Wikipedia

Search results

Friday, November 20, 2015

Konsep, nilai, norma, dan moral dalam pkn

    Konsep, nilai,  norma, dan moral dalam pkn

Pendahuluan
A.    Makna konsep
Konsep adalah suatu pernyataan yang masih bersifat abstrak/pemikiran  untuk mengelompokkan ide-ide atau peristiwa yang masih dalam angan- angan seseorang. Dengan kata lain, konsep adalah suatu ide yang  menggambarkan hubungan antara dua atau lebih fakta seperti konsep  “kebutuhan manusia”, yang berkaitan dengan berbagai hal, misalnya  pakaian, makanan, keselamatan, pendidikan, cinta, dan harga diri. Meski belum diimplementasikan, konsep yang bersifat positif memiliki makna yang baik. Begitu pula sebaliknya, jika konsep tersebut bersifat negatif maka juga akan memiliki makna negatif pula. Konsep juga dapat diartikan simbol atau ide yang diciptakan oleh siswa untuk memahami pengalaman yang terjadi  berulang kali.
Istilah konsep dalam bidang ilmu-ilmu sosial dapat dijelaskan “concept is a general idem, usually expressed by a word, wich represent a class of group of things or actions-having certain characteristics in common”. Atau dalam perumusan yang sederhana, konsep dapat dijelaskan sebagai berikut. “konsep adalah abstraksi dari sejumlah (sekelompok atau semua) benda-benda (fakta-fakta) yang memiliki ciri-ciri esensial yang sama, yang tidak dibatasi oleh pengertian ruang dan waktu”. Konsep merupakan abstraksi atau pengertian abstrak, karena merupakan ide tentang sesuatu (benda, peristiwa, hal-hal) yang ada dalam pikiran. Ia mengandung pengertian dan penafisiran (bukan berwujud fakta konkret).
Konsep membantu kita dalam mengadakan perbedaan, penggolongan atau penggabungan fakta di sekeliling kita. Misalnya, kita mengenal banyak sekali data perang seperti: perang diponegoro, perang paregreg, perang paderi, perang aceh, perang puputan, perang sepoy, perang suksesi, perang candu, perang bur, perang dunia, perang aliansi, dan sebagainya. Istilah perang yang bersifat umum, tidak terikat oleh ruang dan waktu (ide yang abstrak yang ada dalam pikiran yang mengandung pengertian, penilaian dan penafsiran) dari seluruh data-data tentang perang yang memiliki kesamaan ciri-ciri esensial. Dengan demikian pengertian “perang” merupakan konsep.
Yang dimaksud dengan ciri-ciri esensial adalah ciri-ciri dasar yang secara spesifik hanya dimiliki oleh segolongan fakta yang sejenis. Bruner menjelaskan pengertian “konsep” dan “ciri-ciri essensial” dengan cara sederhana sebagai berikut.
Buah apel memiliki beberapa ciri di bawah ini:
1.      Warna : hijau kekuning-kuningan, kemerah-merahan 
2.      Bentuk : bulat
3.      Ukuran : kurang lebih 0, 0,5, s/d 0,3 liter
4.      Berat : kurang lebih 0,1 s/d 3 ons
5.      Rasa : manis, manis kemasam-masaman
6.      Kulit : tipis, tidak berkelupas
7.      Daging : tidak berlapis
Ketujuh butir ciri-ciri di atas secara keseluruhan hanya dimiliki oleh jenis buah apel saja sehingga kesatuan ketujuh butir ciri itu merupakan ciri essensial. Kata apel (sebagai pengertian abstrak) yang mewakili seluruh jenis buah apel yang memiliki ciri-ciri esensial yang sama, adalah konsep.
Dalam disiplin ilmu-ilmu sosial terdapat banyak sekali konsep, di antaranya sebagai berikut.
Konsep-konsep ilmu sejarah, misalnya: migrasi, feodalisme, imperialisme, rasionalisme, sosialisme, perang, liberalisme, perdamaian, perjanjian, persetujuan, persekutuan, candi, area, uang kuno, perdagangan, dan pahlawan.
Konsep-konsep ilmu ekonomi, misalnya: tukar menukar, uang, pasar, bursa, liberalisme, kapitalisme, imperalisme, koperasi, pajak, cukai, untung, rugi, harga, industri, produksi, distribusi, konsumen, pabrik, penguasaha, pendapatan, kerja, tenaga, dan jasa.
Konsep-konsep ilmu geografi, misalnya: tanah, air, udara, sungai, gunung, antariksa, flora, fauna, laut, gempa, sumber alat, kependudukan, desa, dan kota. Konsep-konsep antropologi, misalnya: kebudayaan, peradaban, kepercayaan, folklore, survival, adat, tradisi, induk bangsa (ras), bahasa, sistem kekerabatan, sistem mata pencaharian, kesenian, magis, upacara, dan religi.
Konsep-konsep sosiologi, misalnya: norma sosial, kerja sama sosial, kelompok sosial, organisasi sosial, status sosial, desa kota, urbanisasi, persaingan, dan kerja sama. Konsep-konsep psikologi sosiol, misalnya: norma prilaku sosial, interaksi social, prilaku politik, budaya masyarakat, dan perilaku menyimpang.
Dari contoh-contoh konsep di atas, ternyata beberapa jenis konsep terdapat pada lebih dari satu disiplin ilmu sosial, seperti : migrasi, nasionalisme, desa, kota dan sebagainya. Konsep-konsep yang secara bersama-sama dimiliki oleh beberapa disiplin ilmu itu disebut dengan istilah core concept. Selain core concept terdapat juga key concept (konsep kunci) yaitu suatu konsep yang hanya spesifik terdapat pada satu disiplin ilmu sosial saja, dan setiap disiplin ilmu sosial memiliki key concept tertentu. Misalnya key concept geografi adalah: population (kependudukan), land (tanah) dan space (ruang).
Sementara itu, menurut bruner (1996) konsep adalah suatu kata yang bernuansa abstrak dan dapat digunakan untuk mengelompokkan ide, benda, atau peristiwa. Setiap konsep memiliki nama, contoh positif, contoh negatif, dan ciri. Contoh konsep: ham, demokrasi, globalisasi, dan masih banyak lagi. Menurut bruner, setiap konsep mengandung nama, ciri/atribut, dan aturan.
Perhatikan contoh pemikiran bruner dikaitkan dengan ham seperti di bawah ini!
Nama konsep  : hak asasi manusia terhadap mahasiswa-mahasiswi
Contoh positif : adanya kesadaran dari dosen atau universitas terhadap hak-hak mahasiswa-mahasiswi yang harus diberikan. Misal, mahasiswa-mahasiswi diberi kesempatan untuk berpendapat, mengembangkan kreativitas dan minatnya di kampus.
Konsep             : hak asasi manusia (ham).
Contoh negatif : kasus oknum masyarakat yang memperdagangkan anak (traffi cking). Misalnya, karena susi anak orang tidak mampu, susi seijin orang tuanya ditawari menjadi penjaga toko di kota lain. Setelah orang tua mengizinkan dan anaknya keluar dari bangku sekolah, ternyata anak tersebut dipekerjakan di tempat yang tidak sesuai dengan rencana semula. Dengan demikian, hak sekolah anak (susi) hilang, karena tidak bisa sekolah dan tidak bisa bermain-main dengan teman sekolahnya lagi.
Pemahaman suatu konsep tidak terlepas dari pengalaman dan latar belakang budaya yang dimiliki seseorang. Oleh karenanya, untuk mengembangkan pemahaman siswa dan siswi terhadap berbagai konsep, guru perlu mempertimbangkan latar belakang pengalaman yang beragam di antara mereka. Misalnya, siswa yang sehari-hari hidup di kota besar mungkin memiliki pengalaman yang terbatas tentang lingkungan pedesaan yang alami, sebaliknya siswa yang terbiasa di lingkungan pegunungan yang terpencil memiliki pengalaman terbatas tentang situasi perkotaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah semua pengertian yang terdapat dalam pikiran seseorang tentang berbagai hal. Dalam mata kuliah pkn di pgmi, konsep perlu dikenalkan pada mahasiwa-mahasiswi agar kelak jika menghadapi masalah yang berkaitan dengan moral, mereka bisa mengatasinya secara runtut, kronologis, dan memiliki konsep yang matang.

B.     Makna nilai
Pengertian nilai
Nilai yang dalam bahasa inggris disebut “value”, menurut djahiri (1999), dapat diartikan sebagai harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Sedangkan menurut dictionary dalam winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara intrinsik memang berharga.
Kajian tentang nilai dalam bidang filsafat dibahas dan dipelajaran secara khusus pada salah satu cabang filsafat yang disebut filsafat nilai atau yang terkenal dengan istilah axiology, the theori of value. Cabang filsafat ini sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan (worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Di dalam dictionary of sociology and related sciences ditemukan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (the beleived capacity of any object to statisfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu, misalnya bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian, maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu, karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai yang disebut wartrager (kaelan, 2003: 87)
Menilai berarti, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan yang dilakukan oleh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia, sebagai subjek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik, dan lain sebaginya.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Oleh karena itu, apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan, dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das solen bukan das sein. Kita masuk ke rohanian bidang makna normatif, bukan kognitif, kita masuk dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian, di antara keduanya, antara das solen dan das sein, antara yang makna normatif dan kognitif, antara dunia ideal dan dunia real itu saling berhubungan atau saling berkait secara erat. Artinya bahwa das solen itu harus menjelma menjadi das sein, yang ideal menjadi real, yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mensosialisasikan dan Menginternalisasikan nilai-nilai dalam diri peserta didik. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai, berusaha mensosialisasikan Dan menginternalisasikan nilai-nilai budaya bangsa dan nilai-nilai filsafat Bangsa yaitu pancasila. Pelaksanaannya selain melalui taksonomi[1] yang Dikembangkan oleh bloom, juga bisa menggunakan jenjang afektif yaitu Menerima nilai (receiving), menanggapi nilai/penanggapan nilai (responding), Penghargaan nilai (valuing), pengorganisasian nilai (organization), Karakterisasi nilai (characterization).
Nilai pancasila yang digali dari bumi indonesia sendiri merupakan pandangan Hidup/panutan hidup bangsa indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali Menjadi dasar negara yang secara yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah indonesia merdeka. Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin dalam norma seperti norma agama, kesusilaan, Kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum.
Dengan demikian, nilai pancasila secara individu hendaknya dimaknai Sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap Dan dalam cara bertindak. Misalnya, nilai contoh gotong-royong. Jika Perbuatan gotong-royong dimaknai sebagai nilai, maka akan lebih bermakna Jika nilai gotong-royong tersebut telah menjadi pola pikir, pola sikap, dan pola Tindak seseorang secara individu maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh Karena itu, nilai gotong-royong seperti yang dicontohkan tadi adalah perilaku Yang menunjukkan adanya rasa saling membantu sesama dalam melakukan Sesuatu yang bisa dikerjakan secara bersama-sama sebagai perwujudan Dari rasa solidaritas yang memiliki makna kebersamaan dalam kegiatan Bergotong-royong.

Hirarkhi nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat tergantung Pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan Tentang pengertian serta hirarkhi nilai. Misalnya kalangan materialis Memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai material. Kalangan Hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang Ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak Usaha untuk menggolong-golongkan nilai-nilai tersebut, dan nilai tersebut Amat beraneka ragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka Penggolongan tersebut.
Max sceler (dalam kaelan, 2002: 88) menyatakan bahwa nilai-nilai yang Ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu senyatanya ada Yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai Lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam Empat tingkatan sebagai berikut. Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkatan ini Terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (die Westreihe des angenehmen und unaangelhment), yang menyebabkan orang Senang atau menderita (tidak enak). Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkatan ini Terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (werte des vitalen fuhlens) Misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum. Nilai-nilai Kejiwaan. Dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) Yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan Murni yang dicapai dlam filsafat. Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkatan ini Terdapatlah modalitas nilai suci dan tak suci (wermodalitat des heiligen ung Unheiligen). Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Walter g. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan Kelompok berikut.
1.      Nilai-nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi Semua benda yang dapat dibeli.
2.      Nilai-nilai kejasmaniaan, membantu kepada Kesehatan, efesiensi, dan keindahan dari keindahan badan.
3.      Nilia-nilai hiburan, Nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat mengembangkan pada Pengayaan kehidupan.
4.      Nilai-nilai sosial, berasal dari keutuhan kepribadian Dan sosial yang diinginkan. Nilai-nilai watak, keseluruhan dari keutuhan Kepribadian dan sosial yang diinginlkan.
5.      Nilai-nilai estetis, adalah nilai-nilai Keindahan dalam alam dan karya seni. Nilai-nilai intelektual, adalah nilai-nilai Pengetahuan dan pengajaran, serta kebenaran. Terakhir, nilai-nilai keagamaan, Dikembangkan dari kebenaran yang terdapat dalam (setiap) agama.
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam nilai berikut.
Pertama, Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani Manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
Kedua, nilai vital, yaitu Segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan Kegiatan atau aktivitas.
Ketiga, nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang Berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas:
1.      Nilai kebenaran, yang bersumber akal (ratio, budi, cipta) manusia,
2.      nilai Keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, Govel, rasa) manusia,
3.      nilai kebaikan tau bilai moral, yang bersumber Pada unsur kehendak (will, wollen, karsa) manusia, dan
4.      nilai religius, Yang merupakan nilai kerohaniaan yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini Bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan pula Bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud Material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud nonmaterial atau Immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat mengandung nilai Yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material lebih mudah Diukur, yaitu dengan menggunakan alat indra atau alat pengukur seperti Berat, panjang, luas dan sebagainya. Sedangkan nilai kerohanian spiritual Lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal kerohanian/spiritual, yang Menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra, Cipta, rasa, karsa dan keyakinan manusia.
Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai pancasila tergolong nilai-nilai Kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material Dan nilai vital. Dengan demikian, nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, Baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, Nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang sistematika– Hirarkhis, yang dimulai dari sila ketuhanan yang maha esa sebagai ‘dasar’ Sampai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia sebagai ‘tujuan’ (darmodiharjo, 1978).
Selain macam-macam nilai yang dikemukakan para tokoh aksiologi tersebut, Nilai juga mempunyai tingkatan-tingkatan. Hal ini dilihat secara objektif, Karena nilai-nilai tersebut menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Ada sekelompok nilai yang memiliki kedudukan atau hirarkhi yang lebih Tinggi dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya, ada nilai-nilai yang lebih Rendah, bahkan ada tingkatan nilai yang bersifat mutlak. Namun demikian, Hal ini sangat tergantung pada filsafat dari masyarakat atau bangsa sebagai Subjek pendukung nilai-nilai tersebut. Misalnya, bagi bangsa indonesia nilai Religius merupakan suatau nilai tertinggi dan mutlak. Artinya nilai relegius Tersebut hirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak dapat dijustifikasi Berdasarkan akal manusia, karena pada tingkatan tertentu nilai tertentu Bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan akal pikir manusia. Namun Demikian, bagi bangsa yang menganut faham sekuler, nilai yang tertinggi Adalah pada akal pikiran manusia sehingga nilai ketuhanan di bawah otoritas Akal pikiran manusia.

C.     Makna norma
Norma adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap Dan tindakan manusia. Norma juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi Rambu-rambu yang menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya Terkandung nilai benar/salah (margono, 2001:67). Dalam bahasa inggris, Norma diartikan sebagai standar. Di samping itu, norma juga bisa diartikan Kaidah atau petunjuk hidup yang digunakan untuk mengatur perilaku manusia Dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Jika norma dipahami Sebagai standar (ukuran) perilaku manusia, yang dapat dijadikan “alat” untuk Menghakimi (justifikasi) suatu perilaku manusia (benar atau salah), maka Dalam realitas kehidupan sehari-hari terdapat paling tidak 5 norma, yaitu
(1) norma agama,
(2) norma hukum,
(3) norma moral atau susila,
(4) norma Kebiasaan, dan
(5) norma kesopanan.
Norma agama adalah tolok ukur benar salah yang mendasarkan diri pada Ajaran-ajaran agama. Dalam agama-agama selalu ada perintah dan larangan. Ada halal haram lengkap dengan sanksi-sanksi bagi pelanggar ajaranajaran Agama. Norma agama itu tentunya berlaku bagi pemeluknya karena Beragama itu dasarnya adalah keyakinan.
Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat dan Dianggap perlu demi kemaslahatan dan kesejahteraan umum (norma hukum Tidak dibiarkan untuk dilanggar dan tidak sama dengan norma moral). Bisa Saja terjadi, demi tuntutan suara hatisebagai manusia dan demi kesadaran Moral, seseorang harus melanggar hukum. Meskipun pada akhirnya, Pelanggar hukum itu dipenjara namun orang yang dihukum itu belum tentu Sebagai orang yang buruk/jahat. Para tahanan politik misalnya, banyak di Antara mereka yang berjuang melawan penguasa demi kepentingan rakyat. Bisa saja mereka dijerat dengan hukum, dan dia dipenjarakan dan dinyatakan Bersalah secara hukum, namun demikian secara moral tahanan politik Tersebut bukanlah seorang penjahat. Dia tetap mendapat predikat sebagai Seorang yang bermoral.
Norma moral atau susila adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk Mengukur kebaikan seseorang. Tolok ukur penilaiannya adalah ukuran baik Dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi atau yang dianggap Rendah masyarakat tempat manusia yang bersangkutan itu berada. Dengan Norma moral itu, seseorang benar-benar dinilai perilakunya.

Norma kebiasaan adalah tolok ukur perilaku manusia yang berdasarkan pada Hal-hal yang telah berlangsung dalam masyarakat sebagai suatu adat istiadat Atau kebiasaan sehari-hari. Misalnya kebiasaan orang bertamu itu sore hari, Tidak pada siang hari. Itu berarti, apabila ada seseorang yang bertamu pada Siang hari itu dipandang tidak lazim dan apabila tida ada komitmen lebih Dahulu dengan pemilik rumah, maka bisa jadi menimbulkan masalah, karena Dipandang melanggar adat kebiasaan.
Norma kesopanan atau sopan santun menyangkut sikap lahiriah manusia. Jika bertemu dengan orang yang lebih tua perlu menundukkan kepala, Tidak baik kentut dengan suara keras, tidak baik perempuan pergi sendirian Di malam hari, dan lainnya. Norma kesopanan secara lahiriah dapat juga Mengungkapkan suara hati sehingga mempunyai kualitas moral, meskipun Sikap lahiriah itu sendiri tidak bersifat moral. Orang yang melanggar sopan Santun karena tidak mengetahui adab bersopan santun di daerah tertentu Atau karena situasi, ia tidak dianggap melanggar norma moral.
Pelanggaran norma biasanya mendapatkan sanksi, tetapi tidak selalu Berupa hukuman di pengadilan atau penjara. Sanksi dari norma agama Lebih ditentukan oleh tuhan. Oleh karena itu, hukumannya berupa siksaan Di akhirat, atau di dunia atas kehendak tuhan. Sanksi pelanggaran/ Penyimpangan norma kesusilaan adalah moral yang biasanya berupa Gunjingan dari lingkungannya. Penyimpangan norma kesopanan dan norma Kebiasaan, seperti sopan santun dan etika yang berlaku di lingkungannya, Juga mendapat sanksi moral dari masyarakat, misalnya berupa gunjingan Atau cemoohan. Begitu pula norma hukum, biasanya berupa aturan-aturan Atau undang-undang yang berlaku di masyarakat dan disepakati bersama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk Hidup bagi warga yang ada dalam masyarakat. Norma dalam masyarakat Hendaknya dipatuhi oleh anggota masyarakat, karena norma tersebut Mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu maupun kelompok, yang Melanggar norma mendapat hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi Agama dari tuhan dan departemen agama, sanksi susila, kesopanan, hukum, Maupun kebiasaan yang diberikan oleh masyarakat berupa sanksi moral.

D. Makna moral
Pengertian moral, menurut suseno (1998) adalah ukuran baik buruk Seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan Warga negara. Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk Menjadikan anak manusia bermoral baik dan manusiawi. Sedangkan menurut Ouska dan whellan (1997), moral adalah prinsip baik buruk yang ada dan Melekat dalam diri individu atau seseorang. Walaupun moral itu berada di Dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujud Aturan. Moral dan moralitas ada sedikit perbedaan, karena moral adalah Prinsip baik buruk sedangkan moralitas merupakan kualitas pertimbangan Baik buruk. Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas bisa dilihat dari Cara individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun menjalankan Aturan.
Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan Tujuan membentuk watak atau karakterstik anak. Pakar-pakar tersebut  Di antaranya newman, simon, howe, dan lickona. Dari beberapa pakar Tersebut, pendapat lickona lebih cocok diterapkan untuk membentuk watak/ Karakter anak. Pandangan lickona (1992) tersebut dikenal dengan educating For character atau pendidikan karakter/watak untuk membangun karakter atau Watak anak. Dalam hal ini, lickona mengacu pada pemikiran filosof michael Novak yang berpendapat bahwa watak atau karakter seseorang dibentuk Melalui tiga aspek yaitu, moral knowing, moral feeling, dan moral behavior, Yang saling berhubungan dan terkait.
Lickona menggarisbawahi pemikiran novak. Ia berpendapat bahwa Pembentukan karakter atau watak anak dapat dilakukan melalui tiga kerangka Pikir, yaitu konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan Perilaku moral (moral behavior). Dengan demikian, hasil pembentukan sikap Karakter anak pun dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu konsep moral, sikap Moral, dan perilaku moral. Lebih jelasnya silakan mencermati alur pikir Lickona (dalam wahab dan winataputra, 2005: 1.16) di bawah ini.
Pemikiran lickona ini diupayakan dapat digunakan untuk membentuk watak keAnak, agar dapat memiliki karakter demokrasi, sehingga standar kompetensi Demokrasi tercapai. Oleh karena itu, materi tersebut harus menyentuh tiga Aspek, yaitu konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awarness), pengetahuan nilai moral (knowing moral value), pandangan Ke depan (perspective taking), penalaran moral (reasoning), pengambilan Keputusan (decision making), dan pengetahuan diri (self knowledge), (ruminiati, 2005 : 24)

Aspek konsep moral
a.       kesadaran moral
b.      Kesadaran hidup berdemokrasi
c.       Pengetahuan nilai moral
d.      Pemahaman materi demokrasi
e.       Pandangan ke depan
f.       Manfaat demokrasi ke depan
g.      penalaran moral
h.      Alasan senang demokrasi
i.        pengambilan keputusan
j.        Bagaimana cara hidup demokratis
 pengetahuan diri  introspeksi diri Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa percaya Diri (self esteem), empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the good), Pengendalian diri (self control), kerendahan hati (and huminity).
Aspek sikap moral

a.        kata hati, Kata hati kita tentang hidup bebas
b.      Rasa percaya diri, Rasa percaya diri kita pada bebas berpendapat
c.       Empati, Empati kita pada orang yang tertekan
d.      cinta kebaikan, Cinta kita terhadap musyawarah
e.       pengendalian diri, Pengendalian diri kita terhadap kebebasan
f.       kerendahan hati, Menjunjung tinggi dan hormati pendapat lain Perilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan (compalance), Kemauan (will) dan kebiasaan (habbit).

Aspek perilaku moral

a.       kemampuan, Kemampuan menghormati hidup demokrasi
b.      kemauan, Kemauan untuk hidup berdemokrasi
c.       kebiasaan, Kebiasaan berdemokrasi dengan teman Teori lickona (1992) ini cukup relevan untuk digunakan dalam membentuk Watak anak. Hal ini sesuai dengan karakteristik materi pkn, sehingga sasaran Pembelajaran pkn sd dapat dikaitkan dengan pola pikir tersebut. Dari sini Dapat dilihat hasil perubahan watak atau karakter anak setelah mendapat Materi pkn. Misalnya, watak atau karakter anak yang terbentuk berkenaan Dengan demokrasinya setelah ia menerima materi demokrasi tersebut.

Berdasarkan uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa pengertian moral/ Moralitas adalah suatu tuntutan perilaku yang baik yang dimiliki oleh individu. Moralitas, tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku. Dalam Pembelajaran pkn, moral sangat penting untuk ditanamkan pada anak usia Sd, karena proses pembelajaran pkn sd memang bertujuan untuk membentuk Moral anak, yaitu moral yang sesuai dengan nilai falsafah hidupnya.

E. Hubungan nilai, norma, dan moral
Nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, Baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia, nilai dijadikan landasan, Alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadasari Maupun tidak. Nilai berbeda dengan fakta, karena fakta dapat diobservasi Melalui suatu verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang Hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan dan segala sesuatu Pertimbangan internal (batiniah) manusia. Nilai dengan demikian, tidak Bersifat konkret yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai Dapat bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai Tersebut diberikan oleh subjek (dalam hal ini manusia sebagai pendukung Pokok nilai) dan bersifat objektif jikalau nilai tersebut telah melekat pada Sesuatu terlepas dari penilaian manusia (kaelan, 2003: 92). Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah Laku manusia maka perlu lebih dikonretkan lagi serta diformulasikan menjadi Lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya Dalam tingkah laku secara konkret. Wujud konkret dari nilai tersebut adalah Merupakan suatu norma. Terdapat berbagai norma, dan dari berbagai macam Norma tersebut, norma hukumlah yang paling kuat berlakunya, karena Dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau Penegak hukum. Selanjutnya, nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan Moral dan etika. Istilah moral mengandung intregritas dan martabat pribadi Manusia. Derajat kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh moralitas Yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang Itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah, maka Manusia memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku.

Hubungan antara moral dan etika memang sangat erat sekali dan kadang Kala keduanya disamakan begitu saja. Namun sebenarnya, kedua hal Tersebut memiliki perbedaan. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun Wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan Maupun tertulis bagi sikap dan tindakan agar menjadi manusia yang baik. Di pihak lain, etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis Dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral Tersebut (krammer, 1988 dalam darmodiharjo 1996). Atau juga sebagaimana Dikemukakan oleh de vos (1987), bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu Pengetahuan tentang kesusilaan. Adapun yang dimaksud dengan kesusilaan Identik dengan pengertian moral, sehingga etika pada hakekatnya adalah Sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.

Setiap orang memiliki moralitas, tetapi tidak demikian dengan etika. Tidak Semua orang melakukan pemikiran secara kritis terhadap etika. Terdapat Suatu kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola-pola Moralitas yang ada dalam suatu masyarakat tanpa perlu merefleksikannya Secara kritis. Etika tidak berwenang menentukan yang boleh atau tidak boleh Dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang sebagai pihak-pihak Yang memberikan ajaran moral. Hal inilah yang menjadi kekurangan dari Etika jikalau dibandingkan dengan ajaran moral. Sekalipun demikian, dalam Etika seseorang dapat dipahami penyebab dan dasar manusia harus hidup Berdasarkan norma-norma tertentu. Hal yang terakhir inilah yang merupakan Kelebihan etika jikalau dibandingkan dengan moral. Hal itu dapat dianalogikan Bahwa ajaran moral sebagai “buku petunjuk tentang memperlakukan sebuah Mobil dengan baik”, sedangkan etika memberikan pengertian tentang “struktur Dan teknologi mobil itu sendiri”. Demikianlah hubungan yang sistematik antara Nilai, norma dan moral yang pada gilirannya ketiga aspek tersebut terwujud Dalam suatu tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia.

Rangkuman

1. Materi pendidikan kewarganegaraan (pkn) di semua jenjang dan Tingkatan mengandung muatan konsep nilai, norma, dan moral. Konsep Adalah semua pengertian yang terdapat dalam pikiran seseorang tentang Berbagai hal yang dinyatakan dengan kata-kata. Konsep adalah kata Yang menunjuk sesuatu. Konsep dalam matakuliah pkn perlu dikenalkan Pada mahasiswa dan mahasiswi agar dapat memandang masalah secara Runtut, kronologis, dan matang.
2. Nilai adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat dalam Berbagai hal yang dianggap sebagai barang/sesuatu yang berharga, Berguna, dan memiliki manfaat. Nilai adalah kualitas kebaikan yang ada Pada sesuatu. Dalam pendidikan kewarganegeraan keberadaan nilai Sangat penting untuk dimiliki dan diaktualisasikan secara terus menerus, Karena nilai bermanfaat sebagai tuntunan hidup.
3. Norma adalah aturan sebagai petunjuk hidup bagi individu dalam Masyarakat. Norma dalam masyarakat hendaknya dipatuhi oleh anggota Masyarakat, karena norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik Individu maupun kelompok, yang melanggar norma mendapat hukuman Yang berwujud sanksi, antara lain sanksi agama, sanksi susila, sanksi Moral bagi pelanggaran kesopanan, hukum atau kebiasaan masyarakat.
4. Moral adalah suatu tuntutan perilaku yang baik, yang dimiliki oleh individu Sebagai moralitas, yang tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan Tingkah laku. Moral merupakan tuntutan perilaku yang dibawakan oleh Nilai. Moral sangat penting untuk diinternalisasikan dalam kehidupan Sehari-hari.
Daftar pustaka


Azra, azyumardi. 2002. “pendidikan kewargaan untuk demokrasi di
Indonesia.” Makalah dalam seminar nasional pendidikan
Kewargaan (civic education) di perguruan tinggi, jakarta, 28-29
Mei.

Darmodihardjo, dardji. 1996. Penjabaran nilai-nilai pancasila dalam sistem
Hukum indonesia. Jakarta: rajawali.

Hakim, suparlan, dkk. 2002. Pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan
Tinggi. Malang: universitas negeri malang.

Kaelan. 2002. Pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta: paradigma.

Kaelan. 2003. Pendidikan pancasila. Yagjakarta: paradigma.

Margono, dkk. 2002. Pendidikan pancasila (topik aktual kenegaraan dan
Kebangsaan). Malang: universitas negeri malang.

Ruminiati. 2005. Pengembangan pkn sd. Jakarta: direktorat jenderal
Perguruan tinggi.

Sumantri, muhammad numan. 2001. Menggagas pembaharuan pendidikan
Ips. Bandung: pt. Remaja rosda karya.

Sumarsono, dkk. 2005. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: gramedia
Pustaka utama.

Ubaidillah, a., dkk. 2006. Demokrasi, ham, dan masyarakat madani. Jakarta:
Icce, uin syarif hidayatullah.

Winataputra, udin. 2001. “apa dan bagaimana pendidikan
Kewarganegaraan.” Makalah dalam lokakarya civic education
Dosen iain/stain se-indonesia, sawangan-depok.

Yusra, dhoni. 2006. Membangun karakter dan kepribadian melalui
Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: graha ilmu.

Zamroni. 2001. Pendidikan untuk demokrasi: tantangan menuju civil
Society. Yogjakarta : biograf publishing.


[1] Klasifikasi bidang ilmu

10 comments: