Wikipedia

Search results

Saturday, November 7, 2015

KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA

KEDUDUKAN DAN
FUNGSI PANCASILA
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Materi kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai acuan dari kepribadian bangsa Indonesia setelah sebelumnya mempelajari jati diri kebangsaan dan komitmen kebangsaan yang harus dimiliki oleh setiap bangsa.
Materi fungsi dan kedudukan Pancasila merupakan salah bagian penting yang harus dikuasai karena merupakan filosofi fundamental yang harus dipahami mahasiswa-mahasiswi.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pancasila
Secara historis, proses perumusan dasar negara Indonesia diawali dengan dibentuknya BPUPKI yang mulai bersidang pada tanggal 29 Mei 1945. Sidang pertama, pada tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 untuk membicarakan dasar Indonesia Merdeka (philosofi sche grondslag dari Indonesia Merdeka), yang kemudian menghasilkan naskah penting yang disebut Piagam Jakarta. Sidang BPUPKI yang kedua diselenggarakan tanggal 10 - 17 Juli 1945.
Pada tanggal 14 Juli 1945, Piagam Jakarta diterima oleh BPUPKI sebagai pembukaan dari Rancangan Undang-undang Dasar yang dipersiapkan untuk negara Indonesia merdeka. Pancasila dirumuskan oleh BPUPKI yang kemudian setelah diadakan beberapa perubahan disahkan sebagai dasar negara RI oleh PPKI yang telah dibentuk pada tanggal 9 Agustus 1945. Bagi bangsa dan negara Indonesia, hakekat dari Pancasila yaitu sebagai Pandangan Hidup bangsa dan sebagai Dasar Negara.
Pancasila dalam pengertian sebagai pandangan hidup sering juga disebut way of life, pegangan hidup, pedoman hidup, pandangan dunia, petunjuk hidup. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dipergunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas dalam kehidupan sehari- hari. Artinya, setiap sikap dan perilaku manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari nilai-nilai Pancasila.
Mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup berarti melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dan menggunakannya sebagai petunjuk hidup sehari-hari.
Sebagai dasar negara, Pancasila dijadikan sebagai dasar negara atau ideologi negara yang berarti bahwa Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Sebagai landasan untuk menyelenggarakan negara, Pancasila ditafsirkan dalam bentuk aturan yaitu pasal-pasal yang tercantum dalam UUD 1945.
Berdasarkan uraian di atas, maka Pancasila mempunyai fungsi pokok sebagai Dasar Negara, sesuai dengan pembukaan UUD 1945, dan yang pada hakekatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam kehidupan bernegara Indonesia. Pengertian tersebut merupakan pengertian Pancasila yang bersifat yuridis ketatanegaraan. Dalam hubungannya dengan masalah nilai, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai Pancasila mempunyai sifat objektif[1] dan subjektif[2].

B. Kedudukan Pancasila
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Pendidikan Kewarganegaraan. Dasar Falsafah Negara (philosifi sche Gronslag) dari negara, ideologi negara atau (staasidee). Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pamerintah negara atau dengan lain perkataan Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini, dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai Pancasila . Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara secara konstitusional mengatur negara republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan negara.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat dirincikan sebagai berikut.
1.      Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut kedalam empat pokok pikiran.
2.      Meliputi suasana kebatinan (Giestlichenhintergrund) dari UUD 1945.
3.      Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
4.      Memandang norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagai mana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang bunyinya sebagai berikut: “….. Negara berdasarkan asas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar Kemanusiaanyang Adil dan Beradab.”
5.      Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945, bagi penyalenggara negara, para pelaksanaan pemerintah (juga para penyalenggaraan partai dan golonggan fungsional). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, kerena masyarakat dan negara Indonesia senentiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerohanian negara sebagai pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan disahkan asas kerohanian negara.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi sebagai berikut: “……..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam UUD Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Sebagai mana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, ketetapan No XX/MPRS/1966. ( ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan ketetapan No. IX/MPR/1978).
Di jelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara harus dijadikan pijakan oleh semua pemegang roda pemerintahan dalam menjalankan tugasnya harus mencerminkan nilai–nilai Pancasila.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu tolak ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia, seperti cita-cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia.
Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhanya sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan orang lain. Dalam pengertianinilah maka manusia pribadi senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara berturut-turut lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan negara yang merupakan lembaga-lembaga mayarakat utama yang diharapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya.
Dengan demikian dalam kehidupan bersama dalam suatu negara membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita-cita yang ingin dicapainya yang bersumber pada pandangan hidup tersebut.
Ideologi pada suatu bangsa pada hakikatnya memiliki ciri khas serta karakteristik masing-masing sesuai dengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri. Namun demikian itu dapat terjadi bahwa ideologi pada sesuatu bangsa datang dari luar dan dipaksakan keberlakuannya pada bangsa tersebut sehinga tidak mencermikan kepribadian dan karakteristik tersebut.
Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berkembang melalui suatu proses yang cukup panjang. Pada awalnya secara kausalitas[3] bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam adat-istiadat, serta dalam agama-agama bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa.
Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan ahirnya menjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila . Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta ideologi negara, nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat-istiadat, dalam budaya serta dalam agama-agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia.
Pandangan yang ada pada masyarakat Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang telah terintis sejak zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian Sumpah Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia “Sembilan”, serta sidang PPKI kemudian menentukan dan menyepakati sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dalam pengertian inilah maka Pancasila sebagai pandangan hidup negara dan sekaligus sebagai ideologi Negara.
Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tersebut harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.
Sebagai inti sari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan seharihari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidaklah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya.
Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Namun demikian dalam kenyataannya sifat-sifat negara satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan dan hal ini sangat dibutuhkan oleh pemahaman ontologis[4] hakikat manusia sebagai pendukung pokok negara sekaligus tujuan adanya suatu negara. Pancasila sebagai pandangan hidup semua elemen bangsa Indonesia dalam bertingkah laku.

C. Fungsi Pancasila
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang sebagai mana ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara.
Dengan kata lain, unsu-runsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila sesungguhnya diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan Kuasa Materialis (asal bahan ) Pancasila .
1.      Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos yang berarti Ilmu dan kata idea berasal dari bahasa Yunani eidos yang artinya bentuk. Di samping itu ada kata idein yang artinya melihat. Maka secara harfiah, ideologi ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ide disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas dasar landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita.
Apabila ditelusuri secara historis istilah ideologi pertama kali dipakai dan dikemukakan oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1976. Seperti halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita untuk membanggun suatu sistem pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai “one great system of truth” dimana tergabung segala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, mak De Tracy menyebutkan “ideologie” yaitu “scieence of ideas”, suatu program yang diharapkan dapat membawa perobahan Internasional dalam masyarakat perancis. Namun Napoleon mencemoohkannya sebagai khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan menemukan kenyataan.
Pengertian “Ideologi” secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ideide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan, yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut: (a) bidang politik (termasuk didalamnya bidang pertahana dan keamanan), (b) bidang sosial, (c) bidang kebudayaan, dan (d) bidang keagamaan (Soejono Soemargono, 1986). Dengan demikian suatu negara tidak mempunyai ideologi tertentu akan mudah diombang ambingkan oleh negara lain.

2.      Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought), maka ideologi terbuka itu merupakan suatu sistem pemikiran terbuka. Sedangkan ideologi tertutup itu merupakan suatu pemikiran tertutup. Suatu ideologi tertutup dapat dikenali dari beberapa ciri khas Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan merupakan cita-cita suatu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan membaharui masyarakat dengan demikian menjadi ciri ideologi tertutup bahwa atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.
Demi ideologi masyarakat harus berkorban, dan kesediaan untuk menilai kepercayaan ideologis para warga masyarakat serta kesetiannyamasing-masing sebagai warga masyarakat. Jadi ciri khas ideologi tertutup adalah bahwa betapapun besarnya perbedaan antara tuntunan berbagai ideologi yang memungkinkan hidup dalam masyarakat itu, akan selalu ada tuntunan mutlak bahwa orang akan selalu taat kepada ideologi tersebut.
Ciri ideologi terbuka adalah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, moral dan budaya masyarakat itu sendiri. Sebagai catatan pada rezim Orde Baru masih menggunakan ideologi tertutup yang pada akhirnya proses ideologisasi dalam rangka penyejahteraan masyarakat terjadi desideologi dalam arti terpaku pada kepentingan politik kekuasaan.

3.      Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
Dari segi sosiologis, pengertian ideologi dikembangkan oleh Karl Mannheim yang beraliran Marx. Mannheim membedakan dua macam kategori ideologi secara sosiologis, yaitu ideologi yang bersifat partikular dan ideologi yang bersifat komprehensif. Kategori pertama diartikan sebagai suatu keyakinankeyakinan yang tersusun secara sistematis terkait erat dengan kepentingam suatu kelas sosial tertentu dalam masyarakat. Kategori kedua diartikan sebagai suatu sistem pemikiran menyeluruh mengenai suatu aspek kehidupan sosial. Idieologi dalam kategori kedua ini bercita-cita melakukan transformasi sosial secara besar-besaran menuju bentuk tertentu.

4.      Hubungan Antara Filsafat dan Ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakikatnya merupakan suatu sistem nilai yang secara epistemologis kebenarannya telah diyakini. Sehingga bisa dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna hidup serta sebagai dasar dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
Ideologi dapat diartikan sebagai operasionalisasi dari suatu pandangan atau filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasi ideologi, karena norma itu akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan dan sebagainya. Jadi filsafat sebagai sumber dan sumber bagi perumusan ideologi yang juga menyangkut strategi dan doktrin, dalam dalam menghadapi masalah yang timbul di dalam kehidupan bangsa dan negara, termasuk didalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi aliran atau sistem filsafat yang lain.

5.      Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara

Pada hakikatnya ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat suatu yang bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarakat negara. Di suatu pihak membuat ideologi semakin realistis dan pihak yang lain mendorong masyarakat mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Dengan demikian ideologi sangat menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara untuk mencapai tujuannya melalui berbagai realisasi pembangunan. Hal ini disebabkan dalam ideologi terkandung suatu orientasi praktis.

6.      Pancasila Sebagai Ideologi yang Reformatif, Dinamis dan Terbuka

Pancasila sebagi suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila besifat aktual, dinamis, antisifasif dan senentiasa mampu menyelesaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senentiasa berkambang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek dan zaman.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut.


1.      Nilai dasar,
yaitu hakikat kelima Pancasila: ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, keadilan. Nilai dasar tersebut adalah esensi dari nilai-nilai Pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai ideologi tersebut tertuang di dalam pembukaan UUD 1945, yang memuat nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Sehingga UUD 1945 merupakan suatu norma dasar yang merupakan tertib hukum tertinggi, sehingga sumber hukum positif sehingga didalam negara memiliki kedudukan sebagai staatsfundamentalnorm atau pokok kaedah negara yang fundamental.
2.      Nilai instrumental,
yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, saran, serta lembaga pelaksanaannya. Nilai intsrumental ini merupakan eksplisitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila . Misalnya GBHN yang lima tahun senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi masyarakat, undangundang, departemen-departemen, sebagai lembaga pelaksanaan dan lain sebagainya. Pada aspek ini senentiasa dapat dilakukan perubahan (reformatif).
3.      Nilai praktis,
yaitu nilai-nilai realisasi intrumental dalam suatu realisasi pengalaman yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, bangsa dan negara. Dalam realisasi praktis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspirasi masyarakat (Kaelan, 2002: 120).
Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi yaitu:

1.      Dimensi idealistis,
yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung didalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Hakikat nilai-nilai Pancasila tersebut bersumber pada filsafat Pancasila (nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila).
2.      Dimensi normatif,
yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertib hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental).
3.      Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila selain memiliki nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyalenggaraan negara.

Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat “utopis” yang hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang melainkan suatu ideologi yang bersifat “realistis” artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata (Kaelan, 2002: 122).

7.      Pancasila Sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa

Sebagai sebuah konsensus nasional, Pancasila merupakan sebuah pandangan hidup Indonesia yang terbuka dan bersifat dinamis. Sifat keterbukaan Pancasila dapat dilihat pada muatan Pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai ke-Indonesiaan yang majemuk dan nilai-nilai yang bersifat universal. Universalitas Pancasila dapat dilihat pada semangat ketuhanan (sila pertama); kemanusiaan, keadilan dan keadaban (sila ke dua); dan keadilan sosial (sila ke lima) dan sekaligus ke-Indonesiaan (sila ke tiga) dan semangat gotong royong (sila ke empat).
Kelima kandungan sila Pancasila pada dasarnya merupakan semangat zaman yang meliputi hampir semua negara jajahan yang tengah memperjuangkan diri dari penindasan kaum penjajah. Mencermati fenomena maraknya isu-isu keadilan, politik, ekonomi, dan HAM di negara-negara berkembang, khususnya di kalangan negara-negara bekas jajahan, semangat Pancasila masih sangat relevan dijadikan sebagai semangat perjuangan kemanusiaan bangsa Indonesia untuk menunjukkan sebagai bangsa yang mandiri dan memiliki karakter kuat sebagai bangsa yang menjunjung tinggi semangat persamaan, keadilan, dan keadaban dengan tetap mempertahankan kesatuan sebagai sebuah keluarga bangsa yang majemuk.
Bersandar pada pandangan ini, lahirnya sikap dan pandangan yang mempertentangkan demokrasi dengan Pancasila sama sekali merupakan sesuatu yang ahistoris. Namun demikian, pandangan yang mempertentangkan Pancasila dengan demokrasi tidak lepas dari penyimpangan-penyimpangan politik atas Pancasila yang dilakukan oleh kekuasaan sebelumnya: Orde Lama dan Orde Baru. Jika presiden Soekarno dengan Dekrit Presidennya telah menjadikan dirinya sebagai pusat kekuasaan dan sumber kekuasaan yang otoriter yang bertentangan dengan semangat kerakyatan dan demokrasi yang diamanatkan Pancasila, Presiden Soeharto dengan demokrasi Pancasilanya justru telah menjadikan Pancasila sebagai alat kekuasaan politik semata.
Sepanjang Orde Baru, Pancasila telah dijadikan alat untuk membungkam suara kedaulatan rakyat dengan atas nama pembangunan nasional. Orde Baru juga telah melakukan penyeragaman tafsir atas Pancasila yang disebarluaskan melalui penataran dan pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi. Ironisnya, pada saat yang sama Orde Baru melakukan tindakantindakan yang sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang tertuang dalam Eka Prasetya Pancakarsa.
Tindakan represif, korupsi, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan hukum di kalangan pejabat pemerintahan adalah di antara sekian banyak penyalahgunaan Pancasila yang dilakukan oleh penguasa Orde Baru. Dampak langsung dari manipulasi atas dasar negara Pancasila, adalah lahirnya sikap antipati (phobia) atas Pancasila.
Seiring dengan lengsernya Orde Baru, telah lahir sikap dan pandangan baru di kalangan warga negara Indonesia terhadap dasar negara Pancasila. Tuntutan demokrasi dan penegakan HAM yang disuarakan oleh kalangan tokoh reformasi berdampak pada sikap dan pandangan mempertentangkan Pancasila dan demokrasi. Pancasila dinilai sebagai simbol ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan penyelewengan kekuasaan Orde Baru, sementara demokrasi sesungguhnya identik dengan keadilan, persamaan, penghormatan terhadap HAM, dan taat hukum.
Hal yang patut disayangkan adalah, alih-alih bersikap kritis dan selektif atas penyimpangan Pancasila oleh Orde Baru, pada umumnya masyarakat masih memahami demokrasi lebih sebgai legitimasi untuk kebebasan bertindak anarkis, main hakim sendiri, memaksakan kehendak kelompok atas kelompok lain daripada kebebasan yang bertanggung jawab. Akibat penyalahgunaan Pancasila oleh Orde Baru, Pancasila yang seyogianya dapat kembali menjadi “perekat” komponen bangsa yang heterogen justru menjadikan tercerai berai.
Reformasi yang sejatinya merupakan keberlangsungan menuu kedewasaan menjadi sebuah bangsa yang besar dan perubahan menuju tatanan nasional yang lebih baik (continuity and changes), sebaliknya ia telah menjelma laksana bola api panas yang menggelinding tanpa kendali. Ironisnya, reformasi banyak pula dipahami oleh sebagian kalangan sebagai tindakan yang berlawanan dengan demokrasi dan nilai-nilai luhur Pancasila , seperti maraknya tindakan korupsi dan politik uang (money politic) yang dilakukan oleh elit-elit baru buah dari gerakan reformasi.
Tidak berlebihan jika lahir pernyataan apatis bahwa reformasi telah mati muda atau reformasi kebablasan. Hal ini terjadi lantaran reformasi yang sejatinya perbaikan kehidupan berbangsa menuju yang lebih baik dan bermanfat, ia telah diselewengkan oleh “penumpang gelap” reformasi untuk tujuan-tujuan yang bertolak belakang dengan demokrasi, HAM, dan pembangunan masyarakat madani.
Sebagai sebuah karya luhur anak bangsa, Pancasila selayaknya ditempatkan secara terhormat dalam khazanah kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Posisinya sebagai panduan nilai dan pedoman bersama (common platform) untuk mewujudkan tujuan atau kesejahteraan bersama bangsa Indonesia, Pancasila tidak bisa digantikan oleh pandanganpandangan sektarian mana pun, yang berpotensi mengancam keutuhan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya, Pancasila sebagai jiwa bangsa sudah melekat pada hati nurani bangsa sejak lahir. Selain Pancasila sebagai kepribadian bangsa selalu dikagumi dan disegani bangsa karena kepribadiannya yang khas (moral etis).
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Kedududukan pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
2.      Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
3.      Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berarti Pancasila sebagai ideologi bangsa yang telah diakui kebenarannya oleh bangsa Indonesia.
4.      Fungsi pokok Pancasila sebagai ideologi bangsa dan jiwa serta kepribadian bangsa Indonesia.

Daftar Pustaka


Abdulgani, Ruslan.1998. Pancasila : Perjalanan Sebuah Ideologi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia bekerja sama dengan FKN-Alumni GMNI.
Darmodiharjo, Dardji. 1995/1996. Pengertian Nilai-nilai, Norma, Moral, Etika, Pandangan Hidup. Jakarta: BP-7 Pusat
Darmodihardjo, Dardji, dkk. 1981. Santiadji Pancasila . Surabaya: Usaha Nasional
Jarmanto, 1982. Pancasila Suatu: Tinjauan Aspek Historis dan Sosiopolitis. Edisi 1. Yogyakarta: Liberty.
Kaelan. 2001. Pendidikan Pancasila . Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Notosusanto, Nugroho. 1981. Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Notonagoro. 1974. Pancasila Dasar Filsafat Negara. Jakarta: Pantjuran Tujuh
Notonagoro . 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila . Jakarta: Pantjuran Tudjuh.
Oesman, Oetojo dan Alfian. 1992. Pancasila sebagai Ideologi. Jakarta: BP 7
Purbopranoto, Kuntjoro. 1992. Hak-Hak Azasi Manusia dan Pancasila . Jakarta: PradnyaParamita.
Soeprapto,M.Ed. 1996. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dalam Menghadapi Liberalisasi Perdagangan Internasional. Jakarta: PT. Citraluhur Tata.
Suwarno, P.J. 1993. Pancasila Budaya Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sunoto, 1985. Mengenal Filsafat Pancasila , Pendekatan melalui: Metafisika , Logika, Etika. Yogyakarta: Penerbit PT Haninda.
Yunarti, D. Rini, dan Anhar Gonggong. 2003. BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI. Jakarta: Kompas.



[1] objektif sikap yang lebih pasti, bisa diyakini keabsahannya, tapi bisa juga melibatkan
perkiraan dan asumsi. Dengan didukung dengan fakta/data.
[2] Subjektif adalah lebih kepada keadaan dimana seseorang berpikiran relatif, hasil dari menduga duga, berdasarkan perasaan atau selera orang.
[3]  Perihal kausal; perihal sebab akibat: kalau kita hendak berbuat sesuatu, harus kita perhatikan hukum
[4] Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya

2 comments: