Wikipedia

Search results

Wednesday, November 25, 2015

pemikiran pendidikan islam menurut hasan al-banna

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah telah mencatat para generasi dakwah Islam di era modern akan banyak pahlawan, dan hal tersebut telah terjadi, dan akan terus terjadi dari mereka yang memiliki sikap dan prinsip dengan tetap berpegang teguh pada manhaj Islam yang benar dan lurus. Jika boleh dikatakan bahwa mereka mampu mencapai puncak hingga peringkat sebagai pengemban dan pembawa manhaj ilahi dari generasi pertama umat Islam, dan tugas dari gerakan Islam adalah mengenang para pahlawannya dan mengapresiasi para syuhada di jalannya, sehingga kelak mereka menjadi panutan yang dapat memberikan pencerahan dan petunjuk bagi generasi dakwah setelahnya, dan setiap orang yang mengambil jalan ini. Kiranya tidak berlebihan jika Hasan al Banna –selain dikenal sebagai tokoh pergerakan- dia juga dikenal sebagai seorang tokoh pendidikan.
Dengan konsep pendidikannya yang menggunakan metode yang berbeda dengan yang berkembang di Mesir dan beberapa negara islam pada saat itu, beliau ingin menunjukka bahwa konsep pendidikannya dapat menjadi alternatif terbaik untuk mengatasi kondisi bangsa Mesir khususnya dan umat islam pada umumnya. Hasan al-Banna adalah seorang ilmuan dan pemikir muslim dari mesir yang tidak sedikit kontribusinya dalam bidang pendidikan.







B.     Rumusan Masalah
Bagaimana pemikiran Hasan Al Banna tentang komponen komponen dalam pendidikan Islam?
C.    Tujuan Dan Kegunaan
1.      Tujuan
a.       Untuk mengetahui pemikiran Hasan Al Banna tentang komponen komponen dalam pendidikan Islam
b.      Memperdalam pemahaman tentang prinsip pemikiran Hasan Al Banna dalam pendidikan Islam.
2.      Kegunaan
a.       Menambah wawasan tentang pemikiran Hasan Al Banna dalam pendidikan Islam
b.      Memperkaya khazanah keilmuan untuk dikembangkan selanjutnya yaitu tentang konsep pemikiran Hasan Al Banna.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Tokoh
Hasan Al Banna dilahirkan di kota kecil Mahmudiyah di muara Sungai Nil, sembilan puluh mil di sebelah barat laut Kairo, pada tahun 1906[1]. Julukannya adalah Pembaharu Islam Abad ke-20.[2] Ayahandanya, bernama Syeikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, yang lebih terkenal dengan panggilan as-Sa'ati, atau si tukang arloji. Syeikh Ahmad sehari-harinya di samping sebagai tukang reparasi arloji juga merangkap sebagai imam masjid dan guru agama di masjid setempat.
Hasan Al Banna lahir dari keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam suasana keluarga yang taat. Sebagai seorang ayah, Syeikh Ahmad mencita-citakan putranya (Hasan) sebagai mujahid (pejuang) disamping seoarang mujaddid (pembaharu). Sejak kecil Hasan Al Banna telah dituntut untuk menghafalkan Al-Qur‟an penuh. Baru setelah itu ia di masukkan sekolah persiapan yang dirancang pemerintah Mesir menunit model sekolah dasar, tanpa pelajaran bahasa asing. Dan ketika di rumah Hasan bergelut dengan perpustakaan pribadi ayahnya, yang berisi buku agama, hukum, hadis dan ilmu bahasa.[3]
Aktivitas dakwah Hasan al-Banna bermula ketika dia masih seorang bocah tanggung. Pada usia 12 tahun, ia bergabung dengan Masyarakat untuk Tingkah Laku Moral. Hal ini menunjukkan bahwa bocah kelahiran 1906 ini sudah tertarik pada masalah-masalah keagamaan sejak usia dini.[4] Pada usia 14 tahun (1920), Hasan Al Banna masuk sekolah guru tingkat pertama di Damanhur. Dan dalam usia itu pula Hasan Al Banna juga menjadi anggota aktif golongan sufi Hasafiyah, dan tetap aktif di jamiyah tersebut sampai dua puluh tahun berikutnya. Sejak di sekolah menengah hasan sudah terpilih sebagai ketua Jam‟iyatul Ikhwanial-adabiyah, yakni sebuah perkumpulan yang terdiri dari calon pengarang. Ia juga mendirikan dan sebagai ketua Jam‟iyatul Man‟il Muharramat, semacam serikat pertobatan serta pendiri dan sekretaris Jam‟iyatul Hasafiyah Khairiyah, semacam organisasipembaharuan. Kemudian ia juga menjadi anggota Makarimul Akhlaqil Mukarramah, yaitu Perhimpunan Etika Islam.
            Pada usia enam belas tahun, ia pergi ke Kairo untuk melanjutkan sekolah guru bahasa Arab, sebuah lembaga pendidikan produk abadpembaharuan yang berdiri pada abad 19 dan boleh dikatakan sebagai miniatur Al-Azhar.
            Pada tahun 1927, saat usia Hasan Al Banna mencapai 21 tahun, ia lulus dari al-Ulum dan mendapat tugas sebagai guru Sekolah Dasar Ismailiyah markas besar Perusahaan Terusan Suez yang dikuasai oleh Inggris.
            Pada bulan Maret 1928, di kota Ismailiyah, ia mendirikan Gerakan Ikhwanul Muslimin[5]. Dia membentuk Ikhwanul Muslimin dengan tujuan memulai gerakan revolusioner untuk memandu bangsanya yang salah arah. Anggota Ikhwanul Muslimin adalah orang-orang yang berdedikasi dan beriman sehingga mereka tidak akan menyimpang dari prinsip-prinsip. Mereka mengunjungi semua rumah dan berusaha meyakinkan penghuni rumah untuk bergabung dengan mereka dan menghindari gemerlap dunia dan nilai-nilai Barat.[6]Gerakan ini dalam perjalanan perjuangannya di Mesir akhirnya mengalami beberapa hambatan dari pemerintahan Mesir sendiri, setelah kekhawatiran pemerintah atas keterlibatan Ikhwanul Muslimin dalam agitasi dan kekerasan, tepatnya pada tahun 1948, ketika pecah perang Palestina dan peran Mesir yang mengecewakan.
Puncaknya tanggal 8 Desember 1948, dengan keluar perintah militer yang berisi pembubaran Ikhwanul Muslimin dan cabangnya di mana saja, menutup pusat-pusat kegiatannya, menyita koran, dokumen, majalah dan semua publikasinya serta uang dan kekayaan Ikhwanul Muslimin. Kebijaksanaan pemerintah tersebut juga dibarengi dengan penangkapan dan pengahalauan para pejuang dan tokoh-tokoh Ikhwan ke kamp-kamp konsentrasi dan penjara.
            Hasan Al Banna masih mencoba mendekatkan pengertian untuk menjernihkan masalah, tapi pada tanggal 28 Desenber 1948, perdana menteri an-Nuqrasy terbunuh, dan tuduhan dialamatkan ke kelompok Ikhwan, dan menjadikan kondisi bertambah parah. Tujuh minggu setelah kejadian tersebut pada tanggal 12 Februari 1949, Hasan Al Banna dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia Mesir.[7]
            Peristiwa itu terjadi pada masa Ibrahim Abdul Hadi yang menggantikan Nuqrasy sebagai perdana menteri dengan bekerjasama dengan istana dan agen imperialis Inggris. Setelah tewasnya Hasan Al Banna terjadilah penangkapan dan penyiksaan serta pembunuhan besar-besaran kepada anggota Ikhwanul Muslimin.[8]
            Imam Asy-Syahid mempunyai beberapa murid seperti, Yusuf AlQardhawi, Syaikh Mutawalli Sya‟rawi, Musthafa As-Siba'i, Abdul Qadir Audah, Umar At-Tilmisani, Mustafa Masyhur dan lain-lainnya. Ia mewariskan dua karya monumentalnya, yaitu Mudzakkirat al-Dakwah wa Da‟iyyah (Catatan Harian Dakwah dan Da‟i), dan Majmu‟ah Rasail (Kumpulan Surat-Surat). Selain itu, Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah sepanjang zaman.[9]

B.     Karya-Karya
Imam Hasan Al-Banna adalah seorang pendakwah Islam dan juga tokoh pembaharuan. Hasan Al-Banna himpunkan sekumpulan orang-orang Islam yang berwibawa serta mempunyai kesanggupan untuk hidup dan mati dalam memperjuangkan Islam. Beliau ingin menegakkan cara hidup Islam di Mesir. Lantaran itu, beliau menumpukan lebih banyak masanya di sudut amali gerakannya, iaitu memberi latihan akhlak dan rohani kepada para anggota Ikhwan.
1.      Muzakirat ad-Da’awah wa-Dai’yiah
Inilah hasil karyanya yang terulung. Buku ini terbahagi kepada dua bahagian. Bahagian pertama menyentuh kehidupan pribadinya dan bahagian kedua pula ialah mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin.

2.      Risaail-Al-Imamu-Syahid.
Buku ini ialah himpunan beberapa makalah yang disusunnya pada waktu waktu tertentu sepanjang hayatnya.
Buku ini terbahagi kepada tajuk-tajuk yang berikut:
1.      Risalatu Ta'alim.
Buku kecil ini mengandungi arahan-arahan yang diberinya kepada mereka yang memasuki gerakan Ikhwanul Muslimin.
2.      Risalah Jihad
Makalah ini menerangkan kewajiban, kepentingan dan kelebihan Jihad. Imam Hasan Al-Banna menulis makalah ini ketika para sukarelawan ‘Ikhwanul Muslimin’ melancarkan Jihad terhadap Yahudi di Palestin. Manakala ini merupakan panduan untuk para mujahidin Islam.
3.      Da’watuna Fi Taauri Jadid:
Makalah ini bermaksud ‘Dakwah kami di tahap baru’. Makalah ini ditulis ketika gerakan Ikhwanul Muslimin sedang pesat berkembang dan ramai para belia sedang menganggotainya.
4.      Ar-Risail Ats-Tsalaasah:
Karya Hasan Al-Banna yang ini pula terdiri daripada tiga makalah. Tajuk makalah yang pertama ialah ‘Apakah tugas kita?’. Tajuk makalah yang kedua ialah ‘Ke arah mana kita menyeru manusia?’. Tajuk makalah yang ketiga pula ialah ‘Risalah Cahaya’.
5.      Perbandingan di antara yang dahulu dan sekarang.
Makalah ini ialah yang pertama sekali ditulis oleh Imam Hasan Al-Banna. Dalam makalah ini, beliau menerangkan dasar-dasar Islam dan ciri ciri pembaharuan ummah.
6.       Risalatul Mu’tamarul Khamis.
Makalah ini merupakan syarahan Hasan Al-Banna di dalam Muktamar Kelima Ikhwanul Muslimin. Dalam syarahannya ini beliau menilai kembali pencapaian Ikhwanul Muslimin sepanjang sepuluh tahun yang lepas.


7.      Ikhwanul Muslimin di bawah panji-panji Al-Quran.
Dalam syarahan ini, matlamat dan tujuan Ikhwan telah dijelaskan. Beliau juga membincangkan tugas serta kewajipan para belia. Makalah ini juga mengemukakan saranan supaya dilakukan pemberontakan terhadap kuasa-kuasa penjajah yang sedang menghancurkan masyarakat Mesir.
8.      Persoalan-persoalan negara dari segi kaca mata Islam.
Imam Hasan Al-Banna menulis makalah ini selepas tertubuhnya negara Pakistan. Beliau membincangkan masalah masalah politik negara Mesir dan negara-negara Islam yang lain. Turut dibincangkan ialah negara baru Pakistan yang sedang diancam oteh India dengan bantuan pihak Kornunis.
Dalam bahagian pertama, beliau membincangkan segala keburukan yang ada corak kerajaan waktu itu dan kemudian beliau memberi penyelesaian kepada masalah tersebut menurut dasar dasar Islam.
Dalam bahagian kedua, dasar ekonomi diperbincangkan. Seterusnya, beliau menghuraikan sistem ekonomi Islam dan penyelesaian kepada masalah ekonomi Barat.
9.      Syarahan syarahan Imam Hasan AI Banna.
Buku ini mengandungi syarahan syarahan dan kuliah-kuliah Hasan Al-Banna. Ia merupakan satu khazanah ilmu.
10.  Maqalat Hasan Al-Banna.
Buku ini ialah himpunan nasihat nasihat dan arahan arahan Imam Hasan AlBanna kepada sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin.
11.  Al-Ma’thurat.
Buku ini ialah himpunan do’a-do’a dan zikir yang disusun oleh Imam Hasan Al-Banna sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum solat Maghrib. Ia merupakan pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan dakwah Islamiah.




C.    Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Tokoh Hasan Al-Banna
1.      Tujuan
Pada hakekatnya tujuan pendidikan Madrasah Hasan Al Banna merupakan suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang dikehendaki, yang mempengaruhi dan menggejala dalam prilaku, berorientasi untuk merealisasikan identitas Islami, yaitu , membentuk kepribadian muslim.[10]
            Hasan Al Banna sering mengatakan bahwa pendidikan (tarbiyah) adalah upaya ikhtiari manusia untuk merubah kondusi ke arah yang lebih baik. Beliau berkata :
            “Pendidikan (tarbiyah) harus menjadi pilar kebangkitan. Pertamatama, umat Islam harus terdidik, dengan itu akan mengerti hak-haknya yang harus diterimanya secara utuh, dan mempelajari berbagai sarana agar dapat memperoleh hak-hak tersebut”[11]
            Mencermati kutipan di atas, setidaknya ada tiga hal yang sangat mendasar dan perlu digarisbawahi yang berkaitan dengan pendidikan umat Islam :
a.       Umat Islam tidak boleh menjadi umat yang bodoh, ia harus punya pendidikan.
b.      Umat Islam harus mengetahui dan menjalankan kewajibankewajibannya, dengan itu ia akan mengetahui akan hak-hak yang harus menjadi miliknya.
c.       Umat Islam tidak hanya dituntut punya pengetahuan teoritis, tapi juga keterampilan (skill) sebagai saran memperoleh hal-hal yang berkenaan dengan haknya.
2.      Materi
a.      Ketuhanan.
Aspek ketuhanan atau keimanan merupakan segi terpenting dalam pendidikan Islam[12]. Yang demikian itu karena tujuan pertama dari pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang beriman kepada Allah. Dalam Al-Qur'an ada ayat yang mengisyaratkan hal ini, yaitu ayat :
$yJ¯RÎ) šcqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?ötƒ (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ  
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka Itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15).
Tiang pendidikan berdasar Ketuhanan adalah hati yang hidup yang berhubungan dengan Allah Swt, meyakini pertemuan denganNya dan hisab-Nya, mengaharapkan rahmat-Nya dan takut akan siksaNya. Hati adalah satu-satunya pegangan yang dapat ditunjukkan oleh seorang hamba kepada Tuhannya pada hari kiamat sebagai sarana bagi keselamatannya.
 Allah Swt berfirman:
tPöqtƒ Ÿw ßìxÿZtƒ ×A$tB Ÿwur tbqãZt/ ÇÑÑÈ   žwÎ) ô`tB tAr& ©!$# 5=ù=s)Î/ 5OŠÎ=y ÇÑÒÈ  
Artinya : (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yangbersih. (QS. Asy-Syu‟ara: 88-89)
Di antara nilai-nilai pokok yang dilaksanakan oleh pendidikan Ketuhanan Ikhwanul Muslimin adalah ibadah kepada Allah Swt. Itulah tujuan pertama dari penciptaan manusia.
Di antara unsur-unsur pokok yang ditekankan dalam ibadah adalah :
1)      Tetap mengikuti Sunnah dan menjauhi bid'ah, sebab setiap bid’ah adalah sesat.
2)      Mengutamakan ibadah-ibadah fardhu, sebab Allah tidak menerima ibadah sunnah sebelum ditunaikan yang fardhu.
3)      Menggemarkan shalat berjamaah, meskipun mazhab-mazhab berbeda pendapat mengenai hukumnya, ada yang mengatakan fardhu ain, ada yang mengatakan fardhu kifayah dan ada yang mengatakan sunnah muakkad.
4)      Menggemarkan amalan sunnah
5)      Menggemarkan berzikir kepada Allah.
Allah Swt berfirman :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#râè0øŒ$# ©!$# #[ø.ÏŒ #ZŽÏVx. ÇÍÊÈ   çnqßsÎm7yur Zotõ3ç/ ¸xϹr&ur ÇÍËÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS.Al- Ahzab: 41-42)[13]
b.      Sempurna dan Lengkap
Sesungguhnya kesempurnaan dan kelengkapan yang menyeluruh adalah ciri khas Islam baik dalam bidang akidah, ibadah dan hukum. Semuanya mendapat tempat yang khas dalam bidang pendidikannya.
1)      Aspek Akal
Ikhwanul Muslimin menaruh perhatian besar pada aspek ini, sesuai dengan perhatian Islam sendiri padanya. Ayat pertama yang diturunkan Allah kepada Muhammad Saw adalah:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ
Artinya: “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.” (QS. Al-Alaq: 1)
Berpikir dalam Islam adalah ibadah, mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah fardu, sebagaimana kejumudan itu adakah keji dan taklid adalah kejahatan. Berpikir dalam Islam adalah ibadah, mencari bukti adalah wajib dan menuntut ilmu adalah fardu, sebagaimana kejumudan itu adakah keji dan taklid adalah kejahatan. Islam menuntut dari seorang muslim supaya mempunyai bukti-bukti tentang Tuhannya dan dakwahnya hendaklah berlandaskan akal. Iman seorang mukallid tidaklah diterima dan Islam tidak membenarkan penganutnya menjadi pengekor, berpikir dengan kepala orang lain, lalu ia mengikuti saja tanpa pemikiran dan pengertian. Bahkan ia harus berpikir, sendiri merenungkan dan memahami. Al-Qur‟an menempatkan ilmu lebih dahulu dari iman dan ta‟at, kedua-duanya adalah hasil dari ilmu atau cabang daripadanya.
            Demikian pendidikan Ikhwanul Muslimin yang menempatkan pember.tukan akal atau ilmu pada tempat terdepan dalam sistemnya yang bersifat menyeluruh. Kekeliruan kaum muslimin memahami Islam adalah akibat dua perkara penting yaitu:
a)      Endapan-endapan masa kemunduran dan apa yang masuk ke dalam Islam pada masa itu berupa percampur-adukan, bid'ah, dan pengertian yang salah disebabkan penyelewengan dari mereka yang ekstrim, usaha dari mereka yang sengaja membuat kebatilan dan penafsiran orang-orang bodoh. Dalam suasana seperti ini taklid dan fanatik mazhab berkembang dengan subur.
b)      Pengaruh-pengaruh pertarungan pemikiran atau penjajahan kebudayaan yang menimpa negeri-negeri Islam pada masa penjajahan asing, yang memasukkan pengertian-pengertian baru dan pemikiran-pemikiran asing dalam kehidupan kaum muslimin. Semua ini dimajukan dan diperkuat melalui lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran dan badanbadan ilmiah dan pengarahan.[14]
Al-Qur'an dan tafsir adalah sumber yang pertama bagi Ikhwanul Muslimin, dengan ketentuan tafsir ulama salaf yang didahulukan atas tafsir-tafsir lainnya. Sebab itu mereka bertumpu pada Tafsir Ibnu Katsir dan menjadikannya sebagai sumber utama.
As-Sunnah sebagai sumber kedua, dengan ketentuan mengenai keautentikannya dan syarahnya (penjelasannya) mereka harus berpegang pada imam-imam Hadits yang terpercaya.
Pada akhir hayatnya, Imam Hasan Al Banna menyadari bahwa jama‟ahnya perlu memperdalam aspek pemikiran dan ilmiah pada anggota-anggotanya dari satu segi dan menjelaskan aspek-aspek Islam dan tujuannya kepada selain anggota dari segi lain. Lalu beliau menerbitkan majalah bulanan Asy-Syihab untuk mengisi kekosongan ini dan merealisasikan tujuan tersebut. Majalah ini menggantikan majalah Al-Manar yang telah terhenti penerbitannya seelah pemimpinnya Sayid Rasyid wafat. Kebanyakan isinya ditulis oleh Hasan Al Banna sendiri.[15]
2)      Aspek Akhlak
Di antara aspek pendidikan yang terpenting menurut Ikhwanul Muslimin ialah aspek kejiwaan atau akhlak. Mereka sangat mementingkan dan mengutamakannya serta menganggapnya sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat. Imam Hasan Al Banna menamakannya “Tongkat Komando Perubahan”, seperti tongkat yang mengalihkan perjalanan kereta api dari satu jalur ke jalur lainnya.
            Islam memandang akhlak utama sebagian daripada iman atau sebagian dari buahnya yang matang. Sebagaimana iman, begitu pula Islam tergambar pada keselamatan akidah dan keikhlasan beribadah, tergambar pula pada kemantapan akhlak.
            Akhlak mencakup hal yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek-aspek kehidupan termasuk pengendalian diri, benar dalam perkataan, baik dalam perbuatan, amanah dalam mu'amalah, berani dalam mengeluarkan pendapat, adil dalam memutuskan, tegas dalam kebenaran. bulat tekad untuk kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, melarang dari yang mungkar, antusias tehadap kebersihan, menghormati peraturan dan tolong menolong atas kebaikan dan takwa.
            Diantara hal yang paling penting yang ditanamkan oleh Ikhwanul Muslimin ke dalam jiwa pengikutnya yaitu:  Sabar, Tabah, Cita-cita, Pengorbanan.
3)      Aspek Jasmani
Ikhwanul Muslimin tidak mengabaikan aspek jasmani dalam pendidikan anggota-anggotanya. Sebab tubuh adalah sarana manusia untuk mencapai maksudnya serta melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dunia.
Tujuan dari pendidikan ini adalah:
a)      Kesehatan badan dan terhindarnya dari penyakit.
b)      Kekuatan jasmani dan ketrampilannya.
c)      Keuletan dan ketahanan tubuh.
Karena itu Ikhwanul Muslimin mendirikan klub-klub olahraga, team-team kepanduan, menyiapkan gerak jalan dan perkemahan yang bersifat rutin dan periodik sebagai latihan yang intensif untuk hidup dalam kekurangan, tahan dan sabar di padang pasir, didaerah pegunungan di bawah terik matahari dan udara yang sangat dingin atau menghadapi hujan atau kurangnya air dan makanan.[16]
4)      Aspek Jihad
Aspek pendidikan Ikhwanul Muslimin yang paling menonjol adalah pendidikan jihad. Imam Hasan Al Banna menganggap jihad sebagai salah satu rukun bai'at yang sepuluh dan salah satu semboyan yang diteriakkan oleh jama'ah adalah kalimat “Jihad itu adalah jalan kami dan mati pada jalan Allah adalah cita kami yang tertinggi.”
5)      Aspek Politik
Pendidikan politik madrasah Hasan Al Banna didasarkan atas sejumlah prinsip, yaitu:
a)      Memperkuat kesadaran dan perasaan wajib membebaskan negeri Islam dengan segala cara yang sah.
b)      Mernbangkitkan kesadaran dan perasaan atas wajibnya mendirikan “pemerintahan Islam”,
c)      Mernbangkitkan kesadaran dan perasaan akan wajib terwujudnya persatuan Islam. Persatuan adalah kewajiban agama dan keharusan hidup.
3.      Metode
Menurut Hasan Al Banna, metode pendidikan harus seirama dengan konsep dan martabat manusia sebagai khalifah Allah. Artinya, metode dan pendekatan dalam pendidikan haruslah mencontoh prinsip prinsip Qur’ani, yaitu :
a.       Bersifat komprehensif, yaitu satu sama lain saling mengisi.
b.      Mampu mendidik manusia untuk layak berintegrasi bagi kehidupan dunia akhirat.
c.       Mengakui adanya kekuatan dalam diri manusia, ruh, akal, jasmani, dan bekerja demi memenuhi kebutuhannya.
d.      Siap untuk diterapkan, artinya tidak terlalu idealis dan mungkin diikuti dan diterapkan oleh manusia.
e.       Metode praktik, bukan sekedar teoritis.
f.       Bersifat kontinue, sesuai bagi seluruh manusia dan berlangsung sampai manusia menemui Rabbnya.
g.      Menguasai seluruh perkembangan dalam hidup manusia, mencapai batasan yang mampu diakses oleh manusia dengan kekuatan yang dimilikinya.[17]
4.      Pendidik dan Peserta Didik
Tentang hubungan pendidik dengan peserta didik menurut pemikiran Hasan Al Banna dapat terbaca dari cuplikan-cuplikan pidato dan surat-surat yang ia kirimkan kepada anggota-anggota dan simpatisan al-Ikhwan al-Muslimin yang selalu memakai tema al-ikhwan[18]. Kata “nahnu dengan arti “kita”, dan memakai kata kerja berawalan “nun” (fill mudhari), seperti” na‟taqidu ( نعتق ) dengan arti kita meyakini, nunadihim dengan arti kita ajak mereka, dan lain-lain.
            Hubungan yang dekat antara Hasan Al Banna dengan jamaahnya merupakan refleksi dari pemikirannya tentang perlunya membangun hubungan yang erat antara murabby dengan murabba. Hubungan antara murabby (Tuhan) dengan murabba (alam semesta) merupakan manifestasi dari pemahamannya terhadap potongan ayat “al-hamd li Allah Rabb al- Ilamin”. Suatu hubungan yang melambangkan kasih tanpa pilih terhadap anak-anak didik yang notabenenya mereka berasal dari berbagai strata kehidupan dan kemampuan yang variatif.
            Kehangatan hubungan antara seorang pendidik dengan anak didik merupakan suatu hal yang krusial yang mestinya diwujudkan dalam pendidikan, sebab hal itu menurut sebuah penelitian akan memberikan pengaruh positif terhadap usaha belajar siswa/anak didik.[19]
            Jika dianalisis secara seksama pemikiran Hasan Al Banna yang tertuang dalam karyanya yang cukup monumental itu, melahirkan kesan bahwa beliau itu boleh dikatakan tidaklah seorang teoritisi yang hanya bergelut dengan pemikifan tanpa aplikasi di dunia nyata. la sebenarnya lebih dekat dikatakan sebagai seorang praktisi lapangan. Implementator dari setiap gagasan yang ia petik dan ia pahami dari isyarat-isyarat Qur’ani.
            Pandangan semacam ini identik dengan pendapat Shalaluddin Jursyi, menurutnya, Hasan Al Banna itu lebih menonjol kemampuan memimpinnya dan mendidik umat dengan berbagai kecakapan yang dimilikinya dan ia selalu berperan sebagai orang tua dalam hubungannya dengan para pengikutnya.[20]
            Suatu hal yang rasanya perlu dicatat terutama bagi pengelola pendidikan terutama bagi orang-orang yang berkiprah di dunia pendidikan. Menurut beliau, hendaklah ditangani oleh orang yang punya kekuatan jiwa, tekad yang kuat dan semangat yang tegar. Memiliki kesetiaan yang utuh, bersih dari sikap lemah dan jauh dari sifat munafik. Punya sifat rela berkorban, tidak mudah diperdayakan oleh hal-hal material, dan jauh dari sifat serakah.[21] Seluruhnya merupakan kompetensi kpribadian yang hams dimiliki setiap individu yang bergerak dalam dunia pendidikan.
            Hal yang perlu diteladani dari pemikiran Hasan Al Banna terutama dalam hal hubungan pendidik dengan peserta didik yang merupakan gambaran kompetensi kepribadian adalah, mendidik dengan hati dan selalu mendoakan anak didik.
            Dalam hal kelemah lembutan, Saiful Islam anak kedua dari Hasan Al Banna-Sekjen Aliansi Advokat dan anggota Parlemen Mesir menuturkan: “Ayah mengajari kami dengan penuhb cinta kasih, ketulusan, kelembutan dan penuh rasa harap.”[22]
5.      Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi sebagai salah satu komponen pendidikan sasarannya adalah proses belajar mengajar. Namun bukan berarti evaluasi itu hanya tertuju kepada hasil belajar murid, ia juga bisa meramalkan tentang keuntungan yang diperoleh melalui penyelenggaraan yang tepat dalam merumuskan tehnik-tehnik.[23]
            Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal yang muncul dari pemikiran Hasan Al Banna di antaranya yang paling penting sekali adalah kejujuran. Untuk membentuk sifat jujur di dalm diri peserta didik, ia menerapkan sebuah model evaluasi “al-muhasabah” sebagai sebuah metode untuk membentuk sikap percaya diri sendiri, yaitu membuat pertanyaan-pertanyaari'yang ditujukan oleh seseorang kepada dirinya sendiri dan ia sendiri yang harus menjawabnya dengan “ya” atau “tidak”. Introspeksi hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan orang lain. Tujuannya adalah menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.[24]
            Untuk membentuk jiwa yang jauh dari kecurangan, Hasan Al Banna menanamkan keyakinan kepada mereka bahwa Allah selalu menyertai mereka. Sedangkan dari aspek tujuan evaluasi adalah untuk menjadi sarana kenaikan manzilah (kedudukan).

BAB III
RELEVANSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM TOKOH HASAN AL-BANNA DENGAN PENDIDIKAN MASA TERKINI
A.  Tujuan
Tujuan pendidikan menurut Hasan Al-Banna yang menekankan pada keseimbangan antara jasmani, akal, dan hati sangatlah sesuai dengan tujuan pendidikan pada masa sekarang. Hal tersebut bisa dilihat dari pendidikan sekarang yang menekankan keseimbangan antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Tiga strategi yang diterapkan Hasan Al-Banna untuk mereformasi kurikulum pendidikan seperti
a.       melakukan seleksi terhadap materi-materi pelajaran,
b.      menyeleksi dan menyiapkan para guru,
c.       menyeleksi buku-buku ajar masih diterapkan sebelum pembelajaran dimulai di era sekarang ini, hal tersebut dapat dilihat dari persiapan seorang pendidik yang membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) sebelum memulai proses belajar mengajar. 
B.  Metode
Metode pendidikan yang digunakan Hasan Al-Banna merupakan metode pembelajaran modern yang pada masa sekarang masih relevan, mengingat sebagian besar dari metode tersebut masih digunakan pada proses pembelajaran sekolah-sekolah, terutama sekolah ideal.
Pemikiran Hasan al-Banna dapat dikategorikan kedalam pemikiran rasional religius, yakni mengedepankan akal dengan tetap berpegang teguh pada sumber ajaran agama yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Pemikiran Hasan al-Banna dalam hal pendidikan dapat dikategorikan ke dalam aliran rekontruksionisme yaitu suatu aliran yang berusaha mengatasi krisis kehidupan modern dengan membangun tata susunan hidup yang baru melalu lembaga dan proses pendidikan. Adapun teori dan ide pokok kependidikan yang ditawarkannya sangat ideal dan relevan untuk saat ini, hal ini terlihat adanya aspek-aspek yang diterapkannya melalui pendidikan madrasah, disana terdapat  keseimbangan antara pengetahuan umum dan pendidikan agama.
BAB IV
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uaraian tersebut terlihat jelas bahwa konsep pendidikan yang ditawarkan Ikhwan al-Muslimin sejalan dengan visi dan orientasi perjuangannya, yaitu membebaskan masyarakat dari keterbelakangan, baik dalam kehidupan keagamaan, ekonomi, politik, sosial, ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan. Dengan demikian, Ikhwan al-Muslimin menempatkan pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan harkat dan martabat ummat Islam khususnya yang berada di Mesir pada saat itu. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Ikhwan al-Muslimin telah menggunakan semua jenis dan model pendidikan, dari yang bersifat formal sampai kepada yang bersifat non formal untuk mewujudkan visi dan misinya itu.
Demikian pula berbagai metode yang dipandang efektif dan berdaya guna dapat digunakan sebagai cara untuk menerapkan pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikannya itu terlihat didasarkan pada ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan praktek kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Dalam kaitan ini, maka Ikhwan al-Muslimin dapat digolongkan kepada kelompok sunni dan salafi, karena selalu merujuk kepada kemurnian ajaran Islam.




[1] Abdul Kholiq, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Ktasik dan Kontemporer, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1999). h.253.
[2] Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2007), h. 244.
[3] Kholiq; loc. cit.
[4] Herry Mohammad, dkk.. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press. 2006), h. 202.
[5] kholiq, loc. cit. h. 253-254.
[6] M. Atiqu) Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia, (Jogjakarta: Diglossia, 2007) h. 376.
[7] Kholiq, loc. cit. h. 254-255.
[8] Imam Al-Ghazali Said. Ideologi Kaum Fundamentalis, Pengamh Politik al-Maududi Terhadap Gerakan Jamaah islamiyyah Trans Pakistan-Mesir, (Surabaya: Diantara, 2003), h. 167.
[9] Herry Mohamrnad, dkk., op. cit., h. 207.
[10] Kholiq,, op. cit., h. 256
[11] Utsman Abd. Al-Mu‟iz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyyah „Ind al-Ikhwan al-Muslimin, (Kairo: Dar al-Tauz-wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 2000), h. 39.
[12] Yusuf Qardhawi, Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. (Jakarta: Media Da‟wah, 1988), h. 9.
[13] Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna. terj. Bustami A.
Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 27-32.
[14] Ibid h. 44-45
[15] Ibid h. 47
[16] Ibid h. 60-62
[17]Ali Abd. Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2000), h. 53-54.
[18] Hasan Al-Banna. Majmu 'at Rasa „il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Kairo: Dar alDa'wah, 1411 H), h. 59.
[19] Elida Prayitno, Rekonstruksi Mata Kuliah Dasar Kependidikan, (Padang: IKIP, 1990), h. 578.
[20] Shalaluddin Jursyi, Membumikan Islam Progresif, terj. M. Aunul Abiet Syah, (Jakarta:
Paramadina. 2004), h. 60.
[21] Hasan Al-Banna, op. cit., h. 97.
[22]Muhammad Lili Nur Aulia. Cinta di Rumah Hasan al-Banna, (Jakarta: Puslaka Da'watuna, 2007), h. 39.
[23] Lesler D. Crow, Educational Psychology, terj. Z. Kasejen, (Surabaya: Bina ilmu, 1987), h. 5
[24] Yusuf al-Qardhawi. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami A. Ghani. (Jakarta: Bulan Bintang), h. 33.

No comments:

Post a Comment