Wikipedia

Search results

Wednesday, November 25, 2015

MODEL DAN PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Profesi guru kini semakin banyak tuntutan seiring dengan kebutuhan akan pendidikan yang bermutu. Salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru adalah evaluasi pembelajaran. Kompetensi ini sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran, yaitu mengevaluasi pembelajaran termasuk di dalamnya melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar. Kompetensi tersebut sejalan pula dengan instrumen penilaian kemampuan guru, yang salah satu indikatornyaa adalah melakukan evaluasi pembelajaran.
Dalam proses evaluasi pembelajaran eproses dan  hasil belajar, guru sering menggunakan instrumen tertentu, baik tes ataupun non tes. Instrumen ini mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dalam rangka mengetahui keefektifan proses pembelajaran di sekolah. Mengingat begitu pentingnya instrumen dalam kegiatan evaluasi pembelajaran, maka suatu instrument harus memiliki syarat- syarat tertent sekaligus menunjukan karakteristik instrumen. Pada makalah ini akan dibahas karakteristik instrument (alat ukur) yang baik dan model- model evaluasi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah karakteristik instrumen (alat ukur) yang baik?
2.      Apakah model- model evaluasi?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui  karakteristik instrumen (alat ukur) yang baik.
2.      Untuk mengetahui  model- model evaluasi.






BAB II
PEMBAHASAN

MODEL DAN PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN

A.    Karakteristik Alat Ukur yang Baik
Pemahaman tentang instrumen ini menjadi penting karena dalam praktek evaluasi dan penilaian, pada umumnya guru selalu mendasarkan pda proses pengukuran. Dalam pengukuran tentu harus ada alat ukur (instrumen), baik yang berbentuk tes maupun non tes. Alat ukur ada yang baik dan ada pula yang kurang baik. Instrument yang baik adalah instrument yang memenuhi syarat- syarat atau kaidah- kaidah tertentu, dapat memberikan data yang akurat sesuai dengan fungsunya, dan hanya mengukur sampel prilaku tertentu. Adapun karakteristik instrument evaluasi yang baik adalah:[1]

1.      Valid
Artinya suatu  instrumen dapat dikatakan valid jika betul- betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Misalnya alat ukur mata pelajaran Pendidin Agama Islam, maka alat ukur yang digunakan harus benar- benar dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam mempelajari PAI, tidakboleh dicampuradukan dengan materi pelajaran yang lain.
2.      Reliable
Artinya suatu instrumen dapat dikatakan reliable atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent). Misalnya seorang guru mengembangkan instrument tes yang diberikan kepada sekelompok peserta didik saat ini, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok peserta didik yang sama pada waktu yang berbeda, dan ternyata hasilnya sama, maka dapat dikatakan instrument tersebut mempunyai tingkat reabilitas yang tinggi.
3.      Relevan
Artinya intrumen yang digunakan harus sesuai dengan Standar kompetensi (kompetensi inti dalam K13), kompetensi dasar, dan indicator yang telah ditetapkan. Dalam konteks penilaian hasil belajar, maka instrumen instrument harus sesuai dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif dan psikomotor.
4.      Representativ
Representativ artinya materi instrumen harus betul- betul mewakili seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila penyusunan instrumen menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana materi yang bersifat aplikatif dan mana yang penting dan mana yang tidak.
5.      Praktis
Praktis artinya mudah digunakan. Jika instrument tersebut sudah memenuhi syarat tetapi sukar digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari teknik penyusunan instrument, tetapi bagi orang lain yang ingin menggunakan instrument tersebut.
6.      Deskriminatif
Diskriminatif artinya  instrumen itu harus dissusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukan perbedaan- perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu instrumen, maka semakin mampu instrumen tersebut menunjukan perbedaan secara teliti. Untuk mengetahui apakah instrument cukup deskriminatif atau tidak biasanya dilakukan uji daya pembeda instrument tersebut.
7.      Spesifik
Sepesifik artinya suatu instrumen disusun dan digunakan khusus untuk objek yang dievaluasi. Jika instrument tersebut menggunakan tes maka maka jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi atau spekulasi.
8.      Proposional
Artinya suatu instrument harus memiliki tingkat kesulitan yang proposional antara sulit, sedang, dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis instrumen, baik ataupun non tes.



9.      Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.[2]
10.  Obyektifitas
Suatu alat ukur dikatakan objektif bila pendapat atau pertimbangan dari pemeriksa tidak turut berpengaruh dalam proses penentuan angka atau proses scoring. Artinya, tidak ada unsure subyektif dari pihak pemeriksa didalam penenruan skor dari jawaban tes. Dengan kata lain diperiksa oleh siapapun tes itu, maka hasilnya akan sama.[3]

B.     Model- Model Evaluasi
Dalam study tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model- model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Misalnya Said Ahmad Hasan mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut:
1.      Model Evaluasi kuantitatif, yang meliputi model Tyler, model teoritik taylor dan Maguire, model pendekatan system alkin, model countenance stake, model CIPP, model ekonomi mikro.
2.      Model evaluasi kualitatif meliputi model study kasus, model iluminatif, dan model responsif.
Sedangkan Nana sudjana dan R, Ibrohim membagi model evaluasi menjadi empat bagian utama yaitu, “measurement, congruence, educational system, dan illumination”.[4] Dari beberapa model evaluasi yang telah disebutkan, beberapa diantaranya yaitu:

1.      Model Tyler
Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu tyler. Dalam buku Basic principles of curriculum and Instruction, tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut diberinya judul how can the effectiveness of learning experience be evaluated? Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi didasarkan pada  tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada awal tingkah laku awal peserta didik sebelum melakukan kegiatan pembelajaran dan sesudah melakukan kegiatan pembelajaran.
Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukan bahwa evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajartertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh pembelajaran. Penggunakan model tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang terkenal dikalangan guru adalah tes awal (pri- test) dan tes ahir (post- test). Model ini menyaratkan validitas informasi pada tes ahir.

2.      Model Berorientasi pada Tujuan
Dalam pembelajaran, kita mengenal adanya tujuan pembelelajaran umum dan tujuan khusus. Model evaluasi ini menggunakan kedua evaluasi tersebut sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai. Model ini dianggap lebih praktis karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Tujuan modal ini adalah membantu guru merumuskan tujuan dengan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan.
Selain itu, model ini juga membantu guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Instrument ini digunakan bergantung pada tujuan yangingin diukur. Hasil evaluasi akan mengggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program pembelajaran berdasarkan kriteria progam khusus. Kelebihan model ini terletak  pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.

3.      Model Pengukuran
Model pengukuran (measurement model) banyak mengukakan pemikiran- pemikiran dari R. Thorndike dan R.L.Ebel. sesuai dengan namanya, model ini sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran. Penguuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun pariwisata, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan model ini telah diterapkan untuk mengungkap perbedaan- perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, dan sikap. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan  seleksi peserta didik, bimbingan, dan perencanaan pendidikan.
Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku peserta didik, mencangkup hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek- aspek kepribadian peserta didik. Instrument yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis dalam bentuk tes objektif, yang cenderung dibakukan.

4.      Model Kesesuaian (Ralph W. Tyler, Jhon B. carrol, Les J. Cronbach)
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan system bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak– pihak yang memerlukan. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan pada akhir pendidikan, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Untuk itu, teknik evaluasi yang digunakan tidak hanya tes (tulisan, lisan, dan sperbuatan), tetapi juga non- tes (observasi, wawancara, skala, skala sikap, dan sebagainya).
Model evaluasi ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada dua tahap, yaitu sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Adapun langkah- langkah yang harus ditempuh dalam model evaluasi ini adalah merumuskan tujuan tingkah laku (behavioural objectives), menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan tingkah laku yang akan dievaluasi, menyusun alat evaluasi, dan menggunakan hasil evaluasi.

5.      Educational System Evalu Ation Model
Menurut model ini evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi dengan sejumalah kreterion baik yang bersifat mutlak atau interen maupun relative atau ekstren. Model ini menekankan system sebagai suatu keseluruhan ini dan merupakan penggabungan dari beberapa model sehingga objek evaluasinya pun diambil dari beberapa model.

6.      Model alkin
Memilih beberapa alternative. Alkin mengemukakan ada 5 jenis evaluasi, yaitu:
a.       System assessment, yaitu untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi dari suatu system.
b.      Program planning, yaitu untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.
c.       Program implementation, yaitu menyiapkan informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang direncanakan.
d.      Program improvement, yaitu memberikan informasi tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi, bekerja atau berjalan.
e.       Program certification, yaitu memberikan informasi tentang nilai atau manfaat suatu program.

7.      Illuminative Model
Model ini lebih menekankan pada evaluasi kealitatif- terbuka (open- ended). Objek evaluasi ini mencangkup latar belakang dan perkembangan system pembelajaran, proses pelaksanaan system pembelajaran.


8.      Model responsive
Metode ini menekankan pada pendekatan kualitatif- naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitasdari berbagai prespektif. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan , metode ini kurang percaya terhadap hal- hal yang bersifat kuantitatif. Instrument yang digunakan pada umumnya  mengandalkan observasi langsung maupun tidak langsung

C.    Pendekatan Evaluasi Pembelajaran
Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi menjadi:[5]

1.      Pendekatan Tradisional
Pedekatan ini berorientasi pada praktik yang ditujukan pada perkembangan aspek intelektual peserta didik. Aspek- aspek ketrampilan dan pengembangan sikap kurang mendapat perhatian yang serius. Dengan kata lain, peserta didk hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan- kegiatan evaluasi juga lebih difokuskan pada komponen produk saja, ementara komponen proses cenderung diabaikan.

2.      Pendekatan sistem
Berbeda dengan pendekatan tradisional yang lhanya menyentuh komponen produk saja, pendekatan sistematis adalah pendekatan yang difokuskan pada komponen evaluasi yang meliputi komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses, dan komponen produk. Komponen tersebut harus menjadi landasan pertimbangan dalam evaluasipembelajaran secara sistematis.
Selanjutnya pendekatan evaluasi yang dilihat dari penafsiran hasil evaluasi yaitu:

1.      Pendekatan Acuan Patokan (PAP)
Jika ingin menggunakan pendekatan ini, berarti guru harus membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan atau kriteria yang secara absolute atau mutlak telah ditetapkan oleh guru. Pendekatan ini cocok digunakan dalam evaluasi formatif yang berfungsi untuk perbaikan proses pembelajaran. PAP dapat menggambarkan prestasi belajar peserta didik secara objektif apabila alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang standar.

2.      Penilaian Acuan Norma (PAN)
Salah satu perbedaan pap dan pap adalah penggunaan tolak ukur hasil/ skor sebagai pembanding. Pendekatann ini membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman sekelasnya.



















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Alat ukur yang baik yaitu yang memenuhi syarat- syarat, valid, reliable relevan, respentatif, praktis, diskriminatif, sepesifik, dan proposional.
2.      Banyak sekali model- model evaluasi diantaranya yaitu, model tyler, model yang berorientasi pada tujuan, model pengukuran, model kesesuaian, educational system evalu ation model, model alkin, model Brinkerhoff, model illuminate, dan model responsive.
3.      Pendekatan evaluasi pembelajaran dapat dilihat dari dua segi yaitu komponen pembelajaran terdapat pendekatan tradisional dan pendekatan system. Sedangkan dilihat dari segi penafsiran hasil evaluasi terdapat penilaian acuan patokan (PAP) dan penilaian acuan norma (PAN).

B.     Penutup
Demikianlah makalah yang berjudul ”Model dan Pendekatan Evaluasi Pembelajaran”. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca terutama dosen mata kuliah ini. Agar pembuatan makalah selanjutnya bbisa lebih baik. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terimakasih.




[1] Kunandar, Penilaian autentik (penilaian Hasil Belajar Peserta didi Berdasarkan kurikulum 2013) ,(Jakarta: Rajawali Pers,2013), hlm. 82
[2] Suharsimi Arikunto, Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 77
[3] Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang, UIN- MALIKI PRESS, 2010), hlm.52
[4] Nana Sudjana, dan R. Ibrohim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan. (Bandung: sinar Baru Algensindo, 2007), hlm. 234
[5] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 85

1 comment: