Wikipedia

Search results

Sunday, October 19, 2014

TEORI TEORI PENDIDIKAN DALAM ALIRAN HUMANISME



MAKALAH

TEORI-TEORI PENDIDIKAN DALAM
ALIRAN HUMANISME

DISUSUN
O
L
E
H

Efri riantina
1411100191

Febie Pandesty
1411100195

Ganda Rusman Maulana
1411100197






                                                       
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
PRODI PGMI
2014/2015



KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah Teori-Teori Pendidikan Dalam Aliran Humanisme ini dengan baik. Makalah ini dibuat agar menambah sedikit pengetahuan kita mengenai pengetahuanTeori-Teori Pendidikan Dalam Aliran Humanisme, sehingga kita dapat memahami apa sebenarnya Teori-Teori Pendidikan Dalam Aliran Humanisme itu, secara mendalam dan terperinci. 

Sebelum kita melangkah lebih jauh, diperlukan suatu pemahaman khusus mengenai hal-hal mendasar yang ada pada konsitusi. Untuk itu, penyusunan makalah ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua termasuk penulis.
Penulisan makalah ini dapat terselenggara berkat sumber-sumber referensi yang sangat membantu mengenai Teori-Teori Pendidikan Dalam Aliran Humanisme dan untuk itu penulis mengucapakan terimakasih atas bantuan materi-materinya yang sangat bermanfaat.
Saya mohon maaf jika makalah ini banyak kekurangan maka dari itu saya mengharapkan agar para pembaca makalah ini dapat memberikan saran serta kritiknya untuk perbaikan yang semestinya.



                                                                                     Bandar Lampung, 20 september 2014,
        PENULIS










DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang Masalah........................................................................................   1
B.         Rumusan Masalah.................................................................................................   2
C.         Tujuan Penulisan...................................................................................................   2

BAB II : PEMBAHASAN

A.        Pengertian Teori-Teori Pendidikan Dalam Aliran Humanisme............................  
B.        Implikasi Teori Belajar Humanisme......................................................................   7
C.        Tokoh-tokoh humanisme.......................................................................................   9

BAB III : PENUTUP

A.        Kesimpulan ...........................................................................................................   13
Daftar Pustaka  .................................................................................................................   14



BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG MASALAH

Istilah pendidikan tentu saja tidak asing lagi bagi kita, seolah istilah tersebut sudah sangat dekat bahkan sampai menyentuh di setiap sendi-sendi kehidupan manusia
Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang jarang ada. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
bahwa pendidikan merupakan hak yang sudah melekat pada setiap manusia/individu sebagai sebuah potensi yang siap dikembangkan demi kelangsungan hidup. Dengan potensi yang dimiliki manusia tersebut, manusia terus mengaktualisasikan potensinya melalui pendidikan dan berinteraksi dengan lingkungan. Dewasa ini, pengertian pendidikan yang berkembang di masyarakat adalah sebuah sistem kelembagaan seperti di sekolah, perguruan tinggi, tempat kursus yang menyelenggarakan pengajaran dan bimbingan kepada peserta belajar (siswa)
Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira [1]

Dari uraian di atas maka dipandang perlu bagi seorang pendidik untuk memahami tentang pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran.

B.     RUMUSAN MASALAH

Dalam penyusunan makalah ini kami sebagai penulis membatasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
a.       Membahas teori-teori pendidikan dalam aliran humanisme
b.      Apa saja implikasi dalam pelaksanaan pendidikan
c.       Dan tokoh-tokoh dalam aliran humanisme

C.    TUJUAN MASALAH

Dari rumusan masalah yang ada tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
a.       Untuk mengetahui Teori-Teori Pendidikan Dalam Aliran Humanisme
b.      Untuk mengetahui  Implikasi Dalam Pelaksanaan Pendidikan
c.       Untuk mengetahui  Tokoh-Tokoh Dalam Aliran Humanisme















BAB II
PEMBAHASAN

A.  TEORI-TEORI PENDIDIKAN DALAM ALIRAN HUMANISME

Teori-teori humanisme[2] lebih menunjuk kebebasan individu memahami materi pembelajaran untuk memperoleh informasi baru dengan cara belajarnya sendiri selama proses pembelajaran. Dalam teori, peserta didik berperan sebagai subjek atau sebagaianak didik. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator[3] bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.  salah satu pendekatan yang dikembangkan melalui teori humanisme ini adalah pendekatan Quantum Learning[4]. Pendekatan pembelajaran ini dalam pelaksanaannya dinilai terdapat unsur humanisme nya. Yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi[5] kemampuan, bakat, dan potensinya dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator.
Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar siswa:
a.                   Partisipasi.
Dalam dunia pendidikan, partisipasi mampu menghidupkan suasana yang interaktif. Dua belah pihak, guru dan siswa, perlu saling peduli, saling sharing, melakukan negosiasi, dan sama-sama bertanggung jawab atas proses dan output pendidikan[6]. Hal ini penting agar di akhir tahun, ketika terjadi kegagalan studi, maka tidak terjadi saling tuding antara para pihak yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan (guru, siswa, orangtua siswa, ahli kurikulum, dan masyarakat luas).
b.                  Integrasi.
Di sini, perlu ditekankan interaksi[7], interpenetrasi[8], serta integrasi pemikiran[9], perasaan dan tindakan. Membangun manusia yang seutuhnya berarti membangun manusia yang konsisten dalam ketiga hal tersebut.
c.         Keterkaitan.
Bahwa materi yang diajarkan perlu memiliki hubungan yang erat dengan kebutuhan hidup dasar peserta didik serta berpengaruh nyata untuk mereka, baik secara emosional maupun secara intelektual.
d.        Transparansi dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
Para siswa pun berhak mengetahui bahwa pada akhir pelajaran, mereka harus memahami hal-hal tertentu yang mampu meningkatkan pengetahuan mereka. Dari sini, semakin nyata bahwa siswa perlu tahu ke mana mereka diarahkan dalam sebuah pelajaran. Banyak guru kurang menekankan bagian ini, dan langsung masuk ke "inti" pembahasan, padahal hal ikhwal menjelaskan tujuan adalah termasuk hal "inti" pula.
e.        Terakhir, tentu saja tujuan sosial dari pendidikan.
Karena pendidikan adalah sebuah sarana menyiapkan manusia untuk untuk berkarya dalam masyarakat, maka pendidikan perlu menekankan penempaan akal dan mental peserta didik, agar mampu menjadi sosok intelektual yang berbudaya.[10]
Siswa berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
a.       Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b.      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat: jelas, jujur dan positif.
c.      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
d.      Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis[11], memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
e.      Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
f.       Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g.      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h.      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.[12]
Tendensi pemikiran edukatif Dewey[13] dalam kaitan ini lebih mengarah pada sosio-antroposentris.Artinya, humanisme itu merupakan refleksi timbal balik antara kepentingan individu dengan masyarakat. Karenanya pendidikan harus diselenggarakan dengan memusatkan perhatian pada keduanya. Kemudian, mengingat masyarakat itu selalu berkembang dan berubah, nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk bagi individu juga pengalami perkembangan dan perubahan. Bila nilai-nilai, tendensi dan implus tadi dipandang baik oleh masyarakat, maka nilai-nilai, tendensi dan inplus tadi di pandang sebagai sifat-sifat manusia yang baik pula.           
Sehubungan dengan itu Dewey mengatakan bahwa setiap tendens dan implus Yang ada pada manusia tidaklah mempunyai suatu arti apa-apa, jadi tiadalah berakibat baik ataupun buruk terhadap masyarakat. Tendens[14] dan implus[15] ini baru mempunyai arti bila ia memberikan akibat didalam keadaan tertentu; ia hanya dapat memberikan akibat itu bila ia dipengaruhi ataupun dipaksakan oleh faktor-faktor luar, yaitu factor-faktor dari kebudayaan. Bila akibat ini adalah sesuatu hasil perbanyakan antara tendens tadi dengan factor-faktor luar, dianggap baik oleh masyarakat, maka tendens tadi orang berpandang sebagai sifat-sifat manusia yang baik. Bila akibat itu dianggap merugikan masyarakat, maka tendens tadi pun dianggap sebagai suatu sifat manusia yang buruk. Jadi ukuran baik dan buruk, sebagaimana dapat disimpulkan setelah mencermati ungkapan di atas, adalah hasil perbuatan manusia dan masyarakat. Jelas hal ini mengacu pada sosio-antroposentris[16].
            Meskipun demikian, diakuinya bahwa disamping sifat-sifat manusia itu mengalami perubahan ada beberapa factor dimana sifat manusia itu tetap tidak berubah. Tetapi karena akbiat-akibat yang ditibulkannya dibawah pengaruh-pengaruh dan tekanan-tekanan elemen kebudayaan kemudian juga mengaruh kembali setiap elemen-elemen dari sifat manusia itu, maka bentuk susunannya juga senantiasa berubah-ubah.
            Dengan singkat Dewey menjawab pertanyaan: “Does human nature change? (Apakah watak/karakter manusia itu mengalami perubahan?)”, tegasnya: “I think the proper answer is that human nature does change”. Menurutnya, jawaban yang tepat atas pertanyaan tersebut adalah bahwa watak/karakter manusia itu mengalami perubahan. Sebaliknya, menanggapi teori yang menyatakan bahwa karakter manusia itu tidak mengalami perkembangan dan perubahan. Dewey berkomentar bahwa teori yang menyatakan karakter manusia itu tidak dapat berubah merupakan teori yang amat berlebihan dalam memberikan tekanan pada manusia dan merupakan doktrin yang bersifat pesimis (terhadap perkembangan manusia). Jika teori ini dilaksanakan, secara logis berarti merupakan doktrin takdir manusia telah ditentukan sejak lahir, sebagaimana hal ini dipahami oleh kebanyakan ajaran ketuhanan yang kaku. Menurut doktrin tersebut, manusia adalah sebagaimana yang dimilikinya sejak lahir. Tak ada suatu apapun yang mampu mengubahnya. Tanpa melakukan sejenis latihan pun, seorang akrobatis mampu memperoleh system otot yang pada awalnya telah dia miliki.

B.IMPLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISME
Dalam konteks pendidikan, pendekatan humanisme dewasa ini semakin banyak digagas oleh beberapa pakar sebagai pendidikan alternatif. Maraknya praktik-praktik dehumanisasi[17] dalam pendidikan menjadikan pendekatan humanisme ini banyak diadopsi kedalam dunia pendidikan, baik secara paradigma maupun aplikasinya. Pendidikan saat ini tidak lagi menganggap peserta didik sebagai objek, akan tetapi sebaliknya. Pelaksanaan pendidikan sudah saatnyalah memfokuskan pada optimalisasi potensi yang dimiliki peserta didik.[18]
Guru dalam konteks pendidikan humanistik diposisikan sebagai fasilitator bagi peserta didiknya. Peran guru dalam proses pembelajaran bukan lagi sebagai orang yangtahu segalanya tanpa melihat keseragaman potensi dan bakat yang sebenarnya dimiliki oleh peserta didik. Inilah yang menjadi ciri dari pendidikan humanistik, memandang manusia dengan positif sebagai satu kesatuan untuh yang punya potensi besar untuk dapat dikembangkan.
Peran guru sebagai fasiliator adalah:
1.       Memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.       Membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3        Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.       Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.       Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.       Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.       Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.       Harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.     Dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
C. TOKOH-TOKOH HUMANISME
Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanisme seperti: Combs, Maslow dan Rogers;
a.                  Combs
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin mengubah prilaku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, prilaku yang membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan kawan-kawan selanjutnya mengatakan bahwa prilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari tidak kemauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajaran (subject matter-nya) disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di individulah yang memberikan arti tadi pada subject materi itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject materi itu. Dan bagaimana siswa itu menghubungkan subject materi itu dengan kehidupannya.
Sebagai contoh, guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Adapun dalam pembahasan lain Combs menjelaskan bagaimana persepsi ahli-ahli psikologi dalam memandang tingkah laku. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. pernyataan ini adalah salah satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan,persepsi, kepercayaan,dan tujuan tingkah laku dari dalam (inner) yang membuat orang berbeda dari orang lain. Untuk mengerti orang lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang ia lihat, dan untuk menentukan bagaimana orang berpikir,merasa tentang dia atau tentang dunianya.
Ahli psikologi menyatakan bahwa untuk mengubah tingkah laku seseorang harus mengubah persepsi individu. Combs menyatakan bahwa tingkah laku menyimpang adalah “ akibat yang tidak ingin dilakukan, tapi dia tau bahwa dia harus melakukan”.
b.                  Maslow
Teori Maslow didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri kita ada dua hal:
1.             Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2.             Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah kebutuhan, keunikan diri, kearah berfungsinya kemampuan, kearah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki kebutuhan yang dimulai dari Kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. Diantaranya:
1.             Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan.
2.             Kebutuhan keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana.
3.             Kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi sebagai pengganti cinta kasih.
4.             Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya
5.             Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu mengoptimalkan kemampuan diri untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang.
6.             Kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.
7.             Kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Maslow membedakan antara empat kebutuhan yang pertama dengan tiga kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama disebutnya kebutuhan yang timbul karena kekurangan, dan pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan ketiga kebutuhan yang lain dinamakan growth need (kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada manusia itu sendiri. Adapun dalam teori Maslow mengenai proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi atau keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.


c.                   Rogers
Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang mempunyai ide-ide yang mempengaruhi pendidikan dan penerapanya. Melalui bukunya yang sangat populer Freedoom to Learn and Freedom To Learn For The 80’s, dia menganjurkan pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat belajar dan mengajar lebih manusiawi, lebih personal dan berarti. Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan.
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud – maksud sendiri.
3.      Belajar yang menyangkut perubahan didalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4.      Tugas tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman- ancaman dari luar semakin kecil.
5.      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah,pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.      Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7.      Belajar diperlancar bilamana siswa melibatkan dalam proses belajar dan ikut tanggung jawab terhadap proses belajar itu.
8.      Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya baik perasaan maupun intelek,merupakan cara yang memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9.      Kepercayaan terhadap diri sendiri,kemerdekaan,kreativitas,lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara ke dua yang penting.
10.  Belajar yang paling berguna secara sosial didalam dunia




BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan teori humanisme adalah peserta didik sebagai subjek didik dan Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.Jika ditinjau dari sisi pedagogis, manusia merupakan mahluk pembelajar, dan pada hakikatnya manusia juga mahluk yang dapat mendidik dan dididik. Atas dasar potensi pedagogis yang dimiliki oleh manusia inilah pendidikan selayaknya diarahkan pada proses pemanusiaan manusia, agar pendidikan dilakukan dengan bermakna. Praktik pendidikan yang humanis pun akan memberikan kesempatan kepada anak didik berkembang sesuai dengan bakat dan potensi yang mereka miliki.
salah satu pendekatan yang dikembangkan melalui teori humanisme ini adalah pendekatan Quantum Learning. Pendekatan pembelajaran ini dalam pelaksanaannya dinilai terdapat unsur humanisme nya. Yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan, bakat, dan potensinya dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

Dalam penerapannya pada pembekajaran teori humanisme mempunyai bentuk pembelajaran yaitu:
a.         Pendidikan Terbuka
b.         Belajar Kooperatif
c.         Pembelajaran Mandiri
d.        Belajar yang Terpusat pada Siswa


DAFTAR PUSTAKA

Asri Budiningsih, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta .PT Rineka Cipta
Dakir. (1993). Dasar –dasar psikologi.Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Roberts, T. B., 1975. Four Psychologies Applied to Education : Freudian, Behavioral, Humanistic, Transpersonal. New York: Schenkman Pub. Co.
Seels, Barbara& Richey, Rita C..(2005). Instructional Technology, the Definition and Domain of the Field, Washington: AECT.
Slavin, R.E., 1991. Educational Psychology.Third edition. New York : Allyn & Bacon



[1]Budiningsih, 2005:7.
Mengaktualisasikan :ketepatan seseorang di dalam menempatkan dirinya sesuai dengan kemampuan yg ada di dalam dirinya.
Demokratis : semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan

[2] Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia.
[3] Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi
[4] Quantum Learning  adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yan1g dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat” (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011:16 ).
[5] Eksplorasi, disebut juga penjelajahan atau pencarian, adalah tindakan mencari atau melakukan penjelajahan dengan tujuan menemukan sesuatu
[6] Output pendidikan adalah kinerja sekolah. Sedangkan kinerja sekolah itu sendiri adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses atau perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktifitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas 
[8] pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis thd sesuatu; tafsiran;
[9] Integrasi merupakan upaya mempertemukan antara ilmu-ilmu agama (islam) dan ilmu-ilmu umum (sains-teknologi dan sosial-humaniora).
[10]Asri Budiningsih, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Hlm. 5
[11] Berpikir kritis adalah usaha yang sengaja dilakukan secara aktif, sistematis dan mengikuti prinsip logika serta mempertimbangkan berbagai sudut pandang untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan apakah informasi itu diterima, ditolak atau ditangguhkan penilainnya (TAKWIL.1997)
[12] Slavin, R.E., 1991. Educational Psychology.

[13] John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan.
Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya diBaltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kemudian dalam bidang pendidikan pada beberapa universitas. Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan lebih dari 700-an artikel. Dewey meninggal dunia pada tahun 1952
Menurut Dewey, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata dalam kehidupan. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisik belaka. Filsafat harus berpijak pada pengalaman, dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara kritis.Dengan demikian, filsafat dapat menyusun suatu sistem nilai atau norma. Dewey juga dianggap oleh aliran fungsionalisme sebagai seorang pemikir bergaya praktis dan pragmatis, sehingga, di dalam ilmu pendidikan ia menganjurkan teori dan metode learning by doing.
[14] kecenderungan; kecondongan (pd suatu hal)
[15] rangsangan atau gerak hati yg timbul dng tiba-tiba untuk melakukan sesuatu tanpa pertimbangan; dorongan hati
[16] Antroposentrisme adalah konsep utama di bidang etika lingkungan dan filsafat lingkungan, karena sering dianggap sebagai akar masalah yang tercipta akibat interaksi manusia dengan lingkungan. Meski begitu, antroposentrisme tertanam kuat dalam berbagai budaya manusia modern dan tindakan-tindakan sadarnya.
[17] DEHUMANISASI merupakan suatu proses yang menjadikan manusia tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia,melainkan hanya bisa menirukan atau melaksanakan sesuatu yang di ukur dengan apa yang di milikinya dalam bentuk tertentu.
[18] Dakir. (1993). Dasar –dasar psikologi.Yogyakarta



No comments:

Post a Comment