergaulan bebas antar jenis kelamin yang berbeda.

F.     Metode Pendidikan Seks pada Anak dalam Pendidikan Agama Islam

Metode yang efektif dalam menyampaikan pendidikan seksual kepada anak antara lain sebagai berikut:
1.      Metode pembiasaan
Metode pembiasaan bisa diterapkan dalam pendidikan seks melalui cara membiasakan anak agar menjaga pandangan mata dari hal-hal yang berbau porno, membiasakan anak tidur terpisah dengan orang tuanya, membiasakan anak menjaga kebersihan alat kelaminnya, membiasakan anak untuk tidak berkhalwat dengan lawan jenisnya tanpa didampingi muhrimnya dimulai dengan hal kecil misalnya, pemisahan tempat duduk di kelas, serta membiasakan anak berpakaian dan berhias sesuai dengan ajaran islam.[12]


2.       Metode keteladanan
Metode pemberian contoh yang baik (Uswatun khasanah) terhadap anak-anak yang belum begitu kritis akan banyak mempengaruhi tingkah laku sehari-harinya. Dalam pendidikan seks anak harus diberikan keteladanan dalam pergaulan, berpakaian, serta dalam peribadatan. Apa yang disampaikan guru akan lebih mudah diserap oleh peserta didik jika dibarengi dengan upaya pemberian keteladanan dan contoh yang nyata terhadap siswa.
3.      Metode pemberian hadiah dan hukuman
Dalam pendidikan seks, metode pemberian hadiah dan hukuman dapat diterapkan dalam rangka menanamkan aturan-aturan islami menyangkut masalah ibadah dan etika, khususnya etika seksual. Bagi anak yang telah mematuhi aturan yang dicanangkan kepada mereka, mereka berhak mendapat hadiah meskipun hanya sanjungan dan pujian. Namun apabila melanggar, mereka harus diberi hukuman meskipun hanya berupa teguran.
4.       Metode Tanya jawab dan dialog
Metode Tanya jawab dan dialog sangat bermanfaat dalam menanamkan dasar-dasar pendidikan seks pada anak, sebab salah satu naluri anak yang paling umum adalah selalu ingin tahu terutama dalam hal-hal yang menarik perhatiannya. Metode tanya jawab tidak hanya dilakukan di kelas, tetapi juga dapat dilakukan di luar kelas. Guru sebaiknya memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan sharing tentang hal-hal yang diluar akademis, tentang permasalahan aktual seputar permasalahan remaja dan pendidikan seks.
5.      Metode pengawasan
Anak hendaknya diberikan pengawasan agar senantiasa menutup aurat dan memberikan pengertian mengenai bahaya yang timbul akibat aurat terlihat orang lain. Anak juga perlu diawasi dalam pergaulannya agar terhindar dari pergaulan bebas dengan tujuan agar anak mampu memahami etika bergaul dalam islam.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Pendidikan seks diartikan sebagai usaha untuk membimbing seseorang agar dapat mengerti benar tentang arti kehidupan seksnya, sehingga dapat mempergunakannya dengan baik selama hidupnya. Pokok-pokok pendidikan seks pada anak dalam Pendidikan Agama Islam meliputi beberapa hal, yaitu menanamkan jiwa maskulin dan feminism, mendidik menjaga pandangan mata, mengenalkan mahrom-mahromnya, memberikan pengertian tentang ikhtilam dan haidh, serta mendidik cara menjaga kebersihan kelamin. Adapun metode yang dapat digunakan adalah metode pembiasaan, metode keteladanan, metode pemberian hadiah dan hukuman, metode tanya jawab dan dialog, serta metode pengawasan.

B.     Saran

            Pendidikan seks sangat penting untuk diberikan sedini mungkin kepada anak. Namun hal ini tidak semata-mata menjadi beban dan tanggung jawab bagi orang tua saja, namun juga menjadi tanggung jawab guru sebagai orang tua kedua bagi anak. Pandidikan seks ini dapat diberikan sesuai dengan tingkat perkembangan anak, mulai dari hal yang sifatnya sederhana hingga pada hal yang sifatnya kompleks. Orang tua, guru, dan masyarakat memikul tanggung jawab bersama dalam mendidik generasi muda agar mereka dapat memperoleh  penjelasan dan informasi tentang seks serta menegakan nilai-nilai manusiawi terhadap seks tersebut dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.



DAFTAR PUSTAKA

Madani, Yusuf. Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam : Panduan bagi Orang Tua, Guru, Ulama, dan Kalangan Lainnya. Penerjemah: Irwan Kurniawan. 2003. Jakarta: Pustaka Zahra

M. Kasim Mugi Amin. Kiat Selamatkan Cinta. 1997. Yogyakarta: Titian Ilahi Press

Syamsudin, Pendidikan Kelamin dalam Islam, 1985. Solo: Ramadhani.

Nasikh ulwan, Pendidikan Seks, 1996. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Suraji, Pendidikan Seks bagi Anak, 2008. Yogyakarta: Pustaka Fahima.

Moh. Roqib. Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol. 13 No. 2. P3M STAIN Purwokerto.


Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. http://ratuhati.com/index.php.



[1] Madani, Yusuf. Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam : Panduan bagi Orang Tua, Guru, Ulama, dan Kalangan Lainnya. Penerjemah: Irwan Kurniawan. Jakarta: Pustaka Zahra. 2003,  hlm 23
[2] M. Kasim Mugi Amin, Kiat Selamatkan Cinta, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997, hlm. 38
[3] Syamsudin, Pendidikan Kelamin dalam Islam, Solo: Ramadhani, 1985, hlm. 14
[4] Nasikh ulwan, Pendidikan Seks, Bandung: remaja Rosda Karya, 1996, hlm. 72

[5]Moh. Roqib. Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol. 13 No. 2. P3M STAIN Purwokerto, hlm. 2.

[6] Moh. Roqib, Op. Cit, hlm. 5.
[8] Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. http://ratuhati.com/index.php.Diakses 30 Desember 2015.  Jam 11: 45 WIB.
[9] Suraji, Pendidikan Seks bagi Anak, (Yogyakarta: Pustaka fahima, 2008), hlm. 132
[10] Nasikh Ulwan, Op. Cit., hlm.17
[11] Suraji, Op. Cit., hlm. 143.
[12] Suraji, Op. Cit., hlm. 168

3 comments: