Wikipedia

Search results

Saturday, November 7, 2015

HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

HAKIKAT
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, sejak era sebelum penjajahan,  era kemerdekaan hingga era reformasi sekarang ini, telah menimbulkan  kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi  tuntutan itu ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan  nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang.  Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. 
Semua itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses  terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam wadah nusantara.  Semangat perjuangan bangsa yang tidak kenal menyerah telah terbukti pada  perang Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Semangat perjuangan bangsa tersebut  dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa dan  keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan ini menjadi nilai-nilai  perjuangan bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut menjelma berupa semangat  yang menjadi kekuatan mental spiritual yang dapat melahirkan sikap dan  perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan, dan  kemauan yang luar biasa.
Semangat perjuangan bangsa inilah yang harus  dimiliki oleh setiap warga negara dalam segala zaman, situasi dan kondisi.  Karena nilai-nilai perjuangan bangsa itu selalu relevan dan handal serta efektif  sebagai landasan memecahkan setiap permasalahan dalam bermasyarakat,  berbangsa dan bernegara.  Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia dalam perjuangan fisik merebut,  mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang  surut sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan  bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami penurunan  pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain pengaruh globalisasi. 
Era globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga  kemasyarakatan internasional dan negara-negara maju yang ikut mengatur  percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya serta pertahanan,  dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik  kepentingan, baik antara negara maju dan negara berkembang, antara  negara berkembang dan lembaga internasional, maupun antara negara  berkembang. Di samping itu, isu global yang meliputi demokratisasi, HAM,  dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional.  Globalisasi juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi, dan transportasi.
Hal  ini membuat dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi sebuah kampung  tanpa mengenal batas negara. Kondisi ini menciptakan struktur baru, yaitu  struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta akan mempengaruhi pola  pikir, pola sikap, pola tindakan masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, kondisi  tersebut akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa Indonesia. 
Dengan demikian, globalisasi melahirkan suatu perubahan struktur dan tatanan  kehidupan baru di dunia ini. Perubahan itu terasa begitu cepat, sehingga tatanan  yang ada di dunia ini berubah. Di sisi lain, tatanan yang baru belum terbentuk.  Juga akibatnya, sendi-sendi kehidupan yang selama ini di yakini kebenarannya  menjadi usang. Masyarakat dan pemerintah suatu negara berupaya untuk  menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya secara  berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan  dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik).
Generasi penerus tersebut  diharapkan akan mampu mengantisipasi hari-hari depan mereka yang selalu  berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara,  dan hubungan internasional.  Pemerintah perlu membuat tindakan yang signifikan agar tidak menuju suatu  kondisi yang lebih memprihatinkan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan  pemerintah dalam menjaga nilai-nilai panutan hidup dalam berbangsa dan  bernegara secara lebih efektif yaitu melalui bidang pendidikan. Adapun upaya  di bidang pendidikan khususnya Pendidikan Tinggi yaitu dengan mengadakan  perubahan-perubahan di bidang kurikulum, yang diharapkan mampu  menjawab problem transformasi nilai-nilai tersebut.
Pendidikan yang diharapkan mampu untuk mengantisipasi pergeseran nilainilai tersebut adalah “Pendidikan nilai dan pengembangan kepribadian”, yang dalam konteks pendidikan di Perguruan Tinggi diserahkan kepada  Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK). Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Nomor : 38/Dikti/Kep/2002, Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi meliputi : Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu dari Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) yang misi utamanya sebagai matakuliah yang bertujuan untuk membentuk kepribadian warga negara (nation and character building).
Khusus Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan pendidikan yang menfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hakhak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupam global yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan yang bersifat paradoks dan ketakterdugaan. Karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan di maksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu di perlukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan yang kita kenal sekarang telah mengalami perjalanan panjang dan melalui kajian kritis sejak tahun 1960-an yang di kenal dengan Mata Pelajaran Civic di Sekolah Dasar dan merupakan embrio dari Civic Education“ sebagai “the Body Of Knowledge“. Pendidikan sebagai instrumen pengetahuan (the Body of Knowledge) diarahkan untuk membangun masyarakat demokrasi beradab. Secara normatif, Pendidikan Kewarganegaraan memperoleh dasar hukum yang diatur dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik, senantiasa dapat memberi spirit dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan, kita memerlukan perjuangan nonfi sik sesuai dengan profesi masing-masing.
Perjuangan ini pun dilandasi nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran berbangsa, sikap dan perilaku yang cinta tanah air, dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI. Dengan kata lain, perjuangan nonfi sik sesuai dengan profesi masing-masing tersebut memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa serta mahasiswi sebagai calon cendekiawan pada khususnya. Sarana yang dimaksud adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pendidikan Kewarganegaraan dalam konteks pendidikan nasional bukanlah hal yang baru di Indonesia. Pada tahun 1960-an telah dikenal yang disebut pelajaran civics (1957-1962), kemudian muncul pendidikan kemasyarakatan yang merupakan integrasi Sejarah, Ilmu Bumi dan Kewarganegaraan (1962), Pendidikan Kewargaan Negara (1968-1969), Pendidikan Kewarganegaraan, Civics dan Hukum (1973), Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (1975-1984) dan PPKn (1994).
Di Perguruan Tinggi pernah ada matakuliah Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD 1945 (1960-an), Filsafat Pancasila (1970-an sampai sekarang), dan Pendidikan Kewiraan (1989-1990-an). Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/ Kep/2000, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi sekarang ini diwujudkan dengan matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Surat Keputusan ini berisi tentang Penyempurnaan Kurikulum Matakuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Selanjutnya diperbaharui dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 38/Dikti/2002 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi (Ubaidillah, 2006: 3).

B. Landasan Pendidikan Kewarganegaran (PKn)
Landasan Yuridis Secara yuridis, landasan penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai berikut.
1.      Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional. Undang-Undang ini telah menetapkan bahwa kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa.
2.      Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah ini menegaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi wajib memuat matakuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi Program Diploma dan Sarjana wajib memuat matakuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan serta matakuliah Statistika dan atau Matematika.
3.      SK. No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) di Perguruan Tinggi. Surat keputusan ini menetapkan bahwa yang termasuk MKPK di Perguruan Tinggi adalah mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargenegaraan dan Pendidikan Pancasila.
Landasan Ilmiah
Di samping landasan yuridis tersebut di atas, penyelenggaraan matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat dikuatkan dengan landasan ilmiah. Landasan rasional ilmiah ini adalah bahwa setiap bangsa dan negara bertujuan meningkatkan taraf hidup warga negaranya. Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.
Untuk itu diperlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Iptek) yang berlandaskan nilai –nilai keagamaan, nilai-nilai moral dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tesebut berperan sebagi panduan dan pegangan hidup setiap warganegara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warganegara dan negara dengan pijakan nilai-nilai budaya bangsa (Kaelan, 2002:
Sebagai perbandingan,
di berbagai negara juga dikembangkan materi Pendidikan Umum (general education/humanities) sebagai pembekalan nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku warganegaranya. Misalnya di Amerika Serikat (AS) dengan pendidikan History, Humanity dan Philosophy. Jepang dengan pendidikan Japanese History, Ethics dan Philosophy. Filipina dengan pendidikan Philipino, Family Planning, Taxation and Land Reform, The Philiphine New Constitution dan Study of Human Rights.
Negara Timur Tengah dengan Pendidikan Talimatul Muwwatanah Tarbiyatul Wathoniyah. Di beberapa negara dikembangkan pula bidang studi yang sejenis dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), misalnya yang di kenal dengan Civic Education (USA), Civic and Moral Education (Singapore), People and Society (Hongaria), Life Orientation (Afrika Selatan), Social Studies (New Zealand).

C. Pengertian Pendidikan Kewarganegaran (PKn)
Pendidikan Kewarganegaraan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civic education mempunyai banyak pengertian dan istilah. Henry Randall Waite (1886) sebagaimana dikutip oleh Ubaidillah (2006: 5) merumuskan pengertian civics sebagai berikut : “The science of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state” ((ilmu pengetahuan kewarganegaraan, hubungan seseorang dengan orang lain dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir, hubungan seseorang individu dengan negara).
Muhammad Numan Somatri mengartikan civics sebagai ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, ekonomi, politik), dan hubungan individu-individu dengan negara. Istilah lain yang hampir identik dengan civivs adalah citizenship.
Sebagaimana yang dikutip oleh Somantri (2001), Stanley E. Dimond, menjelaskan pengertian citizenship dengan rumusan : “Citizenship as it raletes to scool activities has two-fold meanings. In a narrow-sense, citizenship includes only legal status in country an the activities closely related to the political function-voting, governmental organization, holding of office, and legal right and responsibility .. “ (Citizenship sebagaimana sehubungan dengan kegiatan-kegiatan sekolah mempunya dua pengertian : dalam arti luas, citizenship hanya mencakup status hukum dalam sebuah negara dan kegiatan-kegiatan yang erat hubungannya dengan pemilu, organisasiorganisasi pemerintah, pemegang kekuasaan, dan hak legal adan tanggung jawab) (Ubaidillah, 2006 : 6)     
Dengan demikian, istilah civics maupun citizenship erat hubungannya dengan urusan warga negara dan negara. Pendidikan Kewarganegaraan secara substantif menyangkut sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan yang meliputi unsur-unsur hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara dalam suatu negara.
Dari yang dirumuskan oleh Dimond tersebut mengingatkan tentang pentingnya disiplin pengetahuan yang berkaitan dengan kewarganegaraan bagi kehidupan warga negara dengan sesamanya maupun dengan negara, tempat mereka berada.
Disamping civics dan citizenship, dikenal juga istilah civic education. istilah terakhir ini yang oleh banyak ahli diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Pendidikan Kewarganegaraan atau Pendidikan Kewargaan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra dan ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta, yang merupakan penggagas pertama setelah lengsernya Orde Baru.
Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Zamroni, Muhammad Numan Somantri, dan Udin S. Winataputra. Sebagian ahli menyamakan civic education dengan Pendidikan Demokrasi (Democracy Education) dan Pendidikan HAM.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dimensi dan orientasi pemberdayaan warga negara melalui keterlibatan dosen dan mahasiswa-mahasiswi dalam praktik berdemokrasi langsung sepanjang perkuliahan. Hal lain yang menjadi titik tekan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mendidik generasi muda untuk menjadi warga negara Indonesia yang kritis, aktif, demokratis, dan beradab dengan pengertian mereka sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan kesiapan mereka menjadi bagian warga duania (global society).
Menurut Azyumardi Azra (2001: 5) bahwa Pendidikan Kewargaan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM, karena mencakup kajian dan pembahasan tentang banyak hal, yakni (a) pengetahuan tentang pemerintahan, konstitusi, lembagalembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warga negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warganegara dalam masyarakat madani, (b) pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, dan (c) pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis, pendidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian antarbudaya dan keselarasan lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
Dalam pandangan Zamroni, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
Berbeda dengan Zamroni, Somantri menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) itu ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut : (a) merupakan kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah, (b) meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis, (c) termasuk juga menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat , pribadi, dan syaratsyarat obyektif untuk hidup bernegara. (Ubaidillah, 2006: 8)
Sementara itu, Syahrial Syarbaini (2006: 4) memberikan penjelasan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik, sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan, yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural. Dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarnegaraan adalah Suatu program pendidikan yang berfungsi dalam memberikan bekal kepada peserta didik mengenai pengetahuan, tentang hubungan antara negara dan warga negara serta pengetahuan tentang Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaran (Civic Education) adalah suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substatif yang meliputi demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan masyarakat madani melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif dan humanis dalam lingkungan yang demokratis, untuk mencapai suatu standar kompetensi yang telah ditentukan.

D. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan
di PGMI
Ruang lingkup kajian matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) di PGMI meliputi materi pembahasan sebagai berikut.
1.      Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), meliputi: pembahasan latar belakang pentinya PKn, landasan yuridis dan ilmiah diselenggarakan pendidikan PKn, pengertian, ruang lingkup, kompetensi dan tujuan PKn.
2.      Konsep, nilai, norma dan moral dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), yang meliputi: pembahasan makna konsep, nilai, norma, moral yang terdapat pada PKn, dan keterkaitan hubungan nilai, norma dan moral di dalam materi PKn.
3.      Konsep masyarakat, bangsa dan negara, meliputi: pembahasan pengertian masyarakat, bangsa dan negara, fungsi dan tujuan negara, unsur-unsur negara, teori terbentuknya negara, hubungan agama menurut Islam, dan hubungan negara dan negara di Indonesia.
4.      Hak dan kewajiban warga negara, meliputi: pembahasan pengertian warga Negara, status kewarganegaraan, cara memperoleh status kewarganegaraan di Indonesia, dan pembahasan tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia.
5.      Demokrasi di Indonesia, meliputi: pembahasan pengertian, hakikat dan unsur-unsur demokrasi, bentuk-bentuk demokrasi, sejarah perkembangan dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, pendidikan demokrasi sebagai wujud pembentukan tatanan kehidupan bersama secara demokrasi dan demokrasi dalam perspektif Islam.
6.      Identitas nasional, meliputi: pembahasan konsepsi identitas nasional, unsur-unsur identitas nasional, karakteristik identitas nasional, nasionalisme di Indonesia, dan unsur-unsur nasionalisme serta usahausaha meningkatkan nasionalisme di Indonesia.
7.      Integrasi nasional dan toleransi di Indonesia, meliputi: pembahasan integrasi nasional, tahap-tahap menuju integrasi nasional, pengertian toleransi, pentingnya toleransi, usaha-usaha menuju toleransi yang hakiki.
8.      Kedudukan dan fungsi Pancasila, meliputi: pembahasan Pancasila sebagai Dasar Negara, Pancasila sebagai Pandangan Hidup Negara, Pancasila sebagai ideologi Negara, Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa dan cara mengaktualisasikan Pancasila sebagai kepribadian bangsa
9.      Konstitusi negara, meliputi: pembahasan pengertian dan hakikat konstitusi, tujuan dan fungsi konstitusi, pembagian dan klasifikasi konstitusi, nilai yang terkandung dalam konstitusi, sejarah konstitusi di Indonesia dan perubahannya, lembaga kenegaraan di Indonesia pascaamandemen UUD 1945.
10.  Otonomi Daerah (OTODA) di Indonesia, meliputi: pembahasan pengertian dan hakikat otonomi, deskonsentrasi dan desentralisasi dan otonomi daerah (otoda), visi otonomi daerah, sejarah otonomi daerah di Indonesia, pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah.
11.  Ketahanan nasional, meliputi: pembahasan latar belakang ketahanan nasional, pengertian, konsepsi, landasan, sifat dan fungsi ketahanan nasional, serta masalah global yang berkaitan dengan ketahanan nasional.
12.  Hak-hak asasi manusia (HAM) dan perlindungan hukum di Indonesia, meliputi: pembahasan pengertian dan ruang lingkup HAM, perjuangan HAM dalam tatanan global, penegakan HAM di Indonesia, konsepsi dan prinsip-prinsip rule of law.
13.  Pluralisme dan gender, meliputi: pembahasan konsep pluralisme, pelapisan sosial sebagai ciri pluralisme, pluralisme dalam perspektif Islam, konsep gender, gender sebagai fenomena sosial budaya, bias gender, gender menurut Islam,
14.  Masyarakat madani (Khoirul Ummah), meliputi: pembahasan konsep masyarakat madani, fungsi masyarakat madani dalam suatu negara, prinsip-prinsip masyarakat madani, dan nilai-nilai masyarakat madani.
E. Kompetensi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)                                Standar Kompetensi Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang agar ia mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu (Sumarsono, 2001: 6). Standar kompetensi berarti kualifikasi atau ukuran kemampuan dan kecakapan seseorang yang mencakup seperangkat pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Dengan demikian, standar kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan adalah kualifikasi atau ukuran kemampuan yang meliputi seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional. Sifat cerdas yang dimaksud tersebut nampak pada kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat bertanggung jawab tampak pada kebenaran tindakan yang dilihat dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, etika maupun kepatutan ajaran agama dan budaya. Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu menghasilkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik, sikap itu disertai dengan perilaku yang:
1.      beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa,
2.      berbudi pekerti luhur, disiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
3.      rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara,
4.      bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara, dan
5.      aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk  kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara (Sumarsono, 2001: 7).
Dengan kata lain, bahwa standar kompetensi Pendidikan Kewargenegaraan adalah menjadi warga negara yang cerdas (civic intellgence) dan berperadaban (civic culture). Menurut Tilaar (dalam Ubaidillah, 2006: 10) bahwa warga negara yang cerdas dan berperadaban itu meliputi tiga kemampuan individu berinteraksi dengan lingkungannya, yaitu kemampuan adaptasi, selektif dan konstruksi, yakni kemampuan menyesuaikan diri, memilih dan mengembangkan lingkungannya. Dengan demikian, warga negara yang cerdas (civic intellgence) dan berperadaban (civic culture) dapat dirumuskan sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat, serta mentransformasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pengenalan dan penghayatan hak dan kewajiban warga negara memerlukan kecerdasan rasional, emosional, dan spiritual.

Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar atau yang sering disebut kompetensi minimal untuk Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) terdiri atas tiga jenis berikut.
1.      Kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), yaitu kemampuan dan kecakapan yang terkait materi inti Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) meliputi: demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani.
2.      Kemampuan sikap kewarganegaraan (civic dispositions), yaitu kemampuan dan kecakapan yang terkait dengan kesadaran dan komitmen warga negara antara lain: komitmen akan kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk peduli serta terlibat dalam penyelesaian persoalan-persoalan warga negara yang terkait dengan pelanggaran HAM.
3.      Kompetensi keterampilan kewarganegaraan (civic skills), yaitu kemampuan dan kecakapan mengartikulasikan keterampilan kewarganegaraan seperti: kemampuan berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan pemerintahan, serta dalam bela negara. Ketiga komponen tersebut merupakan tujuan pembelajaran (learning objectives) mata kuliah ini yang dielaborasikan melalui cara pembelajaran yang demokratis, partisipatif, dan aktif (active learning) sebagai upaya transfer pembelajaran (transfer of learning), nilai (transfer of values), dan prinsip-prinsip (transfer of principles) demokrati dan HAM yang merupakan prasyarat utama pertumbuhan dan perkembangan masyarakat madani (civil society).
4.       
Tujuan Pendidikan Kewarganegaran (PKn)
Sebagai salah satu matakuliah yang termasuk dalam Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian sebagaimana SK. No. 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) di Perguruan Tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai visi di Perguruan Tinggi menjadi sumber dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa-mahasiswi mengembangkan kepribadiannya. Adapun misinya adalah membantu mahasiswa-mahasiswi agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dan budaya serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa tanggung jawab kemanusiaan.
Dari visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan tersebut di atas, maka secara umum, Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai tujuan untuk membentuk peserta didik menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
Secara khusus matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan:
1.      mengantarkan peserta didik memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan pola perilaku untuk cinta tanah air Indonesia,
2.      menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara sehingga terbentuk daya tangkal sebagai ketahanan nasional, dan
3.      menumbuhkembangkan peserta didik untuk mempunyai pola sikap dan pola pikir yang komprehensif, integral pada aspek kehidupan nasional. Dengan demikian, Pedidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswamahasiswi mengenai hubungan antara warganegara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
 Oleh karena itu, mahasiswa dan mahsiswi sebagai peserta didik diharapkan dapat:
1.      memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara republik Indonesia terdidik dan bertanggung jawab, agar mahasiswa-mahasiswi mengusai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiranpemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanann nasional, dan
2.      memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Dalam sistem pendidikan nasional, target Pendidikan Kewarganegaraan dipusatkan pada tercapainya kredibilitas kepribadian warga dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat Indonesia menurut kriteria konstitusi.




Rangkuman

1.      Perjalanan sejarah bangsa Indonesia telah mengkristalkan nilainilai perjuangan bangsa yang meliputi: rela berkorban, patriotisme, nasionalisme, gotong royong, cinta tanah air, demokrasi, musyawarah, dll. Nilai-nilai Perjuangan tersebut selalu relevan dan handal serta efektif sebagai landasan memecahkan permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Era Global telah mengubah wajah dunia dengan dua fenomena: (1) kemajuan IPTEK dengan segala efeknya, dan (2) pergeseran nilai-nilai sosial budaya. Oleh karena itu, diperlukan matakuliah yang mempunyai misi “pendidikan nilai dan pengembangan kepribadian bangsa”, yaitu “Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)”.
2.      Landasan PKn ada dua yaitu landasan yuridis dan landasan ilmiah. Landasan yuridis meliputi: UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, SK. No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) di Perguruan Tinggi. Sedangkan landasan ilmiahnya adalah bahwa setiap bangsa dan negara bertujuan meningkatkan taraf hidup warga negaranya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya berdasarkan nilai –nilai keagamaan, nilai-nilai moral dan nilai-nilai budaya bangsa.
3.      Pendidikan Kewarganegaran (Civic Education) adalah suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substatif yang meliputi demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan masyarakat madani melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif dan humanis dalam lingkungan yang demoktaris, untuk mencapai suatu standar kompetensi yang telah ditentukan.
4.      Standar kompetensi Pendidikan Kewargenegaraan adalah menjadi warga negara yang cerdas (civic intellgence) dan berperadaban (civic culture). Kompetensi dasar atau yang sering disebut kompetensi minimal untuk Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) terdiri dari tiga jenis:
(1) kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
(2) kemampuan sikap kewarganegaraan (civic dispositions), dan
(3) kompetensi keterampilan kewarganegaraan (civic skills).
5.      Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik: (1) agar memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan pola perilaku untuk cinta tanah air Indonesia, (2) memiliki wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara sehingga terbentuk daya tangkal sebagai ketahanan nasional, dan (3) memiliki pola sikap dan pola pikir yang komprehensif, integral pada aspek kehidupan nasional.


5 comments: