ABSTRAK
Anak
adalah wujud dari kepolosan dunia. Ketidaktahuan anak tentang seks sering kali
menjadi alasan pelecehan oleh orang dewasa. Anak memandang seks sebagai sesuatu
yang tabu atau vulgar. Berdasar fakta kasus semakin meningkat karena anak tidak
mendapat pendidikan seks dengan jelas. Pendidikan seks pada anak usia dini
mungkin merupakan solusi. Akan tetapi anak mungkin belum bisa menerima secara
mental. Tak jarang anak lebih condong ke pikira joroknya dari pada efek yang
dia dapat ketika dia mengerti apa itu seks. Dalam perkembangan bahasapun kata
seks malah disalah artikan menjadi hal yang tabu. Anak harus mendapatkan
pendidikan seks yang sesuai dengan umurnya. Secara psikologi anak sangat
membutuhkan bimbingan orang dewasa untuk mengerti definisi seks secara layak,
karena anak masih belum bisa selektif kepada setiap informasi yang didapat.
Pengajar maupun orang tua mampu mengikuti langkah proses konsuling ketika
menerangkan kepada anak. Ada banyak hal yang harus dihindari ketikan
menerangkan kepada anak. Itu dikarenakan anak masih awam dalam hal itu.
Keterbukaan orang tua sangat penting demi kemajuan dan keselamatan anak dari
gagap seks. Pendidikan seks adalah
upaya pengajaran, penyadaran, dan pemberian informasi tentang masalah seksual.
Informasi yang diberikan di antaranya pengetahuan tentang fungsi organ
reproduksi dengan menanamkan moral, etika, komitmen, agama agar tidak terjadi
"penyalahgunaan" organ reproduksi tersebut. Pendidikan seks itu
sangat penting diberikan sejak dini. Pengetahuan tentang seks pada anak-anak
dapat mencegah terjadinya penyimpangan seksual pada anak. Pendidikan seks pada
anak juga dapat mencegah agar anak tidak menjadi korban pelecehan seksual,
dengan dibekali pengetahuan tentang seks, mereka menjadi mengerti perilaku mana
yang tergolong pelecehan seksual. Selanjutnya, pengetahuan tentang seks juga
dapat mencegah anak-anak mencoba-coba hal-hal yang seharusnya belum boleh
mereka lakukan karena ketidaktauannya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketika kita mendengar kata seks apa yang terpikir
di benak kita? Pornografi, vulgar, menjijikkan dll. Memang sebagian besar
masyarakat menganggap membicarakan seks itu adalah sesuatu hal yang tabu dan
tak layak dibicarakan. Ketika anak kita bertanya soal seksualitasnya pasti kita
dengan cepat akan mengalihkannya dan akan mengatakan “ehhhhh tidak baik ngomong
gitu, masih kecil nanti kalo sudah besar kan tau sendiri”. Sikap seperti itulah
yang salah, karena anak memiliki rasa ingin tahu tentang banyak hal, bila kita
sebagai orang tua tidak bisa mengarahkan dengan baik, tidak bisa memberikan
informasi yang jelas cenderung mereka akan mencari informasi dari orang lain
dan teman-temannya, informasi tersebut belum tentulah informasi yang baik.
Sedikit sekali masyarakat terutama orang tua yang
peduli akan pendidikan seks dan menempatkan bahwa seks adalah sesuatu yang
penting. Bahkan banyak orang tua yang tidak memberikan pendidikan seks pada
anak, dengan alasan anak akan tabu dengan sendirinya. Selama ini seks identik
dengan orang dewasa saja.
Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah.
Namun, mengajarkan pendidikan seks pada anak harus diberikan agar anak tidak
salah melangkah dalam hidupnya. Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada
anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak usia 3-4 tahun, karena pada
usia ini anak sudah bisa melakukan komunikasi dua arah dan dapat mengerti
mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan pengenalan organ tubuh
internal. Pendidikan seks untuk anak usia dini berbeda dengan pendidikan seks
untuk remaja. Pendidikan seks untuk remaja lebih pada seputar gambaran biologi
mengenai seks dan organ reproduksi, masalah hubungan, seksualitas, kesehatan
reproduksi serta penyakit menular seksual, sedangkan pada anak usia dini lebih
pada pengenalan peran jenis kelamin dan pengenalan anatomi tubuh secara
sederhana.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Seks
Pendidikan adalah suatu proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan dan cara
mendidik.[1]
Sedangkan istilah seks dalam pengertian sempit berarti kelamin. Adapun menurut
para ahli adalah sebagai berikut :
Mugi Kasim mengartikan seks sebagai
sumber rangsangan baik dari dalam maupun luar yang mempengaruhi tingah laku
syahwat yang bersifat kodrati.[2]
Syamsudin
mendefinisikan pendidikan seks sebagai
usaha untuk membimbing seseorang agar dapat mengerti benar-benar tentang arti
kehidupan seksnya, sehingga dapat mempergunakannya dengan baik selama hidupnya.[3]
Dr. A.Nasih
Ulwan menyebutkan bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran penyadaran dan
penerangan tentang masalah-masalah seks yang diberikan kepada anak agar ia
mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan pekawinan,
sehingga jika anak telah dewasa dan dapat memahami unsur-unsur kehidupan ia
telah mengetahui masalah-masalah yang dihalalkan dan diharamkan bahkan mampu
menerapkan tingkah laku islami sebagi akhlak, kebiasaan, dan tidak mengikuti
syahwat maupun cara-cara hedonistic.[4]
B.
Mengapa Pendidikan
Seks Penting Pada Anak?
Maraknya kasus
kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini tidak lagi hanya mengancam para anak-anak dan remaja yang rentan
terhadap informasi yang salah mengenai seks. Meningkatnya kasus kekerasan
merupakan bukti nyata kurangnya pengetahuan anak mengenai pendidikan seks yang
seharusnya sudah mereka peroleh dari tahun pertama oleh orang tuanya.
Pendidikan seks menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus yang terjadi
mengenai tindak kekerasan seksual terhadap anak dan remaja.
Hasil penelitian yang
dikutip dari sebuah Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan mengenai Pendidikan
Seks pada Usia Dini oleh Moh. Roqib menunjukkan bahwa 97,05% mahasiswa di
Yogyakarta telah kehilangan keperawanannya.[5]
Nyaris 100% atau secara matematis bisa disepadankan dengan 10 gadis dari 11
gadis sudah tidak perawan yang diakibatkan oleh hubungan seksual. Fakta yang
sangat memprihatinkan melihat kondisi remaja saat ini yang tengah terancam
dalam mempertahankan kesucian dirinya baik karena paksaan atau karena sama-sama
suka saat melakukannya (free sex). Hal ini menunjukkan bahwa perlunya
pendidikan seks untuk diberikan sejak usia dini guna memberikan informasi dan
mengenalkan kepada anak bagaimana ia harus menjaga dan melindungi organ
tubuhnya dari orang yang berniat jahat terhadap dirinya.
C.
Tujuan Pendidikan Seks Pada Anak
Tujuan pendidikan seks
sesuai usia perkembangan pun berbeda-beda. Seperti pada usia balita, tujuannya
adalah untuk memperkenalkan organ seks yang dimiliki, seperti menjelaskan
anggota tubuh lainnya, termasuk menjelaskan fungsi serta cara melindunginya.
Jika tidak dilakukan lebih awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan
banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum
tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya.
Untuk usia sekolah
mulai 6-10 tahun bertujuan memahami perbedaan jenis kelamin (laki-laki dan
perernpuan), menginformasikan asal-usul manusia, membersihkan alat genital
dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit.
Sedangkan usia
menjelang remaja, pendidikan seks bertujuan untuk menerangkan masa pubertas
dan karakteristiknya, serta menerima
perubahan dari bentuk tubuh.
Jadi secara garis besarnya pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja)
dengan tujuan sebagai berikut:[6]
1.
Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan,
masa puber, dan kehamilan
2.
Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan.
3.
Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan
seksual.
4.
Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.
5.
Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual
Mengurangi kasus infeksi melalui seks.
6.
Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan
perempuan di masyarakat.
D.
Pendidikan Seks Berdasarkan Usia
1.
Umur 3-5 tahun
Pada rentang umur ini,
mengajarkan mengenai organ tubuh dan fungsi masing-masing organ tubuh, jangan
ragu juga untuk memperkenalkan alat kelamin si kecil. Saat yang paling tepat
untuk mengajarkannya adalah di saat sedang memandikannya. Diharapkan untuk
hindari penyebutan yang dianggap tidak sopan di masyarakat untuk menyebut alat
kelamin yang dimilikinya. Misalkan seperti vagina atau penis, jangan
diistilahkan dengan kata lain seperti “apem” atau “burung”. Anda tidak perlu
membahas terlalu detail mengenai jenis kelamin anak Anda atau mengajarkannya
dalam kondisi belajar yang serius.
Ajarkan juga kepada
anak bahwa seluruh tubuhnya, termasuk alat kelaminnya, adalah milik pribadinya
yang harus dijaga baik-baik. Dengan demikian, anak harus diajarkan untuk tidak
menunjukkan kelaminnya secara sembarangan. Tekankan kepada mereka bahwa mereka
memiliki hak dan bisa saja menolak pelukan atau ciuman dan segala macam bentuk
kasih sayang yang dinyatakan melalui sentuhan fisik. Hal ini menjadi penting,
karena disukai atau tidak, banyak pelaku pelecehan seksual adalah orang-orang
yang dekat dengan kehidupan si anak. Orang tua juga diharapkan untuk tidak
memaksa seorang anak untuk memeluk atau mencium orang lain jika dia tidak
menginginkannya agar si anak bisa belajar untuk menyatakan penolakannya.
2.
Umur 6 - 9 tahun
Di rentang umur ini,
si kecil diajarkan mengenai apa saja yang harus dilakukan untuk melindungi
dirinya sendiri. Orang tua bisa mengajarkan anak menolak untuk membuka pakaian
bahkan jika ada imbalan sekalipun atau menolak diraba alat kelaminnya oleh
temannya. Selain itu, di rentang umur ini, Anda bisa menggunakan hewan tertentu
yang tumbuh dengan cepat dan terlihat jelas perbedaan jenis kelaminnya
(seperti: anak ayam) di saat bertumbuh dewasa untuk mengajarkan mengenai
perkembangan alat reproduksi. Ajaklah anak anda untuk turut mengamati
perkembangannya. Jika mereka tidak terlalu memperhatikan hingga detail
terkecil, Anda bisa berikan informasi lebih lanjut nanti sembari menekankan
bahwa alat kelamin mereka juga akan berubah seiring mereka bertumbuh dewasa
nanti. Orang tua harus memperhatikan suasana hati anak agar saat menyampaikan
materi seksualitas, si anak tidak merasa terpojokkan, malu, bodoh, ataupun
menjadi terlalu liar dalam menyikapi seks.
3.
Umur 9 - 12 tahun
Berikan informasi
lebih mendetail apa saja yang akan berubah dari tubuh si anak saat menjelang
masa puber yang cenderung untuk berbeda-beda di setiap individu. Ajarkan kepada
anak bagaimana menyikapi menstruasi ataupun mimpi basah yang akan mereka alami
nanti sebagai bagian normal dari tahap perkembangan individu. Pada umur 10
tahun, sebelum menjelang masa puber, Anda sudah bisa memulai topik mengenai
kesehatan alat kelamin. Pastikan juga pada anak Anda, jika dia mengikuti semua
peraturan kesehatan ini, maka mereka tak perlu banyak khawatir.
4.
Umur 12 - 14 tahun
Dorongan seksual di
masa puber memang sangat meningkat, oleh karena itu, orang tua sebaiknya
mengajarkan apa itu sistem reproduksi dan bagaimana caranya bekerja. Penekanan
terhadap perbedaan antara kematangan fisik dan emosional untuk hubungan seksual
juga sangat penting untuk diajarkan. Beritahukan kepada anak segala macam
konsekuensi yang ada dari segi biologis, psikologis, dan sosial jika mereka
melakukan hubungan seksual. Orang tua selain mengajarkan keterbukaan komunikasi
dengan anak terutama dalam membicarakan seksualitas, juga perlu menambahkan
keuntungan menghindari aktivitas seksual terlalu dini sebelum mencapai masa dewasa.
Hindari penggunaan
kata-kata yang menghakimi remaja agar ia tidak merasa ragu, takut, enggan
ataupun marah saat membicarakan pengalaman seksual mereka. Jika orang tua
merasa agak berat untuk membicarakan topik-topik seksual dengan anak, orang tua
bisa meminta bantuan psikolog atau konselor untuk memberikan pendidikan
seksual kepada anak dan membantu orang tua merasa nyaman membicarakan
topik ini.[7]
E.
Pendidikan Seks
pada Anak dalam Pendidikan Agama Islam
Pokok-pokok
pendidikan seks pada anak dalam Pendidikan Agama Islam meliputi beberapa hal :[8]
1.
Menanamkan jiwa
maskulin dan feminim
Kesadaran tentang perbedaan hakiki dalam
penciptaan manusia secara berpasangan
laki-laki dan perempuan karena hal tersebut akan sangat berguna bagi
pergaulannya. Pembentukan jiwa feminism pada wanita dan maskulin pada laki-laki
dapat dilakukan dengan pemberian peran kepada anak sesuai dengan jenis
kelaminnya. Dengan memberikan tugas sesuai dengan jenis kelaminnya, seseorang
akan menjadi laki-laki atau wanita sejati.[9]
2.
Mendidik
menjaga pandangan mata
Di samping
penerapan etika memandang, hendaknya kepada anak dijelaskan pula mengenai
batasan aurat dan muhrim bagi dirinya. Aurat merupakan anggota tubuh yang yang harus
ditutupi dan tidak boleh dilihat atau diperlihatkan kepada orang lain.[10]
3.
Mengenalkan
mahrom-mahromnya
Mencegah anak
bergaul secara bebas dengan teman-teman yang berlawanan jenis denga memberikan
batasan-batasan tertentu bertujuan agar anak mampu memahami etika bergaul dalam
islam mampu membedakan antara muhrim dengan yang bukan muhrim sehingga
pemahaman tersebut akan selalu melekat di hati dan menjadi self control pada
waktu anak memasuki usia remaja.[11]
4.
Mendidik cara
berpakaian dan berhias
Hendaknya anak
dibiasakan untuk senantiasa mengenakan pakaian islami, model-model pakaian yang
baik, serta meluruskan konsep-konsep mengenai model pakaian pada diri anak,
agar mereka tidak terjerumus pada konsep model pakaian barat yang lebih
menonjolkan erotikannya.
5.
Mendidik cara
menjaga kebersihan kelamin
Bimbingan
praktis mengenai adab istinja’, adab mandi, dan adab wudhu dimaksudkan agar
anak secaran langsung belajar membersihkan diri, belajar membersihkan alat
kelaminya, dan belajar mengenali dirinya.
6.
Memberikan pengertian
tentang ikhtilam dan haidh
Pengertian
tentang ikhtilam dan haid sebaiknya diberikan dan difahami oleh anak sebelum ia
benar-benar mengalaminya, agar dalam perkembangan seksualnya dapat berjalan
secara wajar dan tidak ada beban-beban kejiwaan. Lebih dari itu agar anak dapat
menjalankan ketentuan syar’i yang telah mulai berlaku bagi dirinya.
7.
Pemisahan
tempat tidur
Memisahkan
tempat tidur anak laki-laki dan perempuan bertujuan agar mereka mampu memahami
dan menyadari tentang eksistensi perbedaan antara laki-laki dan perempuan,
terbiasa menghindari pergaulan bebas antar jenis kelamin yang berbeda.
F. Metode
Pendidikan Seks pada Anak dalam Pendidikan Agama Islam
Metode yang efektif dalam
menyampaikan pendidikan seksual kepada anak antara lain sebagai berikut:
1. Metode
pembiasaan
Metode pembiasaan bisa diterapkan
dalam pendidikan seks melalui cara membiasakan anak agar menjaga pandangan mata
dari hal-hal yang berbau porno, membiasakan anak tidur terpisah dengan orang
tuanya, membiasakan anak menjaga kebersihan alat kelaminnya, membiasakan anak
untuk tidak berkhalwat dengan lawan jenisnya tanpa didampingi muhrimnya dimulai dengan
hal kecil misalnya, pemisahan tempat duduk di kelas, serta membiasakan anak berpakaian
dan berhias sesuai dengan ajaran islam.[12]
2. Metode keteladanan
Metode pemberian contoh yang baik (Uswatun khasanah)
terhadap anak-anak yang belum begitu kritis akan banyak mempengaruhi tingkah
laku sehari-harinya. Dalam pendidikan seks anak harus diberikan keteladanan
dalam pergaulan, berpakaian, serta dalam peribadatan. Apa yang
disampaikan guru akan lebih mudah diserap oleh peserta didik jika dibarengi
dengan upaya pemberian keteladanan dan contoh yang nyata terhadap siswa.
3. Metode
pemberian hadiah dan hukuman
Dalam pendidikan seks, metode pemberian hadiah dan hukuman
dapat diterapkan dalam rangka menanamkan aturan-aturan islami menyangkut
masalah ibadah dan etika, khususnya etika seksual. Bagi anak yang telah
mematuhi aturan yang dicanangkan kepada mereka, mereka berhak mendapat hadiah
meskipun hanya sanjungan dan pujian. Namun apabila melanggar, mereka harus
diberi hukuman meskipun hanya berupa teguran.
4. Metode Tanya jawab dan dialog
Metode
Tanya jawab dan dialog sangat bermanfaat dalam menanamkan dasar-dasar
pendidikan seks pada anak, sebab salah satu naluri anak yang paling umum adalah
selalu ingin tahu terutama dalam hal-hal yang menarik perhatiannya. Metode tanya
jawab tidak hanya dilakukan di kelas, tetapi juga dapat dilakukan di luar
kelas. Guru sebaiknya memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan sharing tentang hal-hal
yang diluar akademis, tentang permasalahan aktual seputar permasalahan remaja dan pendidikan
seks.
5. Metode
pengawasan
Anak hendaknya diberikan pengawasan
agar senantiasa menutup aurat dan memberikan pengertian mengenai bahaya yang
timbul akibat aurat terlihat orang lain. Anak juga perlu diawasi dalam
pergaulannya agar terhindar dari pergaulan bebas dengan tujuan agar anak mampu
memahami etika bergaul dalam islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan seks diartikan sebagai usaha untuk membimbing
seseorang agar dapat mengerti benar tentang arti kehidupan seksnya, sehingga
dapat mempergunakannya dengan baik selama hidupnya. Pokok-pokok
pendidikan seks pada anak dalam Pendidikan Agama Islam meliputi beberapa hal,
yaitu menanamkan jiwa maskulin dan feminism, mendidik menjaga pandangan mata,
mengenalkan mahrom-mahromnya, memberikan pengertian tentang ikhtilam dan haidh, serta mendidik cara menjaga kebersihan
kelamin.
Adapun metode
yang dapat digunakan adalah metode pembiasaan, metode keteladanan, metode pemberian hadiah dan hukuman, metode tanya jawab dan dialog, serta metode pengawasan.
B.
Saran
Pendidikan seks
sangat penting untuk diberikan sedini mungkin kepada anak. Namun hal ini tidak semata-mata
menjadi beban dan tanggung jawab bagi orang tua saja, namun juga menjadi
tanggung jawab guru sebagai orang tua kedua bagi anak. Pandidikan seks ini
dapat diberikan sesuai
dengan tingkat perkembangan anak, mulai dari hal yang sifatnya sederhana hingga
pada hal yang sifatnya kompleks. Orang tua, guru, dan masyarakat memikul
tanggung jawab bersama dalam mendidik generasi muda agar mereka dapat
memperoleh penjelasan
dan informasi tentang seks serta menegakan nilai-nilai manusiawi terhadap seks
tersebut dan dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Madani, Yusuf. Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam : Panduan
bagi Orang Tua, Guru, Ulama, dan Kalangan Lainnya. Penerjemah: Irwan
Kurniawan. 2003. Jakarta:
Pustaka Zahra
M. Kasim Mugi Amin. Kiat Selamatkan
Cinta. 1997. Yogyakarta:
Titian Ilahi Press
Syamsudin, Pendidikan Kelamin dalam Islam, 1985.
Solo: Ramadhani.
Nasikh ulwan, Pendidikan Seks, 1996. Bandung:
Remaja
Rosda Karya.
Suraji, Pendidikan Seks bagi Anak, 2008.
Yogyakarta: Pustaka Fahima.
Moh. Roqib. Pendidikan Seks pada Anak Usia
Dini. Jurnal Pemikiran
Alternatif Pendidikan. Vol. 13 No. 2. P3M STAIN Purwokerto.
[1] Madani, Yusuf. Pendidikan Seks
untuk Anak dalam Islam : Panduan bagi Orang Tua, Guru, Ulama, dan Kalangan
Lainnya. Penerjemah: Irwan Kurniawan. Jakarta: Pustaka Zahra. 2003,
hlm 23
[5]Moh. Roqib. Pendidikan Seks pada Anak Usia
Dini. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol. 13 No. 2. P3M STAIN
Purwokerto, hlm. 2.
[7] http://ruangpsikologi.com/memberikan-pendidikan-seks-yang-sesuai-dengan-umur-anak/,diakses 30 Desember 2015, Jam 12.08 WIB.
[8] Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. http://ratuhati.com/index.php.Diakses 30 Desember 2015. Jam 11: 45
WIB.
Izin copas juragan
ReplyDeleteizin ambil materi dari sini ya
ReplyDeleteizin ambil materi dari sini ya
ReplyDelete