ABSTRAK
Sistem yang mengandung makna karakter bangsa
berakar pada Undang-Undang Dasar 1945 dan filsafat Pancasila. Sistem nilai
tersebut meliputi Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan Bangsa, Permusyaarahan dan Keadilan. Beberapa tahun
lalu sistem nilai tersebut sering ditanamkan dalam bentuk penghayatan dan
pengamalan Pancasila (P-4) yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat
Indonesia.Sekarang, ketika masyarakat dan bangsa dilanda krisis moral, sistem
nilai tersebut perlu direvitalisasi, terutama dalam mewujudkan karakter pribadi
dan karakter bangsa yang telah ada seperti tekun beribadah, jujur dalam ucapan
dan tindakan, berfikir positif, dan rela berkorban. Melalui revitalisasi dan
penekanan karakter di berbagai lembaga pendidikan, baik informal, maupun
nonformal; diharapkan bangsa indonesia bisa menjawab berbagai tantangan dan
permasalahan yang semakin rumit dan kompleks. Hal ini penting,karena di dalam
era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan. Teknologi dan seni berlangsung
begitu pesat dan tingginya mobilitas manusia karena jarak ruang dan waktu
menjadi sangat relatif. Berbagai tantangan dan permasalahan yang datang silih
berganti dalam era globalisasi tak mungkin dihindari, karena meskipun kita
menutu pintu, pengaruh globalisasi akan masuk melalui jendela atau merasuk
melalui berbagai cara. Bangsa indonesia harus masuk dalam arus perubahan
tersebut, dan ikut bermain dalam era globalisasi bahkan harus mampu mengambil
peluang agar dapat memnfaatkannya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
bangsa secara keseluruhan. Dalam rangka mempertinggi daya saing, kemampuan
memahai hakikat perubahan, dan memanfaatkan peluang yang timbul, serta
mengantisipasi terkikisnya rasa nasionalisme dan erosi ideologi kebangsaan,
serta penanaman sistem nilai bangsa Indonesia diperlukan pengkajian kembali
terhadap pendidikan karakter, yang selama ini dipandang sudah hilang dari
kehidupan bangsa indonesia. Kalaupun karakter tersebut masih ada, maka hanya
dimiliki dan dimalkan di daerah-daerah atau lokasi-lokasi tertentu saja, seperti
di lingkungan pondok pesantren. Pemerintah mempertegas pelaksanaan pendidikan
karakter dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Pemerintah juga telah
mengembangkan rencana strategis (renstra) pendidikan karakter yang disusun
hingga tahun 2025, dengan harapan pembangunan karakter bangsa dapat berlangsung
secara berkelanjutan. Hal tersebut sangat penting sebab akan sia-sia saja
berbicara panang lebar tentang pendidikan karakter, jika di dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat anak selalu dihadapkan pada nilai-nilai yang
bertentangan dengan karakter yang ditanamkan di sekolah. Kitapun kurang
memiliki kemauan untuk menjujung tinggi dan mengajarkan prinsip-prinsip dasar
kehidupan kepada generasi bangsa, yang dapat
mendorng masyarakat untuk melalukan pembangunan dalam berbagai bidang
kehidupan. Oleh karena itu, merupakan langkah yang positif ketika pemeintah
(Mendiknas) merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang
pendidikan. Melalui pendidikan karakter, kita berharap bangsa indonesia menjadi
bangsa yang bermartabat, dan masyarakatnya memiliki nilai tambah (added value),
dan nilai jual yang bisa ditawarkan kepada oranglain dan bangsa lain di dunia,
sehingga kita bisa bersaing, bersanding, bahkan dengan bangsa-bangsa lain dalam
pencaturan global.
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir
maupun batin, dari sifat kodratinya menuu ke arah peradaban yang manusiawi dan
lebih baik. Sebagai contok dapat dikemukakan misalnya : ajuran atau suruhan
terhadap anak-anak untuk duduk dengan baik, tidak berteriak-teriak agar tidak
mengganggu orang lai, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orangtua,
menyayangi yang muda, menghormati yang tua, menolong teman dan seterusnya
merupakan proses pendidikan karakter.
Pendidikan
karakter merupakan proses yang berkelanjutan dan tak pernah berakhir ( never
ending procces), sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan
(continuous quality improvement), yang ditujukan pada terwujudnya sosok manusia
masa depan, dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter
harus menumbuhkembangkan nilai-nilai ilosofis dan mengamalkan seluruh karakter
bangsa secara utuh dan menyeluruh (kaffah). Dalam konteks Negara Kesatan Republik
Indonesia (NKRI), pendidikan karakter harus mengandung perekat bangsa yang
memiliki beragam budaya dalam wujud kesadaran, pemahaman, dan kecerdasan
kultural masyarakat.
DAFTAR
ISI
Abstrak...................................................................................................
Kata Pengantar..................................................................................... i
Daftar isi................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Pendidikan Karakter............................................................................ 1
Kunci Sukses Pendidikan Karakter Di
Sekolah................................. 6
Membangun Karakter Peserta Didik.................................................. 12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................ 16
Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENDIDIKAN KARAKTER
A. Hakikat
Pendidikan Karakter
Dalam
konteks pemikiran islam, karakter berkaitan iman dan ikhsan. Hal ini sejalan
dengan ungkapan aristoteles,bahwa karakter erat kaitannya dengan “habit” atau
kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan diamalkan.
Wynne (1991)[1]
mengemukakan baha karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ to mark”
(menandai) danmemfokuskan ada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam
tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Oleh sebab itu, seseorang yang
berperilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus dikataka orang ang memliki
karakter jelek, sedangkan yang berperilaku baik, jujur, dan suka menolong
dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik/mulia.
Sejalan
dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Agama islam Kementrian Agama
republik Indonesia (2010) mengemukakan bahwa karakter (character) dapat
diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat
diidentifikasikan pada perilaku individu yang bersifat unik,dalam arti secara
khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainnya.
Karena ciri-ciri tersebut dpat diidentifikasikan pada perilaku individu dan
bersifat unik, maka karakter sangat dekat dengan kepribadian individu. Dengan
demikian, istilah karakter berkaitan erat dengan personality (kepribadian)
seseorang, sehingga ia bisa disebut orang yang berkarakter (a person of
character) jika perilakunya sesuai dengan etika atau kaidah moral. Meskipun
demikian, kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin seseorang yang telah
terbiasa secara sadar menghargai pentingnya nilai-nilai karakter.
Lebih lanjut lickona (1992) menekankan
pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character,
yaitu moral knowing ata pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan
tentang moral dan moral action atau tindakan moral. Moral knowing berkaitan
dengan moral awereness, knowing moral values,perspertive taking, moral
reasoning, desision making dan self-knowledge. Moral feeling berkaitan dengan
conscience, self esteem, empathy, loving the good, self-control dan humility;
sedangkan moral action merupakan perpaduan dari moral knowing dan moral feeling
yang diwujudkan dalam bentuk kompetensi (competence), keinginan (will), dan
kebiasan (habit). Ketiga komponen tersebut perlu diperhatikan dalam pendidikan
karakter, agar peserta didik menyadari, memahmi, merasakan dan dapat
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari , nilaikebajikan itu secara utuh
dan menyeluruh (kaffah).
Megawangi
pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun 9 pilar karakter mulia
yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan berkarakter, baik sekolah
maupun diluar sekolah, yaitu sebagai berikut.
1.
Cinta Allah dan
kebenaran
2.
Tanggung jawab,
disiplin, dan mandiri
3.
Amanah
4.
Hormat dan
santun
5.
Kasih sayang,
peduli dan kerja sama
6.
Percaya diri,
kreatif, dan pantang menyerah
7.
Adil dan berjiwa
kepemimpinan
8.
Baik dan rendah
hati
9.
Toleran dan
cinta damai
Dalam
prespektif Islam, pendidkan karakter secara teoritik sebenarnya telah ada sejak
islam diturunkan didunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk
memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran islam sendiri
mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan,
ibadah dan mu’amalah,tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran islam secara utuh
(kaffah) merupakan model karakter seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan
model karakter nabi muhammad SAW, yang memiliki sifat shidi, Tabligh, Amanah,
Fathonah (STAF).[2]
B. Pendidikan Karakter
Bangsa
Di
indonesia, pendidikan karekter bangsa sebenarnya telah berlangsung lama, jauh
sebelum indonesia merdeka. Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawan Pendidikan
Nasional memiliki pandangan tentang pendidikan karakter sebagai asas taman
siswa 1922, dengan tujuh prinsip sebagai berikut.2
1. Hak
seseorang untuk mengatur diri sendiri dengan tujuan tertibnya persatuan dalam
kehidupan umum.
2. Pengajaran
berarti mendidik anak agar merdeka batinnya, pikirannya dan tenaganya.
3. Pendidikan
harus selaras dengan kehidupan.
4. Kultur
sendiri yang selarasdengan kodrat harus dapat memberi kedamaian hidup.
5. Harus
bekerja menurut kekuatan sendiri.
6. Perlu
hidup dengan diri sendiri.
7. Dengan
tidak terikat, lahir batin dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kepada
peserta didik.
Pada
1946, Taman siswa memiliki Panca Dharma, yaitu kemerdekaan, kodrat alam,
kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Oleh karena itu, dewantara mengartikan
pendidikan sebgai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu dengan
kemampuan untuk mempertahankan hidup, yang tertuju pada tercapainya kemerdekaan
lahir batin sehingga memperoleh keselamatan,keamanan , kenyamanan dan
kebhagiaan lahir batin. Dalam asas taman siswa, dewantara ingin mendidik
manusiaIndonesia secara utuh (kaffah), yang dapat hidup mandiri, efektif,
efisien, produk, dan akuntabel. Untuk kepentingan tersebut, masyarakat
khususnya peserta didik perlu dibekali dasar-dasar kehidupan agar memiliki
kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi, menuju masyarakat
yang aman, tertib, dan damai.
Pendidikan
karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta
didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen
yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah SWT, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan,
sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya.
Pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang
study yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan
norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dan dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pendidikan nilai, dan pembentukan karakter tidak hanya dilakukan pada
tataran kognitif, tetapi menyentuh internalisasi, dan pengamalan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Kegiatan
pengembangan diri peserta didik yang selama ini diselenggarakan
sekolah/madrasah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan
karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler
merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu
pengembangan diri peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan
minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah/madrasah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab , serta potensi, kompetensi dan
prestasi peserta didik.
C. Tujuan Pendidikan
Karakter
Pendidikan
karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang
mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap
satuan pendidikan. Melalui pendidika dan menggunakan penegtahuannya, mengkaji
dan menginternasialisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan
karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada pembentukkan budaya
sekolah/madrasah,yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
sehari-hari, serta simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga
sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekolah/madrasah merupakan ciri
khas, karakter atau watak, dan citra sekolah/madrasah tersebut di mata
masyarakat luas.
D. Implementasi
Pendidikan Karakter
Pada
umumnya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan, penciptaan lingkungan,
dan pembiasaan; melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif. Dengan
demikian,apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh peserta
didik dapat membentuk karakter mereka. Selain dijadikan keteladanan dan
pembiasaan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya serta
lingkungan yang kondusif juga sangat penting, dan turut membentuk karakter
peserta didik.
Penciptaan lingkungan yang kondusif dapat
dilakukan melalui berbagai variasi metode berikut :
(1) Penugasan,
(2) Pembiasaan,
(3) Pelatihan,
(4) Pembelajaran,
(5) Pengarahan,
dan
(6) Keteladanan.
Berbagai
metode tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter
peserta didik. Pemberian tugas yang sangat besar disertai pemahaman akan
dasar-dasar filosofisnya, sehingga peserta didik akan mengerakan berbagai tugas
dengan kesadaran dan pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi. Setiap
kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh dalam kegiatan
kepramukaan, terdapat pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan,
dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan. Dalam kegiatan
olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas,
kerjasama (team work) dan kegigihan dalam berusaha.
KUNCI
SUKSES PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
A. Pahami Hakikat
Pendidikan Karakter
Morak
understanding sebagai aspek pertama yang harus diperhatikan dalam pendidikan
karakter, memiliki enam unsur yaitu kesadaran moral (moral awareness),
pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing about moral values), penentuan
sudut pandang (prespective taking),logika moral dan pengenalan diri (self
knowledge). Keenam unsur tersebut merupakan komponen-komponen yang harus
ditekankan dalam pendidikan karakter, serta diajarkan kepada peserta didik dan
diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran secara kaffah.
Moral
loving/moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk
menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap
yang harus diraakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri, percaya
diri (self-esteem), motivasi diri (self-motivation), disiplin diri
(self-dicipline),kepekaan terhadap penderitaan oranglain (empathy), cinta
kebenaran (loving the good), pengendalian diri ( self-control), dan kerendahan
hati( humility).
Untuk
mensukseskanpendidikan karakter disekolah-sekolah, perlu dilakukan identifikasi
karakter, karena pendidikan karakter tanpa identifikasi karakter hanya akan
menjadi sebuah perjalanan panjang tanpa ujung, seperti petualangan tanpa peta.
Dalam hal ini, heritage foundation merumuskan sembilan karakter dasar yang
menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan karakter tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Cinta kepada
Allah dan semesta beserta isinya,
2.
Tanggung jawab,
disiplin, dan mandiri,
3.
Jujur,
4.
Hormat dan
santun,
5.
Kasih sayang,
peduli, dan kerja sama,
6.
Percaya diri,
kreatif, kerja keras dan pantang menyerah,
7.
Keadilan dan
kepemimpinan,
8.
Baik dan rendah
hati, serta
9.
Toleransi, cinta
damai dan persatuan.
Selain
itu, Character Counts di Amerika mengidentifikaskan bahwa karakter-karakter
yang menjai pilar adalah
1. Dapat
dipercaya (trusworthiness),
2. Rasa
hormat dan perhatian (recpect),
3. Tanggung
jawab (responsibility),
4. Jujur
(fairness),
5. Peduli
(caring)
6. Kewarganegaraan
(citizenship),
7. Ketulusan
(honesty),
8. Berani
(courage),
9. Tekun
(diligence),dan
10. Intergrity.
Meskipun
demikian, karakter Nabi besar Muhammad SAW, hanya mencakup empat hal, shidiq,
amanah, tablig, fathonah (STAF). Namun begitu, keempat hal tersebut telah
mencakup seluruh perilaku, sehingga Dia dijuluki sebagai Al Amin (orang yang
dapat dipercaya).
Berkaitan dengan pendidikan karakter ini,
Character Education Quality Standards merekomendasikan 11 prinsip untuk
mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut.
1. Mempromosikan
nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2. Mengidentifikasi
karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.
3. Menggunakan
pendekatan yang yaam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.
4. Menciptakan
komunitas sekolah yang memiliki kepdulian.
5. Memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukka perilaku yang baik.
6. Memiliki
cakupa terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang mengargai semua
peserta ddik, mmbangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.
7. Mengusahakan
tumbuhnya motivasi diri dari para peserta didik.
8. Memfungsikan
seluruh staf sekolah sebgai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk
pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.
9. Adanya
pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif
karakter.
10. Memfungsikan
keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam membangun insiatif
pendidikan karakter.
11. Mengevaluasi
karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan
manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
B. Sosialisasikan
Dengan Tepat
Dalam
menyukseskan pendidikan karakter di sekolah adalah mensosialisasikannya dengan
tepat terhadap seluruh warga sekolah, bahkan terhadap masyarakat dan orangtua
serta peserta didik. Sosialisasi perlu dilakukan secara matang kepada berbagai
pihak agar pendidikan karakter yang ditawarkan dapat dipahami dan diterapkan
secara optimal, karena sosialisasi merupakan langkah penting yang akan
menunjang dan menentukan keberhasilan pendidikan karakter. Setelah sosialisasi,
kemudian diadakan musyawarah antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan,
dan komite sekolah untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari berbagai
pihak dalam rangka menyukseskan implementasi pendidikan karakter.
C. Ciptakan
Lingkungan Yang Kondusif
Dalam
menyukseskan pendidikan karakter disekolah adalah lingkungan yang kondusif-
akademik, baik secara fisik maupun nonfisik. Lingkungan sekolah yang aman,
nyaman dan tertib, dipadukan dengan optimisme dan harapan yang tinggi dari
seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat
pada peserta didik (student-centered activities) merupakan iklim yang dapat
membangkitkan nafsu, gairah, dan semgat belajar. Iklim yang demikian akan
mendorong terciptanya masyarakat belajar di sekolah, karena iklim yang kondusif
merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik
tersendiri bagi proses belajar, sebaliknya iklim belajar yang kurang
menyenangkan akan menmbulkan kejenuhan dan rasa bosan.
Lingkungan yang
kondusif antara lain dapatdikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan
sebagai berikut.
1.
Memberikan
pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas
pembelajaran. Pilihan dan pelayanan individual bagi peserta didik, terutama
bagi mereka yang lambat belajar akan membangkitkan nafsu dan semangat belajar,
sehingga membuat mereka betah belajar di sekolah.
2.
Memberikan
pembelajaran remedial bagi para peserta didik yang kurang berprestasi,
atau berprestasi rendah. Dalam sistem
pmbelajaran klasikal, sebagian peserta didik akan sulit untuk mengikuti
pembelajaran secara optimal, dan menuntut peran ekstra guru untuk memberikan
pembelajaran remedial.
3.
Mengembangkan
organisasi elas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman bagi perkembangan
potensi seluruh peserta didik secara optimal. Termasuk dalam hal ini, adalah
penyediaan bahan pembelajaran yang menarik dan menantang bagi peserta didik,
serta pengelolaan kelas yang tepat, efektif dan efisien.
4.
Menciptakan
kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta peserta
didik dengan guru dan pengelola
pembelajaran lain. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap peserta memiliki
kesempatan yang luas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa
takut mendapatkan sanksi atau dipermalukan.
5.
Melibatkan
peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran. Dalam hali
ini, guru harus mampu memposisikan diri sebagai pembimbing dan manusia sumber.
Sekali-sekali, cobalah untuk melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan
pembelajaran, agar mereka merasa bertanggung jawab terhadap pembelajaran yang
dilaksanakan.
6.
Mengembangkan
prose pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dan
guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, an sebagai
sumber belajar.
7.
Mengembangkan sistem
evaluasi belajar dan pemeblajaran yang menekankan pada evaluasi diri sendiri
(self-evaluation). Dalam hal ini, guru sebagai fasilitator harus mampu membantu
peserta didik untuk menilai bagaimana mereka memperoleh kemajuan dalam proses
belajar yang dilaluinya.
D. Dukung dengan
Fasilitas dan Sumber Belajar yang Memadai
Dalam
menyukseskan pendidikan karakter di sekolah berkaitan dengan fasilitas dan
sumber belajar yang memadai, agar kurikulum yang sudah dirancang dpat
dilaksanakan secara optimal. Dalam pengembangan fasilitas dan sumber belajar,
selain guru harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran dan alat peraga, juga
harus berinisiatiff mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah dan sumber
belajar yang lbih konkret.
Secara
umum dapat dikemukakan dua cara memanfaatkan fasilitas dan sumber belajar dalam
menyukseskan implementasi pendidikan karakter. Pertama, membawwa sumber belajar
ke dalam kelas. Dari aneka ragam dan bentuknya
sumber belajar dapat digunakan
dalam proses pembelajaran dikelas, atau menghadirkan tokoh masyarakat
sebagi manusia sumber. Contoh konkretnya, yaitu klesa yang sedang mengkaji
bahaya narkoba, bisa bekerjasama dengan kepolisian untuk menghadirkan
anggotanya didalam kelas dan memberikan penjelasan kepada peserta didik. Kedua,
membawa kelas ke lapangan di mana sumber belajar berada. Adakalanya terdapat
umber belajar yang sangat penting dan menunjang tujuanbelajar tetapi tidak
dapat dibawa ke dlam kelas karena mengandung resiko yang cukup tinggi, atau
memiliki karakterristik yang tidak memungkinkan untuk dibawa ke dlam kelas.
Pengembangan
fasilitas dan sumber belajar sudah sewajarnya dilakukan oleh sekolah, mulai
dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan. Hal ini didasari oleh kenyataan
bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas dan sumber belajar ,
baik kecukupan kesesuaian, maupun kemutahkhirannya, terutama sumber-sumber
belajar dirancang by didesign secara khusus untuk kepentingan pemebelajaran.
E. Wujudkan Guru
yang Dapat Digugu dan ditiru
Guru
sebagai pengganti peran orangua di sekolah pelu memiliki kesadaran, emahaman,
kepedulian dan komitmen untuk membimbing peserta didik menjadi manusia shaleh
yang bertaqwa. Allah berfirman : “ sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah ujian (bagimu) dan di sisi
Allah-lah pahala yang besar “ (QS. Ath-Thaghabun 14-15)
Mengingat
bahwa pendidikan karakter pada spek sikap,nilai, dan watak peserta didik, maka
dalam pembentukannya harus dimulai dari gurunya. Dalam hal ini, bagaimana
setiap lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal dapat mewujudkan guru
yang dapat digugu dan ditiru.
Untuk
menyukseskan implementasi pedidikan karakter di sekolah perlu megubah paradigma
guru, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Tgas guru tidak hanya
menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus dilatih menadi
fasilitator yang bertuga memberikan kemudahan belajar (fasilitate of learning)
kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam yang
menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas,dan berani mengemukakan
pendapat secara terbuka. Rasa gembira, penuh semangat, tidak cemas,dan berani
mengemukakan pendapat secara terbuka merupakan modal dasar bagi peserta didik
untuk tumbuh dan berkembang menadi manusia yang siap eradaptasi, menghadapi
berbagai kemungkinan,dan memasuki era globalisasi yang penuh berbagai
tantangan.
Guru
sebagai fasilitator sedikitnya harus memiliki 7 sikap seperti yang
diidentifikasikan Roger (dalam Knowles, 1984) sebagai berikut:
1.
Tidak berlebihan
mempertahankan pendaapt dan keyakinannnya,atau kurang terbuka;
2.
Dapat lebih
mendenarkan peserta didik, terutama tentang aspirasi dan perasaannya;
3.
Mau dan mampu
menerima ide peserta didik yang inovatf, dan kreatif, bahkan yang sulit
sekalipun;
4.
Lebih
meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya
terhadap pembelajaran;
5.
Dapat menerima balikan
feeback), baik yang sifatnya positif maupun negatif, an menerimanya sebagai
pandangan yang konstruktif terhadap diri dan perlakunya;
6.
Toleransi
terhadap kesalahan yang diperbuat peserta didik selam proses pembelajaran; dan
7.
Menghargai
prestasi peserta didik, meskipun mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.
F. Libatkan Seluruh
Warga Sekolah
Pelibatan
seluruh arga sekolah dalam menyukseskan pendidikan karakter dapat dilakukan
melalui strategi umum dan strategi khusus.
1.
Srtategi Umum
Harus
dilakukan berdasarkan rancana kebutuhan yang jelas (educational planning on
manpower recruitment). Dengan demikian, tidak akan terjadi ketimpangan antara
kebutuhan akan tenaga pendidikan dengan tenaga kependidikan yang tersedia.
Perlu senantiasa dikembangkan sikap dan kemampuan profesional. Setiap warga
sekolah harus mampu untuk tidak bergantung pada pekerjaan yang diberikan oleh
orang lain. Dan dunia industri perlu terus menerus dikembankan ,terutama dalam
memanfaatkan perusahaan dan dunia industri untuk laboratorium praktik, dan
objek studi.
2.
Strategi Khusus
Strategi
khusus adalah startegi yang langsung berkaitan dengan pengembangan dan
peningkatan manajemen yang lebih efektif.
Pertama,
dalam kaitannya dengan kesejahteraan,perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
(a) penghasilan perlu disesuaikan agar tercapai standar yang wajar bagi
kehidupan, (b) peningkatan kesejahteraan,(c) perlu diberlakukan sistem kontrak,
dengan sistem imbalan yang lebih baik dan menarik.
Kedua,
pendidikan prajabatan perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut: (a)
memperbaiki sistem pendidikan sesuai kebutuhan masyarakat dan pembangunan, (b)
perlu dilakuakan reorientasi program pendidikan, (c) perlu dipersiapkan secara
matang melalui pendidikan yang bermutu.
Ketiga,
tenanga kependidikan perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut : (a) tenaga
kependidikan harus berdasarkan seleksi yang mengutamakan kualitas,(b) sejalan
dengan semangat reformasi, (c) pembinaan tenaga kependidikan sehingga dapat
mengembangkan kemampuan sesuai kebutuhan.
2.2 MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK
A.
Membangun
Karakter Peserta Didik yang Lamban( Slow Learner)
Slow
learning menunjuk pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akibat
kelambanan dalam perkembangan, terutama perkembangan mental.
1. Intelegensi
Merupakan
kemampuan mental yang bersifat umum (general ability) untuk membuat atau
mengadakan analisa, memecahkan masalah, menyesuaikan diri, dan menarik
generalisasi, serta merupakan kesanggupan berfikir seseorang. Untuk mengetahui
status peserta didik yang memiliki IQ tertentu, maka perlu diketahui kiteria
yang digunakan untuk mengklasifikasikan intelegensi.
TINGKAT
IQ
|
KELOMPOK
|
130 keatas
|
Pandai sekali (genius)
|
110-129
|
Pandai
|
90-109
|
Rata-Rata atau Normal
|
79-89
|
Kurang pandai
|
50-69
|
Lemah ingatan
|
30-49
|
Debiel
|
Kurang dari 30
|
Imbeciel-ideot
|
Hasil
tes yang diperoleh oleh peserta didik disebut Mental Age (MA) atau umur mental,
sedangkan umurnya Cronological Age (CA). Dengan demikian, tingkat kecedasan
seseorang atau intelegensi Question (IQ) dapat diformulasikan sebagai berikut.
Untuk
memperoleh bilangan bulat maka dikalikan 100 sehingga
Misalnya
seorang siswa berumur 12 tahun (CA),hasil tesnya 10 tahun (MA), maka tingkat
kecerdasannya adalah
= 83
2. Ciri-ciri
Peserta didik lambat belajar akan menampakkan gejala-gejala yang menjadi
ciri-cirinya sebagai berikut.
a. Lamban.
Peserta didik kelompok belajar lamban dalam menerima dan mengolah pembelajaran.
b. Kurang
mampu. Kurang mampu berkonsentrasi, berkomunikasi dengan orang lai,
mengemukakan pendapat, sertaa kurang kreatif.
c. Tidak
berprestasi.
d. Motoriknya
lamban.
e. Perilakunya
negatif.
3. Memahami
latar belakang peserta didik lambat belajar.
a. Studi
dokumentasi, mempelajari catatan-catatan pribadi,melalui :
Buku catatan pribadi, dokumentasi,
catatn kesehatan
b. Menumpulkan
data baru sebagai pelengkap
4. Usaha-
usaha bimbingan
a. Pemberia
informasi tentang cara-cara belajar yang efektif, baik secara belajar di
sekolah atau di rumah.
b. Bantuan
penempatan(placement)
c. Mengadakan
pertemuan dengan orangtua untuk konsultasi.
d. Memberikan
pembelajaran remidi
e. Menyajikan
pembelajaran secara konkret
f. Memberikan
layanan konseling
g. Memberikan
perhatian khusus kepada peserta didik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Disinilah
perlunya kerjasama antara orangtua, sekolah dan masyarakat dalam pendidikan
karakter. Bukan lagi mencari kambing hitam terhadap kualitas pendidikan kita,
tidak pada tempatnya saling menyalahkan kebobrokan generasi bangsa. Saatnya
sekarang adaah menjadi negara dan bangsa yang terhormat, dan bermartabat, bukan
bangsa yang korupsi, kasar, dan yang suka kekerasan, juga bukan teroris yang
dituduhkan sekarang ini. Belum lambat untuk bertindak,marilah kita mulai
memperbaiki kehidupan, kehidupan berbangsa, dan bernegara agar kita bisa
menjadi negara maju, dan bangsa yang bermartabat, dengan masyarakat yang kuat.
Hasil
analisis terhadap perilaku kehidupan masyarakat di negara maju, dalam kehiduan
sehari-hari mayoritas penduduknya memnuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan
sebagai berikut :
1. Memiliki
etika dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menjunjung
tinggi kejujuran dan integritas,
3. Bertanggung
jawab terhadap setiap perbuatannya,
4. Menghormati
aturan dan hukum,
5. Mengormati
hak-hak orang lain,
6. Menekuni
dan mencintai pekerjaannya,
7. Berusaha
keras untuk menabung dan investasi,
8. Mau
bekerja keras, cerdas, dan ikhlas,
9. Disiplin
dan tepat waktu,
10. Bertawakal
dalam perbuatan.
DAFTAR PUSTAKA
Jalal, Fasli Dan
Supriadi, Dedi. 2011. Reformasi Pendidikan
Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adi Cita.
Koesoma A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak
Di Zaman Global. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kementrian Pendidikan
Nasional.2010. Desain Induk Pendidikan
Karakter. Jakarta :Kemendiknas.
Prof.Dr.H.E.
Mulyasa, M.Pd.2011.Management Pendidikan
Karakter. Jakarta-PT Bumi Aksara
izin yaa ka
ReplyDelete