Keikhlasan Dalam Beribadah
Disusun Oleh Kelompok 3
Muri Nopita Sari (1411100225)
Murni Dhuhaini (1411100226)
Mutiara Pinangsari (1411100228)
Kelas D
Semester II
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
Prodi PGMI
Iain Raden Intan Lampung
T.A. 2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugrahkan nikmat kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Qur’an Hadist dengan judul “Keikhlasan dalam beribadah”.
Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian tugas makalah ini, semoga makalah ini dapat diterima dengan baik
dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Kami menyadari dalam penulisan maupun penyajian makalah ini masih
banyak kekurangan, untuk itu kami memohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
Bandar
Lampung, 23 Maret 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah....................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................... 3
A.
Ayat Pokok
Tentang Keikhlasan Beribadah............................. 3
B.
Makna Mufradat......................................................................... 4
C.
Asbabun Nuzul
Ayat................................................................... 5
D.
Tafsir Global................................................................................. 6
E.
Hadist Tentang
Keikhlasan Beribadah...................................... 9
F.
Makna Mufradat....................................................................... 10
G.
Maksud Hadist........................................................................... 10
H.
Cara Mencapai
Keikhlasan Beribadah.................................... 11
I.
Analisis
Keikhlasan Beribadah................................................. 13
BAB III PENUTUP............................................................................... 14
A.
Kesimpulan................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tugas utama manusia hidup di dunia ini adalah beribadah kepada
Allah SWT. Ibadah kepada-Nya merupakan bukti pengabdian seorang hamba kepada
Tuhannya. Dari berbagai ayat dan hadis dijelaskan bahwa pada hakekatnya manusia
yang beribadah kepada Allah ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu
berpegang teguh kepada wahyu Allah dan hadis Nabi SAW. Pengertian ibadah tidak
hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau rukun Islam saja,
tetapi sangat luas seluas aspek kehidupan yang ada. Yang penting aktivitas yang
kita lakukan harus diniatkan untuk ibadah kepada-Nya dan yang menjadi pedoman
dalam mengontrol aktivitas ini adalah wahyu Allah dan sabda Rasul-Nya.
Namun ada satu aspek yang seringkali dilupakan dalam pelaksanaan
ibadah kepada-Nya, yakni keikhlasan dalam menjalankannya. Keikhlasan dalam
beribadah merupakan aspek yang sangat fundamental yang akan mempengaruhi diterima
atau tidaknya ibadah kita. Ibadah yang dilakukan tanpa keikhlasan adalah
ibadah yang sia-sia.
B.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas maka kami merumuskan beberapa
masalah yaitu :
1.
Ayat Pokok
Tentang Keikhlasan Beribadah ?
2.
Makna Mufradat
dan ayat Tentang Keikhlasan Beribadah ?
3.
Asbabun Nuzul
Ayat Tentang Keikhlasan Beribadah ?
4.
Tafsir Global
Tentang Keikhlasan Beribadah ?
5.
Hadist Tentang
Keikhlasan Beribadah ?
6.
Makna Mufradat
Hadist Tentang Keikhlasan Beribadah ?
7.
Maksud Hadist
Tentang Keikhlasan Beribadah ?
8.
Cara Memcapai
Keikhlasan Beribadah ?
9.
Analisis
Keikhlasan Beribadah ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.
Ayat Pokok
Tentang Keikhlasan Beribadah.
2.
Makna Mufradat
dan Ayat Tentang Keikhlasan Beribadah.
3.
Asbabun Nuzul
Ayat Tentang Keikhlasan Beribadah.
4.
Tafsir Global
Tentang Keikhlasan Beribadah.
5.
Hadist Tentang
Keikhlasan Beribadah.
6.
Makna Mufradat
Hadist Tentang Keikhlasan Beribadah.
7.
Maksud Hadist
Tentang Keikhlasan Beribadah.
8.
Cara Memcapai
Keikhlasan Beribadah.
9.
Analisis
Keikhlasan Beribadah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ayat Pokok
Tentang Keikhlasan Beribadah.
Keikhlasan dalam beribadah ialah beribadah semata-mata hanya kepada
Allah SWT. Menyembah kepada Allah SWT dan menjahui kemusyrikan adalah agama
yang benar dan lurus. Menjalankan ibadah yang telah di tetapkan oleh Allah SWT
dengan penuh keikhlasan, seperti dalam menjalankan perintah shalat yang tepat
pada waktunya dengan khusyuk serta lengkap dengan rukun dan syaratnya. Kata ikhlas secara
harfiah berarti murni, suci, atau bersih. Konteks ikhlas ini berkaitan dengan
niat. Niat adalah dorongan dalam hati manusia untuk melaksanakan amal perbuatan
tertentu. Dalam mengamalkan ajaran agama Islam hendaknya dilandasi dengan niat
ikhlas karena Allah swt., artinya dengan kesadaran semata-mata hanya menaati
perintah-Nya dan untuk memperoleh ridho-Nya.
1.
QS. Al – An’am
: 162 – 163
( قُلۡ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٦٢
لَا شَرِيكَ لَهُ ۥۖ وَبِذَٲلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۟ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ (١٦٣)
Artinya : Katakanlah
sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
kepada Allah.[1]
(QS.Al-An’am: 162-163).
2. QS. Al – Bayyinah : 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
Artinya : Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurusdan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.[2]
(QS. Al – Bayyinah : 5).
B.
Makna Mufradat
1.
QS. Al – An’am
: 162 -163
Artinya
|
Lafadz
|
Sesungguhnya
shalatku
|
إِنَّ صَلاَتِي
|
Ibadahku
|
وَنُسُكِي
|
Hidup dan matiku
|
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي
|
Tuhan semesta alam
|
رَبِّ
الْعَالَمِينَ
|
Tiada sekutu bagi - Nya
|
لاَ شَرِيكَ
لَهُ
|
Aku diperintahkan
|
أُمِرْتُ
|
Orang
yang pertama-tama berserah diri
|
أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
|
2.
QS. Al –
Bayyinah : 5
Artinya
|
Lafadz
|
Dan mereka tidak disuruh
|
وَمَا
أُمِرُوا
|
Melainkan supaya menyembah Allah
|
إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ
|
Dan yang demikian inilah agama
yang lurus
|
وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
|
C.
Asbabun Nuzul
1. QS. Al – An’am : 162 -163
Tidak ada Asbabun nuzul yang pasti tentang ayat ini akan tetapi
dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ayat ini turun karena adanya tuduhan dari
kaum kafir quraisy tentang dakwah Nabi yang mereka menganggap Nabi mempunyai
maksud dibalik menyuruh mereka meninggalkan kesesatan, mereka menganggap
Muhammad ingin mencari Jabatan, dan Kekayaan oleh karena itu turunlah ayat ini
yang menyatakan bahwa dakwah Nabi murni dan hanya untuk Allah semata.
2. OS. Al – Bayyinah : 5
Karena adanya perpecahan dikalangan mereka maka pada ayat ini
dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali
untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada meraka adalah untuk
kebaikan dunia dan agama mereka, untuk memcapai kebahagian dunia dan akhirat,
yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada Allah dan membersikan
amal perbuatan dari syirik serta mematuhi agama Nabi Ibrahim yang menjauhkan
dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid dengan mengikhlasan ibadat
kepada Allah SWT.
D.
Tafsir Global
1.
QS. Al – An’am
: 162 -163
Secara bahasa ikhlas terambil dari akar kata kholasha, khulushon,
khalashon yang berkonotasi murni dan terbebas dari kotoran. Kata ikhlas
menunjukkan makna murni, bersih, terbebas dari segala sesuatu yang mencampuri
dan mengotorinya. Sedangkan secara istilah, Ikhlas berarti niat mengharap ridha
Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Dalam ayat
diatas merupakan ayat yang menjelaskan tentang ikhlas beribadah ayat diatas
menjelaskan tentang kebenaran agama yang dibawa oleh nabi ibrahim dan sekaligus
gambaran tentang sikap nabi Muhammad yang mengajak kaumya untuk beriman ayat
ini memerintakan: katakanlah wahai nabi Muhammad, bahwa sesungguhnya shlataku,
dan semua ibadahku termasuk korban dan penyembelihan binatang yang kulakukan
dan hidupku bersama yang terkait denganya, baik tempat waktu, maupun aktifitas
dan matiku, yakni iman dan amal saleh yang akan aku bawa mati, kulakukan secara
ikhlas dan murni hanyalah semata-mata untuk Allah. Tuhan pemelihara semesta
alam, tiada sekutu baginya dalam zat, sifat, dan perbuatanya.[3]
Kata nusuk biasa juga diartikan sembelihan, namun yang dimaksud dengan ya adalah ibadah, termasuk shalat dan sembelihan itu, pada mulanya kata ini digunakan untuk melukiskan sepotong perak yang sedanga dibakar, agar kotoran dan bahan-bahan lain tidak menyertai potongan perak itu tidak terlepas darinya, shingga yang tersisa adalah perak murni, ibadah dinamai nusuk untuk menggambarkan bahwa ia seharusnya suci, murni dilaksanakan dengan pernuh keikhlasan demi karena Allah, tidak tercampur sedikitpun oleh selain keikhlasan kepada Allah.
Penyebutan kata shalat sebelum penyebutan kata ibadah kendati
shalat adalah salah satu bagian dari ibadah dimaksudkan untuk menunjukan rukun
islam yang kedua itu. Ini karena shalat adalah satu-satunya kewajiban yang
tidak dapat ditinggalkan sebanyak lima kali sehari apapun alasanya berbeda
dengan kewajiban yang lainya.
Ayat ini menjadi sebuh bukti ajakan beliau kepada umat agar meninggalkan kesesatan dan memeluk islam, tidak beliau maksudkan untuk meraih keuntungan pribadi dari mereka karena seluruh aktifitas beliau hanya demi karena Allah semata, Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan atau kemunduran.
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa kita dituntut ikhlas dalam menjalankan semua ibadah kepada Allah baik yang sifatnyal vertical maupun horizontal, ketika kita hendak melasksanakanya niat kita haruslah lurus semata-mata karena Allah bukan karena dilhat oleh orang atau lainya yang nantinya akan dapat merusak pahala dari ibadah kita, ketika hendak melaksanakan shalat, ketika telah bertakbir maka seluruh aktifitas badan, pikiran, dan perasaan haruslah tertuju kepada Allah, bukan kepada yang lain begitu juga dengan ibadah yang lain seperti menolong sesama, puasa, dan ibadah yang lain hendaknya hanyalah tertuju kepada Allah.[4]
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras
dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang
dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi
dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan
beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak
terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’ akan menyebabkan
amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.Tetapi
banyak dari kita yang beribadah tidak berlandaskan rasa ikhlas kepada Allah
SWT, melainkan dengan sikap riya’ atau sombong supaya mendapat pujian dari
orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibadah kita tidak diterima oleh
Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali jika (dilakukan) dengan penuh keikhlasan serta ditujukan untuk mendapatkan ridha-Nya”.(Al Hadis). Karena itu Imam Ali ra mengungkapkan bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah.[5]
2.
OS. Al –
Bayyinah : 5
Perintah untuk menyembah hanya kepada Allah SWT dengan niat ikhlas
semata-mata karena Allah SWT. Perintah
untuk memurnikan agama Allah dari ajaran-ajaran kemusyrikan. Perintah untuk
mendirikan shalat dan zakat. Menyembah kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan
adalah agama yang benar dan lurus.
Surat ini turun sebagai bentuk penegasan kembali atas tindakan Ahl
al-kitab (Yahudi dan Nasrani) yang melampaui batas. Misalnya, umat Nasrani
telah menjadikan Nabi Isa sebagai Tuhan, sementara itu kaum Yahudi
menghinakannya. Melalui ayat ini Allah mengingatkan kembali kepada mereka agar
kembali kepada agama yang lurus (din al-qayimah). Agama yang lurus ini
bercirikan tiga hal, yaitu adanya ketundukan dan kepatuhan hanya kepada Allah,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Ketundukan dan kepatuhan secara murni menjadi kunci terbentuknya
sikap lurus dan senantiasa condong kepada kebajikan. Sebaliknya, ketundukan dan
kepatuhan yang tidak murni (syirik) menjadi akar penyimpangan dan kecondongan
kuat untuk berbuat yang berlawanan dengan nilai-nilai kebajikan.
Kata (مخلصين) mukhlishin adalah
berbentuk isim fa’il berasal dari kata خلص))khalusha yang artinya murni setelah sebelumnya diliputi kekeruhan. Dari sini
ikhlas merupakan usaha memurnikan dan menyucikan hati sehingga
benar-benar tertuju kepada Allah semata, sedang sebelum keberhasilan itu hati
masih biasanya diliputi atau dihinggapi oleh hal-hal selain Allah, seperti
pamrih dan yang semacamnya.
Kata (حنفاء)hunafa’ adalah
berbentuk jamak dari kata mufrod (حنيف) hanif yang biasa diartikan lurus atau cenderung kepada
sesuatu(kebajikan). Agama Islam disebut juga sebagai agama hanif karena
posisinya yang lurus (berada di tengah-tengah). Artinya, tidak cenderung pada
materialisme dan mengabaikan yang spiritual atau sebaliknya.
Penyebutan shalat dan zakat secara khusus mempunyai arti akan
pentingnya menjalin hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia.[6]
E.
Hadist Tentang
Keikhlasan Beribadah
1.
HR. Muslim
عَنْ اَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ الّلهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الّلهِ صَلَّى الّلهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الّلهَ تَعَالَى لاَ يَنْظُرُ اِلَى اَجْسَامِكُمْ
وَلاَ اِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُاِلَى قُلُوْبِكُمْ
Artinya : “DariAbu
Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat
bentuk badan dan rupamu, tetapi ia melihat/memperhatikan niat dan keikhlasan
dalam hatimu”.
2.
Dari Amirul
Mukminin, Umar Bin Khathab
Segala amal itu tergantung niatnya dan setiap orang hanya
mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan
Rasul – Nya, maka hijrah itu kepada Allah dan Rasul – Nya. Barang siapa yang
hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan
dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujukan.
F.
Makna Mufradat
1.
HR. Muslim
Artinya
|
Lafadz
|
Tidak melihat
|
لاَ
يَنْظُرُ
|
Bentuk badan
|
اَجْسَامِكُمْ
|
Rupamu
|
صُوَرِكُمْ
|
Dan tetapi
|
وَلَكِنْ
|
Hatimu
|
قُلُوْبِكُمْ
|
G.
Maksud Hadist
1)
HR. Muslim
Allah SWT tidak melihat fisik umatnya khususnya dalam konteks
ibadah melainkan tergantung pada seberapa ikhlas ia melakukan ibadah tersebut.
Seperti telah dinyatakan pada hadist lain yang artinya :
“Segala sesuatu tergantung pada niatnya”
2)
Dari Amirul
Mukminin, Umar Bin Khatab
Hadist diatas menjelaskan tentang dalam setiap kita melakukan suatu
amal ibadah haruslah karena Allah semata. Hadist ini diucapkan beliau karena
ada seseorang laiki – laki yang hijrah dari Mekkah ke Madinah, kita ketahui
bahwa hijrah ketika itu karena perintah dari Allah pastilah itu begitu besar
pahala yang akan didapat akan tetapi laki – laki itu ikut hijrah dikarenakan
dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang cantik jelita yang
membuat terpesona setiap siapa saja yang melihatnya. Konon wanita itu bernama :
“Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian
dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (orang hijrah karena Ummu Qais).
Pada hadist ini, “ segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud
dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap
amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat yang ikhlas mengharap ridho Allah maka
tidak berarti apa – apa menurut agama islam. Tentang sabda Rasullah, “semua
amal itu tergantung pada niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama tentang
maksud kalimat tersebut. Sebagaimana memahami niat sebagai syarat sehingga amal
tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna
sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat. Maka ketahuilah bahwa syarat
utama diterimnya ibadah itu ada 2 yaitu : Niat Yng ikhlas dan Pelaksanaannya
sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi SAW.
H.
Cara Mencapai
Keikhlasan Beribadah
Cara agar kita dapat mancapai rasa ikhlas adalah dengan
mengosongkan pikiran dissat kita sedang beribadah kepada Allah SWT. Kita hanya
memikirkan Allah, shalat untuk Allah, zikir untuk Allah, semua amal yang kita
lakukan hanya untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju
pada Allah. Jangan munculkan ras riya’ atau sombong di dalam diri kita karena
kita tidak berdaya di hadapan Allah SWT.
Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang menyaksikan
kita. Insya Allah dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas. Dan jangan
lupa untuk berdoa memohon kepada Allah SWT agar kita dapat beribadah secara
ikhlas untuk-Nya, sebagaimana do’ a Nabi Ibrahim a.s,” Sesungguhnya jika
Rabb-ku tidak memberi hidayah kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang
sesat.
Sebagai upaya membina terwujudnya keikhlasan yang mantap dalam hati setiap mukmin, sudah selayaknya kita memperhatikan beberapa hal yang dapat mencapai dan memelihara ikhlas dari penyakit-penyakit hati yang selalu mengintai kita, di antaranya:
1)
Dengan meyakini
bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir maupun batin, sekecil apapun,
selalu dilihat dan didengar Allah SWT dan kelak Dia memperlihatkan seluruh
gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang terlewatkan. Kemudian kita menerima
balasan atas perbuatan-perbuatan tadi.
2)
Memahami makna
dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam beribadah hanya kepada Allah dan
mencari keridlaan-Nya semata, setelah yakin perbuatan kita sejalan dengan
ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka ketika niat kita menyimpang dari
keikhlasan.
3)
Berusaha
membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti riya, nifaq atau bentuk
syirik lainnya sekecil apapun. Fudhail Bin`Iyadh men gatakan:”Meninggalkan amal
karena manusia adalah riya, sedang beramal karena manusia adalah syirik. Dan
ikhlas adalah menyelamatkanmu dari kedua penyakit tersebut.
4)
Memohon
petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam ikhlas. Karena hanya
Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan menyelamat kan kita dari godaan syetan.
I.
Analisis
Keikhlasan Beribadah
materi ini yaitu ayat tentang keikhlasan beribadah jika kita
analisis maka :
1)
Faktanya adalah
pada waktu itu nabi kita Muhammad menerima wahyu atau ayat yang menjadi bukti
kepada kaum quraisy bahwa dakwah nabi bukan karena ingin mendapat kedudukan
atau keuntungan akan tetapi hanya karena Allah yang mana ayat itu kita bahas
diatas, kemudian berkenaan dengan.
2)
Prinsipnya
yaitu surah al-an’am ayat 162-163
3)
Nilai yang
terkandung diidalam ayat diatas yaitu tentang bagai mana seharusnya yang
menjadi tujuan kita atau niat kita dalam setiap kali melakukan ibadah yaitu
beribadah dengan ikhlas dan hanya mengharap ridho Dari Allah. Menjauhkan hati
dari sikap riya’ sombong dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Inilah sekelumit hal mengenai keikhlasan, yang patut dihadirkan dan dijaga dalam diri tiap insan. Keikhlasan bukan hanya monopoli mereka-mereka yang pakar dalam ilmu keagamaan, atau mereka-mereka yang berkecimpung dalam keilmuan syar’iyah. Namun keikhlasan adalah potensi setiap insan dalam melakukan amalan ibadah kepada Allah. Bahkan tidak sedikit mereka-mereka yang dianggap biasa-biasa saja, ternyata memiliki keluarbiasaan dalam keimanannya kepada Allah.
Jika demikian halnya, marilah memulai dari diri pribadi masing-masing, untuk menghadirkan keikhlasan, meningkatkan kualitasnya dan menjaganya hingga ajal kelak menjemput kita. Wallahu A’lam bis Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin Al – Mahali dan Jalalddin Al – Suyuthi. 2002. Tafsir
Jalalain. Asbabun Nuzul Ayat. Bandung : Sinar Baru Al – Qesindo.
Syamury. 2006. Pendidikan Untuk Kelas X. Jakarta : Erlangga Matsna.
1997. Qur’an Hadist. Semarang : PT Karya Toha Putra
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteIzin copy paste bagian pendahuluan dan penutup. terimakasih
ReplyDelete
ReplyDeleteLegendaQQ.Net
Pilihan Terbaik Untuk Permainan Kartu Sang
LEGENDARIS !!!
Min Depo 20Rb !!!
Kartu Para Sang LEGENDA !!!
WinRate Tertinggi !!!
Kami Hadirkan 7 Permainan 100% FairPlay :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon
Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan
diri anda di Legenda QQ
Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama
kami !!!
Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar"
nya !!!
Contact Us :
+ live chat : legendapelangi.com
+ Skype : Legenda QQ
+ BBM : 2AE190C9
Izin kopas kak 🥰
ReplyDeleteIjin copas ya
ReplyDelete