8 Oktober 2013
A. Peristiwa Penting Sekitar Proklamasi
1. Dibentuknya BPUPKI
Dalam perang pasifik memberikan bayang-bayang kekalahan Jepang, sehingga
pada tanggal 1 Maret 1945 Jendral
Kumahici Haradamengumumkan dibentuknya badan khusus yang bernama Dokuritus Junbi atau Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertujuan untuk mempelajari dan mempersiapkan
hal-halpenting mengenai masalah tata pemerintah Indonesia merdeka.
Pada tanggal 29 April 1945 diumumkan pengangkatan pengurus BPUPKI yang
diketuai oleh dr. K.R.T. Radjiman
Wediodiningrat, yang menjadi ketua muda adalah Icibagase, dan kepala sekretariatnya adalah P.P. Suroso yang dibantu Toyohito
Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo. BPUPKI
diresmikan pada tanggal 29 Mei 1945, dengan sidang pertama yang berlangsung
pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 yang membicarakan dasr filsafat negara
Indonesia Merdeka yang dikenal dengan Pancasila. Berikut ini adalah hasil dari
sidang yang di usulkan oleh beberapa tokoh:
a) Pada sidang 29
Mei 1945 (Mr. Muh. Yamin)
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusian
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan
Rakya
b) Pada sidang 31
Mei 1945 (Prof. Dr. Supomo)
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseibangan
4) Musyawarah
5) Keadilam Sosial
c) Pada sidang 1
juni 1945 (Ir. Soekarno)
1) Kebangsaan
Indonesia
2) Internasionalisme
atau Peri Kemanusiaan
3) Mufakat atau
Demokrasi
4) Kesejahtraan
Sosia
5) lKetuhanan Yang
Maha Esa
Pada tanggal 22 Juni 1945 dibentuklah panitia sembilan atau panitia kecil
yang terdiri atas 9 orang anggota yaitu: Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muh. Yamin, Mr. Ahmad Soebadjo, Mr.A.A. Maramis,
Abdul Kadir Muzakkir, K.H. Wachid Hasym, K.H. Agus Salim, dan Abikusno
Tjokrosujoso. Panitia ini menghasilkan dokumen yang dikenal dengan Piagam
Djakarta, yang berisi:
1. Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat-syariat islam,
2. Kemanusian yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan, dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Panitia perancang UUD menytujui isi Preambule
(pembukaan) diambil dari Piagam Jakarta. Persidangan kedua BPUPKI yang
dilaksanakan pada 14 Juli 1945. Ir. Soekarno selaku ketua panitia perancang UUD
melaporkan tiga hasil yaitu:
1) Pernyataan Indonesia Merdeka;
2) Pembukaan UUD; dan
3) UUD (Batang Tubuh).
2.
Aktivitas Golongan Muda
Pada tanggal 16 Mei 1945 di Bandung
diadakan kongres pemuda seluruh Jawa, yang
dihadiri 100 lebih utusan pemuda. Setelah tiga hari berlangsung telah di
putuskan dua buah resolusi yaitu:
a. Semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan di
bulatkan di bawah satu pimpinan nasional.
b. Di percepatnya
pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia.
Walau demikian, kongres akhirnya menyatakan dukungan penuh dan kerjasama
erat Dengan Jepang dalam usaha mencapai kemrdekaan. Golongan muda bertekat
untuk menyiapkan suatu gerkan pemuda yang lebih radikal. Pada tanggal 15 Juni 1945, rapat itu
berhasil dibentuk Gerakan Angkatan Baroe
Indonesia.
3. Pembentukan PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI di bubarkan, yang diganti dengan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu
Junbi Inkai yang beranggotakan 21 orang. Jendral BesarTerauchi memanggil tiga tokoh pergerakan nasional Indonesia untuk
mengadakan pertemuan di Dalat (Vietnam Selatan). Pada tanggal 12 Agustus 1945
Jendral Besar Terauchi menyampaikan
bahwa Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
4. Peristiwa
Rengasdengklok
Para pemuda segera mengadakan pertemuan setelah mendengar bahwa pasukan
jepang telah menyerah. Mereka bersepakat bahwa kemerdekaan indonesia merupakan
hak dan masalah rakyat Indonesia yang tidak bergantung pada negara lain.
Sedangkan golongan tua berpendapat bahwa kemerdekaan indonesia harus di
laksanakan melalui revolusi secara terorganisir, karen pihaknya ingin
membicarakan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
dalam rapat PPKI.
Perbedaan pendapat itu mendorong para pemuda untuk membawa Soekarno-Hatta (golongan Tua) ke
Rengasdengklok tanggal 16Agustus 1945, agar mereka terjauh dari pengaruh pemerintah Jepang. Melalui pembicaraan Sudancho Singgih dengan Soekarno menyatakan bahwa beliau
bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke-Jakarta.
Tengah harinya Sudancho kembali
ke-Jakarta untuk menyampaikan berita tersebut kepada
kawan-kwannya.Mr. Ahmad Subardjo juga
menjamin dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945
selambat-lambatnya pukul 12.00 nyawanya menjadi taruhannya.dengan adanya
jaminan tersebut,Komandan Kompi Rengasdengklok Cudanco Subendo bersedia melepas
Soekarno-Hatta.
5. Perumusan Teks Proklamasi
Rombongan tiba di Jakarta pada pukul 23.30, kemudian menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di jalan Imam
Bonjol No.1 Jakarta. Hal ini karen Laksamana
Tadashi Maeda telah menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.
Konsep naskah proklamasi dibuat oleh Ir.
Soekarno, dan disempurnakan dengan pendapat dari Drs. Moh. Hatta dan Ahmad
Soebardjo.
Naskah proklamasi diselesaikan menjelang subuh dan Ir. Soekarnomembuka pertemuan untuk menyerahkannya kepada seluruh
yang hadir untuk menandatangani teks proklamasi tersebut. Namun, usuan tersebut
ditentang oleh Sukarni agar yang menandatangani adalah Soekarno-Hatta atas nama bangsa. Soekarno meminta Sayuti Melikuntuk mengetik teks proklamasi sesuai dengan
tulistangannya yang telah mengalami erubahan- perubahan.
6. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada puul 05.00 tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin indonesia dari
golongan tua dan golongan muda pulang kerumah masing-masing. Mereka sepakat untuk
memproklamasi kemerdekaan pada pukul
10.00 di rumah Ir. Soekarnojl. Pegangsaan Timur No.56 jakarta. Ibu Fatmawati telah mempersiapkan bendera yang akan dikibarkan, yang ia
jahit sendiri. Adapun susunan acara yang
telah di persiapkan adalah:
a) Pembacaan
Proklamasi
b) Pengibaran
Bendera Merah Putih
c) Sambutan
Walikota Suwirjo dan Muwardi
B. Makna Proklamasi Bagi Bangsa Indonesia
Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia memiliki makna yang luas dan
dalam bagi bangsa Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1. Merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa Indonesia dalam rangka mencapai
kemerdekaan yang berlangsung lebih kurang 400 tahun.
2. Merupakan awal
terbebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan bangsa asing dan menjadi bangsa
yang berdiri sendiri.
3. Merupakan
sumber hukum yang menegaskan mulai berdirinya negara kesatuan RI yang merdeka
dan berdaulat.
4. Merupakan
momentum politik terbebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan bangsa lain, dan
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sederajad dengan bangsa lain di dunia.
5. Merupakan
manifesto politik perjuangan dalam mewujudkan Indonesia yang merdeka dan
berdaulat.
C. Perkembangan Kehidupan Politik Sejak Proklamasi Hingga Demokrasi Terpimpin
1. Kedatangan Sekutu Dan NICA
Sekutu datang ke-Indonesia setelah menugaskan Jepang untuk
mempertahankan keadaan seperti status quo. pasukan yang bertugas adalah
tentara Kerajaan Inggris yang terbagi atas dua yaitu:
a. SEAC (south east asia command)di
bawah pimpinan Lakamana Lord Louis
Mounbatten untuk wilayah Indonesia bagian Barat.
b. SWPC (south west pasific command) wilayah
Indonesia bagian Timur
Kemudian Mounbatten AFNEI (allied forces for netherlands east indes) untk melaksanakan
tugasnya di Indonesia bagian Barat
yaitu:
a. Menerima Penyerahan dari Jepang.
b. Membebaskan
para tawanan perang dan interniran sekutu.
c. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
d. Menegakkan dan
mempertahankan keadaan damai untuk
kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil.
e. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka didepan
pengadilan.
Kedatangan
sekutu pada awalnya di anggap netral oleh pihak Indonesia. Namun, saat
diketahui sekutu membawa NICA (netherland
indies civil administration) sikap masyarakat indonesia berubah curiga,
karen NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda untuk mengambil alih pemerintah Indonesia.
2. Kontak Fisik Inonesia Dengan Sekutu (Belanda) di Berbagai Daerah
Kedatangan tentara sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadi konflik dan pertempuran
di berbagai daerah di Indonesia diantaranya:
a. Pertempuran di Surabaya (10 November 1945)
Pada tanggal 25 oktober 1945, Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Kedatangan mereka diterima
enggan oleh pemimpin Jawa Timur, setelah di adakannya pertemuan antara
wakil-wakil RI dan dihasilkan kesepakatan sebagai berikut:
1. Inggris berjanji di antara mereka tidak ada angkatan perang
2. Disetujui kerjasama untuk menjamin keamanan dan ketentraman
3. Akan segera dibentuk kontak biro agar kerjasama dapat berjalan lancar
4. Inggris hanya
akan melucuti senjata jepang
Namun Inggris
tidak menepati janjinya, suatu polotan Field
Scurity Section melakukan penyerangan ke penjara Kalisosok untuk
membebaskan kolonel Huiyer bersama
kawan-kawannya. Kemudian mereka menyebarkan pamflet yang berisi perintah untuk
menyerahkan senjata yang di rampas dari pihak Jepang.
Brigadir
Jendral A.W.S. Mallaby tidak
mengetahui akan hal itu, tapi ia akan melaksanakan isi dari pemflet itu. Tindakan
itu membuat pihak RI tidak percaya pada Inggris. Terjadi kontak senjata pertama
antara Indonesia dan Inggris. Inggris dapat di pukul mundur dan Brigadir
Jendral A.W.S. Mallaby ditawan oleh
pemuda Indonesia. Mendengar kabar itu komando sekutu menghubungi presiden Soekarno untuk mendamaikan perselisihan itu. Namun pertempuran tetap terjadi sehingga
Brigadir Jendral A.W.S.
Mallabyterbunuh, karena itu pihak
Inggris menuntut pertanggungjawaban.
Mereka mengeluarkan ultimut yang di sertai instruksi agar rakyat Surabaya
melapor dengan meletakkan tangan mereka diatas kepala. Ultimut tersebut ditolak
oleh rakyat Surabaya, sehingga terjadi pertempuran terakhir dan terbesar pada
tanggal 10 November 1945, yang menunjukan kegigihan bangsa Indonesia, sehingga
pemerintah RI menetapkan 10 November 1945 sebagai hari pahlawan.
b. PertempuranAmbarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 20
November 1945, yang terjadi antara pasukan TKR dan sekutu Inggris. Mereka
datang ke Indonesia untuk mengurus para tawanan yang ada di penjara
Ambarawa-Magelang. Tapi, pihak NICA mempersenjatai para tawanan itu. Mereka
melakukan gencetan dan perundingan, namun mereka mengingkari janjinya.Pada 20
November 1945 terjadi pertempuran antara TKR dan sekutu.
Pihak sekutu mundur ke Semarang pada tanggal 15
Desember 1945. Pertempuran Ambarawa memiliki arti penting karena letak Ambarawa
yang setrategis, yang dapat mengancam 3 kota utama yaitu, Surakarta,
Yogyakarta, dan Magelang yang menjadi pusat kedudukan markas tertinggi TKR.
c. Pertempuran
Medan Area
Pada tanggal 9 November 1945 pasukan sekutu
dibawah pimpinan Brigadir Jendral T.E.D.
Kelly mendarat di Sumatra Utara yang di ikuti oleh pasukan NICA. Tim RAPWI mendatangi kamp-kamp yang ada di
medan untuk membentuk kelompok Medan
Batalyon KNIL. Ternyata bekas tawanan itu menjadi arogan dan
sewenang-wenang yang memicu timbulnya insiden.
Pada tanggal 1 Desember pihak sekutu memasang
papan-papan yang bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area, di pinggir kota medan. Sejak saat itu Medan Areamenjadi terkenal, pada 10
Desember 1945 mereka berusaha menghancurkan konsentrasi TKR, aksi itu mendapat
perlawanan sengit dari pihak pemuda Medan. Pada tanggal 10 Agustus 1946 mereka
mengadakan pertemuan di Tebing Tinggi yang memutuskan dibentuknya Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area, dibawah
komando itu mereka meneruskan perjuangan.
d.
Bandung Lautan Api
Pasukan sekutu Inggris memasuki Bandung sejak
pertengahan oktober 1945, yang dimanfaatkan oleh pasuakn NICA untuk mengembalikan
kekuasaannya di Indonesia. Untuk meredakan ketegangan diadakan perundingan
antara pihak RI dan sekutu/NICA, yang menghasilkan:
1. Pasukan sekutu Bandung bagian Utara
2. Indonesia memperoleh Bandung bagian Selatan
Meskipun Indonesia telah mengosongkan bandung bagian utara, namun sekutu
menuntut pengosongan sejauh 11 km, yang membuat rakyat bandung marah. Kemudian
mereka melakukan aksi pertempuran dengan membumi hanguskan segenap penjuru
Bandung Selatan yang terjadi pada tanggal 24 Maret 1946 yang kemudian dikenal
dengan Bandung Lautan Api.
3. Perjuangan Melalui Diplomasi Menghadapi Belanda
a. Kontak Diplomasi Menghadapi Belanda
Pada tanggal 1 November 1945, pemerintah RI
mengeluarkan maklumat yang isinya menghendaki
pengakuan kedaulatan dari pihak Inggris dan Belanda. Kabinet Syahrir dan Dr. H. J. Van Mook melakukan perundingan pada tanggal 10 Februari
1945, yang berisi:
1) Indonesia akan di jadikan negara persemakmuran
berbentuk federasi yang memiliki pemerintah sendiri didalam lingkungan kerajaan
Belanda
2) Masalah dalam negeri akan di urus oleh Belanda
3) Sebelum dibentuk negara persemakmuran akan
dibentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun
4) Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB
b. Perjanjian Linggar Jati
Dikota Hooge
Veluwe bulan april 1946 dilaksanakan perundingan. Belanda menolak usul yang
di ajukan Clark Kerr tentang
kedaulatan secara De Facto di wilayah
Sumatra dan Jawa. Belanda ingin mengakui De
Facto di Jawa dan Madura. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda-Indonesia
di adakan perundingan pada tanggal 10 November 1945 di linggar Jati , yang berisi:
a) Pemerintah RI dan Belanda bersama-sama membentuk
Negara federasi bernama Negara Indoneia
Serikat (NIS)
b) NIS tetap terikat dalam ikatan kerja sama dengan
kerajaan Belanda, dengan wadah Uni
Indonesia-Belanda yang diketahui oleh Belanda.
c. Perjanjian Renvile
Diselenggarakan perundingan di atas galadak
kapal milik angkatan laut AS, yang bernama U.S.S.
Renvillei pada tanggal 8 Desember
1947. KTN mengajukan usul politik yang didasarkan persetujuan Lingggar Jati,
yaitu:
a) Kemerdekaan bangsa Indonesia
b) Kerjasama Indonesia-Belanda
c) Suatu Negara yang berdaulat atas nama federasi
d) Uni antara Indonesia serikat dan bagian lain
Kerajaan Belanda
Akhirnya pada tanggal 17 Januari 1948, kedua
belah pihak menandatangani persetujuan gencetan senjata dan perinsip-perinsip
politik yang di saksikan oleh KTN.
d. Agresi militer Belanda II
Pihak belanda yang masih ingin menguasai wilayah Indonesia,
mencari cara untuk mengingkari perjanjian yang telah di sepakati. Hingga pada tanggal 24 Januari
1949, dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi agar RI dan Belanda segera menghentikan permusuhan.
Kegagalan Belanda dalam bertempur dan gencetan AS yang mengancam akan
memutuskan bantuan ekonomi dan keuangan, memaksa Belanda untuk kembali ke meja
perundingan.
e. Perundingan Reom-Royen
Pada tanggal 22 Juni 1949 Perundingan Reom-Royen antara RI, BFO, dan
Belanda. Perundingan itu di lakukan dibawah pengawasan UNCI, Critchli dari Australia. Hasil
perundingan itu ialah:
1. Pengambilan pemerintah RI ke Yogyakarta di
laksanakan pada 24 Juni 1949
2. Mengenai penghentian permusuhan akan di bahas
setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, dan
3. KMB diusulkan akan di adakan di Den Haag
f. Konferensi antar Indonesia
Pada tanggal 30 Juni 1949 di pimpin oleh Moh. Hatta di adakan perundingan yang
bertujuan membahas pelaksanaan yang pokok-pokok persetujuan yang telah di ambil
di Yogyakarta. Kedua belah pihak membentuk Panitia
Persiapan Nasional yang bertugas menjaga ketertiban sebelum dan sesudah
KMB. Presiden Soekarno dan Wakil
presiden Moh. Hatta memerintahkan
penghentian tembak-tembakan mulai 11 Agustus untuk Jawa dan 15 Agustus untuk
Sumatra.
g. Konferensi Meja Bundar dan pengakuan kedaulatan
KMB berlangsung pada tanggal 23 Agustus-2
November 1949 di Den Haag. Hasil yang di capai dalam KMB antara lain:
1) Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat
2) Status Irian akan di selesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan
kedaulatan
3) Akan di bentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerjasama sukarela dan
sederajat
4) RIS mengembalikan hak milik belanda serta memberikan hak konsesi dan izin
baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda
5) RIS harus membayar hutang-hutang Belanda yang di buat sejak tahun 1942
D.
Perkembangan Demokrasi Indonesia Sejak Demokrasi Liberal Hingga Demokrasi
Terpimpin
A. Masa Demokrasi
Liberal
Pada masa demokrasi liberal NKRI dibagi menjadi 10 Provinsi yang memiliki
otonomi. Komposisi dan kekuatan kelompok oposisi sering kali berubah – ubah.
Hal itu menyebabkan berkecamuknya politik dalam negeri. Kabinet – kabinet yang
pernah berkuasa adalah sebagai berikut :
1.
Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Kabinet Natsir mendapat dukungan dari tokoh – tokoh terkenal seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Mr.Asat, Mr.Moh.Roem, Ir. Djuanda dan Dr.Sumitro
Djojohadikusumo. Program pokok kabinet Natsir adalah :
- Menggiatkan usaha keamanan ketentraman
- Konsolidasi dan menyempurnakan pemerintahan
- Menyempurnakan organisasi angkatan perang.
- Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan
- Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
-
Pada tanggal 21 Maret 1951 perdana
menteri Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden.
2.
Kabinet Sukiman ( 27 April 1951- 3 April
1952)
Kabinet Sukiman memiliki
beberapa programdan diantaranya ada yang mirip dengan program kabinet Natsir, hanya beberapa halaman
mengalami perubahan. Mengenai pemulihan keamanan dan ketertiban dan juga
memprogramkan merebut kembali Irian Barat dari Belanda.
Kedudukan kabinet Sukiman
semakin tidak stabil karena hubbungan dengan militer yang kurang baik. Sebab
itu DPR menggugat kebijakan kabinet Sukiman
akibatnya kabinet Sukiman mengalami
kejatuhan dan mengembalikan mandatnya kepada presiden.
3.
Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953 )
Kabinet Wilopo
memiliki enam program, diantaranya
yang paling penting adalah mempersiapkan pelaksanaan pemilihan umum, program
untuk memperingatkan kemakmuran rakyat dan menciptakan keamanan dalam negeri.
Program luar negerinya di tekankan kepada perjuangan mengembalikan Irian Barat
serta melaksanakan politik Luar negeri yang bebas-aktif.
Masalah yang berat dihadapi oleh kabinet Wilopo adalah masalah Angkatan Darat
yang dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober
1952, dan pada tanggal 16 Maret 1953 terjadilah pentraktoran tanah di Tanjung
Marowa. Hal ini membuat rakyat protes. Akibatnya kabinet Wilopo mengembalikan
mandatnya pada tanggal 2 juni 1953
4.
Kabinet Ali Sastroamidjojo (31 Juli 1953 – 24 Juli 1955)
Kabinet Ali memiliki 4 program yaitu:
-
Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta
segera menyelenggarakan pemilu
-
Membahas Irian Barat secepatnya
-
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan
kembali persetujuan KMB
-
Penyelesaian pertikaian politik
Kegagalan yang menyebabkan jatuhnya kabinet Ali adalah masa angkatan darat,
padatanggal 24 Juli 195 Ali
Sastroamidjojo mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden. Dibalik
kegagalan kabinet Ali, ia masih
memiliki kekuasaan, diantaranya menyiapkan pemilihan umun dan menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika.
5.
Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956)
Hasil yang menonjol dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah
penyelenggaraan pemilihan umum yang pertama di Indonesia yang berlangsung pada
tanggal 29 September 1955. Peristiwa 27 Juni 1955 yang menjadi penyebab
kegagalan kabinet Ali berhasil
diselesaikan dengan mengembalikan posisi Nasution sebagai KSAD.
Pada tanggal 3 Maret Kabinet Burhanuddin Harahap mengembalikan
mandatnya kepada Presiden , dan prestasi yang dicapai adalah pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
6.
Kabinet Ali Sastroamidjojo (20 Maret 1956- 14 Maret 1957)
Tanggal 20 Maret 1956 Ali Sastroamidjojo kembali diserahi
mandat, programnya adalah: - Pembatalan KMB (pada 3 Mei 1956)
-
Perjuangan mengembalikan Irian Barat
-
Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan
ekonomi, keuangan, industri, perhubungan pendidikan, dan pertanian
-
Melaksanakan keputusan konferensi Asia-Afrika
Pada bulan Januari 1957, Masyumi
menarik semua Mentrinya dari kabinet. Peristiwa itu sangat melemahkan kedudukan
kabinet Ali Sastroamidjojo, sehingga
tanggal 14 Maret 1957 Ali Sastroamidjojo
akhirnya menyerahkan mandatnya ke Presiden.
7. Kabinet
Karya (9 April 1957 - 10 Juli
1959)
Kabinet Karya
merupakan Zaken Kabinet (kabinet
Kerja) yaitu kabinet yang tidak berdasarkan atas dukungan dari parlemen,
kabinet Karya menyusun 5 pasal yang
disebut Pancakarya yaitu: - Membentuk dewan nasional
-
Normalisasi keadaan republik
-
Melancarkan pelaksanaan pembatalan persetujuan
Kmb
-
Memperjuangkan Irian Barat
-
Mempercepat proses pembangunan
Pemerintah menyelenggarakan Musyawarah Nasional (MUNAS) yang membahas
pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang serta pembagian
wilayah RI. Prestasi yang dicapainya adalh berhasil mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia,
dengan keluarnya Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957. D
eklarasi Djuanda mengatur tentang laut pedalaman dan laut teritorial.
Melalui Deklarasi Dejuanda dapat tercipta kesatuan Wilayah Indonesia, yaitu
lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
B. Masa Demokrasi Terpimpin
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dengan dikeluarkannya dekrit presiden 15 Juli
1959, Indonesia memasuki masa demokrasi terpimpin. Isi dekrit tersebut yaitu
pembukaan konstituante, tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlaku kembali UUD
1945, serta MPRS dan DPAS.
Pemilu pada tanggal 15 Desember 1955 berhasil
memiklih anggota DPR dan konstituante (Dewan Pengusulan UUD). Tugas utama
konstituante adalah merumuskan UUD yang baru, pada tanggal 21 Februari 1957
presiden Soekarno mengajukan gagasan yang dikenal sebagai konsepsi
presiden yaitu:
1. Sistem demokrasi liberal-parlementer perlu
diganti dengan demokrasi terpimpin
2. Perlu dibentuk kabinet gotong-royong yang
merupakan kabinet kaki empat, yakni PNI, Masyumi, NU, dan PKI
3. Perlu dibentuk Dewan Nasional yang anggotanya
terdiri atas golongan fungsional dalam masyarakat
Pada tanggal 3 Juni 1959 konstituante mengadakan
reses (masa istirahat) untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan.
Kegagalan melaksanakan tugasnya, akhirnya demi keselamatan negara berdasarkan staatsnoosrecht (Hukum keadaan bahaya
bagi negara) pada hari minggu 5 Juli 1959 pukul 17.00 diistana Negara Merdeka,
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden yang isinya:
1. Pembubaran Konstituante,
2. Tidak berlakunya UUDS 1050 dan berlakunya kembli
UUD 1945, serta
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka
berakhirlah masa pemerintah Demokrasi Liberal. Sejarah indonesia memasuki babak
baru dengan dimulainya masa pemerintahan demokrasi terpimpin
II
PERGANTIAN PEMERINTAHAN DARI DEMOKRASI TERPIMPIN SAMPAI LAHIRNYA ORDE BARU
A.
Proses
Peralihan Kekuasaan Politik
Setelah Peristiwa G30 S/PKI
Proses
peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI, merupakan moment penting
yang menandai tumbangnya rezim orde lama yang akan digantikan oleh orde baru.
Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI ini juga
menimbulkan kemarahan dan juga harapan. Kemarahan karena dianggap pemerintah
orde lama tak bisa mengatasi carut-marut kondisi keamanan politik dalam negeri
yang direpresentasikan oleh keadaan di Jakarta. Namun tetap mengandung harapan
yakni akan adanya perubahan yang menyeluruh setelah terjadinya Proses peralihan
kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI itu. Namun siapa yang mengira
semuanya berlangsung di luar kendali. Pasca proses peralihan kekuasaan politik
setelah peristiwa G30S PKI, menjadi semakin rumit dan sulit untuk ditebak.
Inilah kenapa yang membuat masyarakat Jakarta waktu itu dan umumnya rakyat
Indonesia semakin marah.
Proses
peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI, bagi bangsa Indonesia
sendiri seperti mengulang kepada kondisi pra kemerdekaan. Genting dan serba
sulit. Namun bagi militer, proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa
G30S PKI momentum untuk atas nama rakyat kemudian membangun citra baru, menjadi
pihak yang secara emosional sama-sama merasa disakiti dan dikhianati. Disinilah
kealpaan Soekarno. Aksi-aksi massa
yang terjadi pasca proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G30S
PKI, tidak dihadapi dengan cerdas melainkan dianggap sebagai musuh yang harus
dihadapi secara berhadap-hadapan. Secara emosional Soekarno membekukkan organisasi massa bahkan membekukkan
Universitas Indonesia, merupakan wujud bagaimana paniknya pemerintah pasca
roses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI itu terjadi.
Pasca Gerakan
30 September berhasil ditumpas dan telah diketahui bahwa PKI diindikasikan
terlibat dalam peristiwa tersebut, menimbulkan rasa marah dalam diri
masyarakat. Akhirnya, masyarakat kala itu menuntut pemerintah untuk membubarkan
PKI dan menyeret para tokoh yang terlibat di balik peristiwa G30S tersebut. Ini
yang kemudian menimbulkan kondisi chaos di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia.
Satu kejadian penting bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia setelah
terjadinya proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI
Masyarakat dan
partai-partai politik yang tidak sepaham dengan PKI, secara spontan, mulai
bersatu membentuk berbagai kelompok yang menuntut pertanggungjawaban PKI dan
para simpatisannya. Pada 8 Oktober 1965, massa mulai melakukan demonstrasi
menuntut pertanggungjawaban PKI. Namun ketidak tegasan Soekarno
waktu itu dianggap sebagai sikap mendua, sehingga setelah proses peralihan
kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI itu terjadi, masyarakat
berhadap-hadapan dengan Soekarno
dengan penuh kemarahan. Kondisi yang sangat tidak kondusif sebenarnya untuk
memulihkan keadaan. Padahal peristiwa G30S PKI itu sendiri masih menimbulkan
berbagai persoalan.
Beberapa
kelompok kesatuan aksi yang terbentuk waktu itu, antara lain Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan
Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI),
Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), dan lain-lain. Kesatuan aksi itu membentuk
Front Pancasila yang bekerja sama dengan organisasi yang menentang PKI. Mereka
mengadakan rapat akbar pada 26 Oktober 1965 di lapangan Banteng Jakarta.
Menghadapi arus
demonstrasi yang kian deras, Presiden Soekarno
berjanji akan mengadakan penyelesaian politik terhadap pemberontakan Gerakan 30
September. Akan tetapi, janji tersebut belum ditepati. Hal ini menyebabkan para
mahasiswa, pelajar, dan kelompok lainnya yang didukung oleh masyarakat luas dan
ABRI, mulai melakukan tindakan yang langsung mengarah kepada PKI dan
simpatisannya. Sementara itu, dengan dasar pertimbangan kemelut kondisi politik
Indonesia yang tidak menentu dan membumbungnya harga-harga kebutuhan pokok
rakyat, 10 Januari 1966, KAMI dan KAPPI mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat
(Tritura) di hadapan gedung DPRGR:
1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur Gerakan 30 September.
3. Turunkan harga.
1) Kebijakan Politik Presiden Soekarno
Menghadapi
situasi politik yang semakin memanas, Presiden Soekarno memanggil seluruh menterinya untuk mengadakan sidang
kabinet di Istana Bogor. Dalam sidang tersebut, terdapat banyak tokoh dari KAMI
yang diundang. Akan tetapi, di luar Istana Bogor, masyarakat yang
berdemonstrasi bertambah banyak dan menuntut dilaksanakannya Tritura.
Menghadapi siatuasi yang sulit dan serba tidak menentu tersebut, Soekarno menjadi terpancing dan masuk
ke dalam pusaran yang sebenarnya tidak menguntungkan. Inilah langkah yang akan
menyebabkan Soekarno menjadi semakin
sulit pada pekan-pekan ke depan, setelah terjadinya proses peralihan kekuasaan
politik setelah peristiwa G30S PKI itu terjadi.
Dalam sidang
kabinet, Presiden Soekarno kembali berjanji
akan memberikan penyelesaian politik. Janji politik tersebut ia wujudkan dengan
me-reshuffle susunan Kabinet Dwikora
yang Disempurnakan.
Rakyat sangat
marah melihat penyelesaian politik yang dilakukan Presiden Soekarno tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Kemudian, terjadilah
gelombang demonstrasi yang semakin besar dan ditujukan langsung kepada Presiden
Soekarno. Melihat demonstrasi
besar-besaran tersebut, Presiden Soekarno
merasa tersinggung. Beliau segera membalas dengan membubarkan KAMI pada 26
Februari 1966 dan menutup kampus Universitas Indonesia pada 3 Maret 1966.
Tindakan
presiden itu malah memperuncing suasana politik. Arus demonstrasi semakin deras
dan membanjiri Jakarta sehingga keadaan kota semakin tidak menentu. Ada yang
mengira inilah akhir dari kecemerlanangan karir politik Soekarno yang dibesarkan oleh suasana revolusi, namun tak berhasil
mengerucutkan masalah yang terjadi di dalam negeri sendiri pasca terjadinya
proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI itu.
2) Supersemar
Singkat cerita,
Letjen Soeharto memberikan izin
kepada ketiga perwira TNI-AD, yaitu Mayjen
Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen
Amir Mahmud, untuk menemui Presiden Soekarno
di Istana Bogor. Ketiga perwira TNI-AD tersebut menyampaikan pesan dari Letjen Soeharto bahwa beliau sanggup
menyelesaikan kemelut politik dan memulihkan keamanan dan ketertiban di
ibukota. Inilah langkah strategis yang dilakukan Letjen Soeharto pada situasi yang terjadi setelah proses peralihan
kekuasaan politik setelah peristiwa G30S PKI terjadi. Kecerdasan Soeharto yang terkenal sebagai ahli
strategi itu tidak terbantahkan di sini. Dan rupanya Soekarno juga lalai menghadapi strategi yang sedang dikembangkan
oleh prajurit yang pernah dimaki-maki dalam suatu kesempatan.
Setelah
melakukan pembicaraan dengan ketiga perwira tersebut, akhirnya Presiden Soekarno setuju untuk memberikan
perintah kepada Letjen Soeharto
untuk memulihkan keadaan dan wibawa pemerintah pada 11 Maret 1966. Dalam
menjalankan tugasnya, Letjen Soeharto
harus melaporkan segala sesuatu kepada presiden. Surat tersebut dibuat pada 11
Maret sehingga dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Dengan surat
perintah itu, Letjen Soeharto
memiliki kekuatan hukum untuk memenuhi tuntutan rakyat. Oleh karena itu, Letjen
Soeharto mengambil tindakan
membubarkan PKI pada 12 Maret 1966 dan mengamankan 15 menteri Kabinet Dwikora yang Disempurnakan karena
terdapat indikasi terlibat Gerakan 30 September. Langkah penting bagi Letjen Soeharto untuk memuluskan jalan
menggenggam kekuasaan. Dari sini pula langkah itu dimulai, kemudian orde lama
tumbang dan orde baru mulai tumbuh. Tapi siapa yang akan mengira, dengan cara
yang hampir sama pula sejarah negeri ini mencatat, kekuasaan orde baru kelak
berakhir.Selain itu, turunnya Supersemar merupakan jawaban terhadap berbagai
tuntutan mahasiswa dan rakyat yang menginginkan pembubaran PKI.
B. Ciri-Ciri Pokok Kebijakan Pemerintah Orde Baru
Sebagai langkah
awal untuk menciptakan stabilitas nasional, Sidang Umum IV MPRS telah
memutuskan untuk menugaskan Letjen. Soeharto
selaku pengemban Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar yang sudah
ditingkatkan menjadi Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS untuk membentuk kabinet baru.
Dibentuk Kabinet Ampera yang
bertugas:
1.
Kebijakan Dalam Negeri
Struktur
perekonomian Indonesia pada tahun 1950–1965 dalam keadaan kritis. Pemerintah
Orde Baru meletakkan landasan yang kuat dalam pelaksanaan pembangunan melalui
tahapan Repelita, keadaan kritis ditandai oleh hal-hal sebagai berikut.
a.
Sebagian besar
penduduk bermata pencaharian di sektor pertanian sehingga struktur perekonomian
Indonesia lebih condong pada sektor pertanian.
b.
Komoditas ekspor Indonesia dari bahan mentah (hasil
pertanian) menghadapi persaingan di pasaran internasional, misalnya karet alam
dari Malaysia, gula tebu dari Meksiko, kopi dari Brasil, dan rempah-rempah dari
Zanzibar (Afrika), sehingga devisa negara sangat rendah dan tidak mampu
mengimpor bahan kebutuhan pokok masyarakat yang saat itu belum dapat diproduksi
di dalam negeri.
c.
Tingkat
investasi rendah dan kurangnya tenaga ahli di bidang industri, sehingga
industri dalam negeri kurang berkembang.
d.
Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia sangat
rendah. Tahun 1960-an hanya mencapai 70 dolar Amerika per tahun, lebih rendah
dari pendapatan rata-rata penduduk India, Bangladesh, dan Nigeria saat itu.
e.
Produksi Nasional Bruto (PDB) per tahun sangat rendah.
Di sisi lain pertumbuhan penduduk sangat tinggi (rata-rata 2,5% per tahun dalam
tahun 1950-an).
f.
Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia.
g.
Struktur perekonomian pada akhir tahun 1965, berada
dalam keadaan yang sangat merosot. Tingkat inflasi telah mencapai angka 65% dan
sarana ekonomi di daerah-daerah berada dalam keadaan rusak berat karena ulah
kaum PKI/BTI yang saat itu berkuasa dan dengan sengaja ingin mengacaukan
situasi ekonomi rakyat yang menentangnya.
Berdasarkan Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan
kepada pengendalian inflasi dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan
kegiatan ekonomi, dan pencukupan kebutuhan sandang. Program jangka pendek ini
diambil dengan pertimbangan apabila laju inflasi telah dapat terkendalikan dan
suatu tingkat stabilitas tercapai, barulah dapat diharapkan pulihnya kegiatan
ekonomi yang wajar serta terbukanya kesempatan bagi peningkatan Tugas pemerintah
Orde Baru adalah menghentikan proses kemerosotan ekonomi dan membina landasan
yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi ke arah yang wajar.
Dalam mengemban
tugas utama tersebut, berbagai kebijaksanaan telah diambil sebagaimana tertuang
dalam program jangka produksi. Dengan usaha keras tercapai tingkat perekonomian
yang stabil dalam waktu relatif singkat.Sejak 1 April 1969 pemerintah telah
meletakkan landasan dimungkinkannya gerak tolak pembangunan dengan
ditetapkannya Repelita I. Dengan makin pulihnya situasi ekonomi, pada tahun
1969 bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan lima tahun yang pertama.
Berbagai
prasarana penting direhabilitasi serta iklim usaha dan investasi dikembangkan.
Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas yang sangat tinggi karena menjadi
kunci bagi pemenuhan kebutuhan pangan rakyat dan sumber kehidupan sebagian
besar masyarakat. Repelita I dapat dilaksanakan dan selesai dengan baik, bahkan
berbagai kegiatan pembangunan dipercepat sehingga dapat diikuti oleh Repelita
selanjutnya.
Perhatian
khusus pada sektor terbesar yang bermanfaat menghidupi rakyat, yaitu sektor
pertanian. Sektor pertanian harus dibangun lebih dahulu, sektor ini harus
ditingkatkan produktivitasnya. Bertumpu pada sektor pertanian yang makin
tangguh itu kemudian barulah dibangun sektorsektor lain. Demikianlah pada
tahap-tahap awal pembangunan, secara sadar bangsa Indonesia memberikan
prioritas yang sangat tinggi pada bidang pertanian.
Pembangunan
yang dilaksanakan, yaitu membangun berbagai prasarana pertanian, seperti
irigasi dan perhubungan, cara-cara bertani, dan teknologi pertanian yang
diajarkan dan disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan.
Penyediaan sarana penunjang utama, seperti pupuk, diamankan dengan membangun
pabrik-pabrik pupuk. Kebutuhan pembiayaan para petani disediakan melalui kredit
perbankan. Pemasaran hasil produksi mereka, kita berikan kepastian melalui
kebijakan harga dasar dan kebijakan stok beras.
2.
Kebijakan Luar Negeri
Langkah-langkah
yang diambil oleh Kabinet Ampera dalam menata kembali politik luar negeri,
antara lain sebagai berikut.
a.
Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia
kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 dan tercatat sebagai
anggota ke-60. Sebagai anggota PBB, Indonesia telah banyak memperoleh manfaat
dan bantuan dari organisasi internasional tersebut. Manfaat dan bantuan PBB,
antara lain sebagai berikut:
1.
PBB turut berperan dalam mempercepat proses pengakuan de facto ataupun de jure kemerdekaan Indonesia oleh dunia internasional.
.
PBB turut berperan dalam proses kembalinya Irian Barat
ke wilayah RI.
3.
PBB banyak memberikan sumbangan kepada bangsa
Indonesia dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Hubungan yang
harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi terganggu sejak Indonesia menyatakan
diri keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965. Keluarnya
Indonesia dari keanggotaan PBB tersebut sebagai protes atas diterimanya
Federasi Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, sedangkan
Indonesia sendiri pada saat itu sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Akibat
keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari pergaulan dunia.
Hal itu jelas sangat merugikan pihak Indonesia.
b. Penghentian Konfrontasi dengan Malaysia
Indonesia
melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah diumumkan Dwikora oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 3 Mei 1964. Tindakan pemerintah Orde Lama ini jelas menyimpang
dari pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif.
Pada masa Orde
Baru, politik luar negeri Indonesia dikembalikan lagi pada politik bebas aktif
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini merupakan pelaksanaan dari
Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966. Indonesia segera memulihkan hubungan dengan
Malaysia yang sejak 1964 terputus. Normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia
tersebut berhasil dicapai dengan ditandatangani Jakarta Accord pada tanggal 11
Agustus 1966.
Persetujuan
normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia merupakan hasil perundingan di Bangkok
(29 Mei–1 Juni 1966). Perundingan dilakukan Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar
Negeri Malaysia, Tun Abdul Razak dan
Menteri Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik. Perundingan telah menghasilkan persetujuan yang dikenal
sebagai Persetujuan Bangkok. Adapun persetujuan Bangkok mengandung tiga hal
pokok, yaitu sebagai berikut.
1.
Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan
menegaskan lagi keputusan yang telah diambil mengenai kedudukan mereka dalam
Federasi Malaysia.
2.
Kedua
pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.
3.
Kedua
pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan.
c. Pembentukan Organisasi ASEAN
Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau dikenal dengan nama ASEAN.
ASEAN merupakan organisasi regional yang dibentuk atas prakarsa lima menteri
luar negeri negaranegara di kawasan Asia Tenggara. Kelima menteri luar negeri
tersebut adalah Narsisco Ramos dari
Filipina, Adam Malik dari Indonesia,
ThanatKhoman dari Thailand, Tun Abdul Razak dari Malaysia, dan S. Rajaratnam dari Singapura.
Penandatanganan
naskah pembentukan ASEAN dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok
sehingga naskah pembentukan ASEAN itu disebut Deklarasi Bangkok. ASEAN
mempunyai tujuan utama, antara lain:
1)
meletakkan dasar yang kukuh bagi usaha bersama secara
regional dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
perkembangan kebudayaan;
2)
meletakkan landasan bagi terwujudnya suatu masyarakat
yang sejahtera dan damai di kawasan Asia Tenggara;
3)
memberi sumbangan ke arah kemajuan dan kesejahteraan
dunia;
4)
memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan
menghormati keadilan, hukum, serta prinsip-prinsip Piagam PBB;
5)
memajukan kerja sama aktif dan tukar-menukar bantuan
untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik,
ilmu pengetahuan, dan administrasi;
6)
memajukan pelajaran-pelajaran (studies) tentang Asia
Tenggara;
7)
memajukan kerja sama yang erat dan bermanfaat, di
tengah-tengah organisasi-organisasi regional dan internasional lainnya dengan
maksud dan tujuan yang sama dan menjajaki semua bidang untuk kerja sama yang
lebih erat di antara anggota.
Dasar kerja sama ASEAN adalah:
a.
saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, persamaan,
integritas teritorial, dan identitas semua bangsa;
b.
mengakui hak setiap bangsa untuk penghidupan nasional
yang bebas dari ikut campur tangan, subversi, dan konversi dari luar;
c.
tidak saling mencampuri urusan dalam negeri
masing-masing;
d.
menyelesaikan pertengkaran dan persengketaan secara
damai;
e.
tidak menggunakan ancaman dan penggunaan kekuatan;
f.
menjalankan
kerja sama secara efektif
.
C. Dampak Menguatnya Peran Negara Disegala Aspek
Kehidupan Masyarakat pada Masa Orde Baru
Pertumbuhan
ekonomi telah menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif tercatat
dalam bentuk penurunan angka kemiskinan absolut yang diikuti dengan perbaikan
indikator kesejahteraan rakyat secara rata-rata seperti penurunan angka
kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan terutama pendidikan tingkat
dasar yang semakin meningkat.Dampak negatif adalah kerusakan serta pencemaran
lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar golongan
pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa tajam.
Pembangunan
yang menjadi ikon pemerintah Orde Baru ternyata menciptakan kelompok masyarakat
yang terpinggirkan (marginalisasi sosial) di sisi lain. Di pihak lain
pembangunan di masa Orde Baru menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang syarat
dengan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi dan sosial yang
demokratis dan berkeadilan. Meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
tetapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.
Di bidang
politik, pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik
dan benar kepada rakyat Indonesia. Pada masa Orde Baru, Golkar menjadi mesin
politik guna mencapai stabilitas yang diinginkan. Sementara dua partai lainya
yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara Demokrasi. Peleburan
(fusi) parpol diciptakan tidak lain agar pemerintah bisa mengontrol parpol.
Dengan
menguatnya peran negara pada masa Orde Baru berdampak terhadap kehidupan
masyarakat. Dampaknya sebagai berikut.
1. Dampak dalam Bidang Politik
a. Adanya Pemerintahan yang Otoriter
Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam
mengatur jalannya pemerintahan.
b.
Dominasi Golkar
Golkar merupakan mesin politik Orde Baru yang paling diandalkan dalam
menjadi satu-satunya kekuatan politik di Indonesia yang paling dominan.
c. Pemerintahan yang Sentralistis
Menguatnya peran negara juga menyebabkan timbulnya gaya pemerintahan yang
sentralistis yang ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan publik
pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya diberi peluang yyang sangat
kecil untuk mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.
2. Dampak dalam Bidang Ekonomi
a. Munculnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
b. Adanya Kesenjangan Ekonomi dan Sosial
Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan terbukanya akses dan distribusi
yang merata sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat. Hal ini mengakibatkan
kesenjangan sosial di masyarakat.
c. Konglomerasi
Pola dan kebijakan perekonomian yang ditempuh pemerintah Orde Baru
berdampak pada munculnya konglomerasi di seluruh sektor usaha di Indonesia.
Pemerintahan Orde Baru pada awalnya memperkirakan bahwa konglomerasi ini akan
menjadi penggerak ekonomi nasional, namun pada kenyataannya pada konglomerat
lebih mementingkan bisnisnya daripada negara.
No comments:
Post a Comment