BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Pendidikan merupakan proses membimbing, membina, mengajarkan
manusia agar manusia dapat mengetahui berbagai hal, dan dapat mengetahui apa
yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai mahluk yang disebut manusia, oleh
karena itu pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, dengan adanya
pendidikan manusia akan mampu melakukan apapun yang dia inginkan, dengan
pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya serta
mengembangkan akal pikirannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu manusia
tidak mengalami kesalahan yang fatal.
B. Rumusan
Masalah
1. Siapakah Ibnu Khaldun?
2.Apa Karya-Karya Ibnu Khaldun?
3.Bagaimana Konsep Pemikiran
Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun?
4.Bagaimana Relevansi Pemikiran
Pendidikan Islam Tokoh Ibnu Khaldun dengan Pendidikan Masa Kini?
C. Tujuan
dan Kegunaan
1. Mengetahui ibnu khaldun
secara lebih dekat
2.Mengetahui karya-karya Ibnu
Khaldun
3. Mengetahui pemikiran ibnu khaldun
tentang Pemikiran Pendidikan Islam
4. Untuk memenuhi tugas
Filsafat Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1.Biografi Tokoh Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan
cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah
dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang
secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan
alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata[1].
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn
Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1
Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau
dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak
usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya
yang terkenal adalah Muqaddimah(Pendahuluan).[2]
Beliau masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar,
salah seorang sahabat Nabi Saw. Wail bin Hajar pernah meriwayatkan sejumlah
hadith serta pernah dikirim nabi untuk mengajarkan agama Islam kepada para
penduduk daerah itu. Pada abad ke-8 M Khalid bin Utsman datang ke Andalusia
bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol. Khalid kemudian
lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang Andalusia dan
Afrika Barat Laut yakni dengan penambahan pada akhir nama dengan “uns” sebagai
pernyataan penghargaan kepada keluarga penyandangnya. Dengan demikian Khalid
menjadi Khaldun.
Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar
membaca dan menghafal al-Qur’an. Dia fasih dalam qira’at sab’ah (tujuh
cara membaca al-Qur’an), dia memperlihatkan caranya yang seimbang dan merata
antara mata pelajaran tafsir, hadith, fiqih dan gramatika bahasa arab yang
diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia).
Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang pemerintahan dan politik
di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama hampir seperempat Abad. Dalam
kurun waktu itu dari sepuluh kali dia pindah jabatan dari satu dinasti ke
dinasti yang lain. Jabatan pertaman Ibnu Khaldun pertama adalah sebagai anggota
Majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin di ibu kota Fez. Kemudian dia
diangkat menjadi sekertaris Sultan pada Tahun 1354.
Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya di
masjid. Kemudian dia pindah ke Biskarah. Dari Biskarah kembali ke Andalusia
baru dan menuju Tilimsan tahun 1374 M. Di
Tilimsan ini ibnu Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan membaca di rumah
bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamah sebagai tempat tinggal dan
tinggal di Istana Ibnu Salamah. Di tempat inilah selama empat tahun dia memulai
karnya yang terkenal dengan Kitab al-Ibar (sejarah Universal).
Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 Tahun. Untuk menghormati nama
besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi di Bab al-Nashr Kairo, yang merupakan
makam para ulama dan orang-orang penting.
Sebagai pelopor sosiologi, sejarah-filsafat, dan ekonomi-politik,
karya-karyanya memiliki keaslian yang menajubkan. “Kitab al-I’bar” termasuk
al-Taarif adalah buku sejarahnya yang monumental, berisi Muqaddimah serta
otobiografinya. Bukunya dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama terkenal
dengan muqaddimah, dalam bagian ini membicarakan tentang masyarakat,
asal-usulnya,kedaulatan, lahirnya kota-kota dan desa-desa, perdagangan, cara
orang mencari nafkah, dan ilmu pengetahuan. Bagian kedua kitab al-I’bar,
terdiri dalam empat jilid, membicarakan tentang sejarah bangsa arab dan
orang-orang muslim lainnya dan juga dinasti-dinasti pada masa itu, termasuk
dinasti syiria, persia, seljuk, turki, yahudi, romawi, dan prancis. Dan
bagian ketiga terdiri dari dua jilid, membicarakan bangsa barbar dan
suku tetangga, otobiografi yaitu Al-Taarfi.[3]
2.Karya-Karya
Ibnu Khaldun
Adapun
hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah:[4]
a)
Kitab
Muqaddimah
Merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari
bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang
merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang
mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini
adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.
b)
Kitab
al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa
al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar.
Atau “Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman
Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan
Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka”, yang kemudian terkenal
dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri dari tiga buku dan beberapa jilid.
c)
Kitab
al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif).
Oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan
bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai
kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara sistematis
dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling
berhubungan antara satu dengan yang lain.
d)
Lubab
al-Muhashshal fi Ushuluddin
e)
Syifa
‘al syail li Tahdz.
3.Konsep Pemikiran Pendidikan Islam
Menurut Tokoh Ibnu Khaldun
Menurut
Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata
bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam
kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial
yang menjadi ciri khas jenis insani.
Tradisi
penyeledikan ilmiah yang dilakukan oleh ibnu khaldun dimulai dengan menggunakan
tradisi berfikir ilmiah dengan melakukan kritik atas cara berfikir “model lama”
dan karya-karya ilmuwan sebelumnya, dari hasil penyelidikan mengenai
karya-karya sebelumnya, telah memberikan kontribusi akademik bagi pengembangan
ilmu pengetahuan yang sahih, pengetahuan ilmia memuat pengetahuan yang otentik[5].
a.
Tujuan
Pendidikan bukan hanya merupakan
proses belajar mengajar yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi pendidikan
adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan
menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. .Menurut Ibnu Khaldun
bahwa manusia itu secara esensial bodoh (jahil) layaknya seperti binatang,
manusia hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih
ditentukan rupa mentalnya. Artinya manusia itu adalah jenis hewan, namun Allah
SWT telah membedakan manusia dan hewan dengan memberi akal pikiran kepada manusia.
Pada mulanya manusia menggunakan akal pemilah, kemudian akal eksperimental dan
akhirnya menggunakan akal kritis. Melalui akal pikiran inilah, manusia mampu
bertindak secara teratur dan terencana.
Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan
Pendidikan, yaitu :
a) menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat
potensi iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain
b) menyiapkan seseorang dari segi akhlak
c) menyiapkan seseorang dari segi
kemasyarakatan atau sosial
d) menyiapkan seseorang dari segi vokasional
atau pekerjaan
e) menyiapkan seseorang dari
segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai
pekerjaan atau ketrampilan tertentu dan
f) menyiapkan seseorang dari segi kesenian.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukan
hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk
mendapatkan keahlian.
Ibnu Khaldun telah memberikan porsi yang sama antara
tujuan apa yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya
pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki. Atas dasar itulah Ibnu Khaldun
beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran
untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi
terbukanya pikiran dan kematangan individu dan kematangan berfikir adalah alat
bagi kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.
Pandangan
Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan
filosofis-empiris. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai
dalam proses pendidikan yaitu:
1)
Pengembangan
kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu.
2)
Penguasaan
keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman
3)
Pembinaan
pemikiran yang baik
b.
Materi
Adapun
pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah
satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu
itu menjadi dua macam yaitu:
1)
Ilmu-ilmu
tradisional (Naqliyah)
Ilmu
naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini
peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama,
karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil
dari al-Qur’an dan Hadits.
Adapun
yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu
qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab,
ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
2)
Ilmu-ilmu
filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu
ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk
berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada
sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia.
Menurut
Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu
yaitu:
1)
Ilmu
logika,
2)
Ilmu
fisika,
3)
Ilmu
metafisika dan
4)
Ilmu
matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika dan al-jabar, ilmu
music, ilmu astromi, dan ilmu nujuum.
Walaupun
Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi,
namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi
ilmunya. Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu
berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing
bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat
macam pembagian itu adalah:
1)
Ilmu
agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
2)
Ilmu
‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan
(metafisika)
3)
Ilmu
alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu
bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
4)
Ilmu
alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
Menurut
Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah merupakan ilmu
pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan
kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat untuk
mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun
tentang materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu
syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat).
Meskipun
dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau dari segi
kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan seimbang
namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia sejajar
dengan ilmu agama.
c.
Metode
Metode
pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru
dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri
perkembangan peserta didik dan suasana alam di sekitarnya dan tujuan membimbing
peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang
dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Metode
pendidikan sama halnya dengan metode pembelajaran (pengajaran), yang mana
pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode pendidikan terungkap lewat empat sikap
reaktifnya terhadap gaya para pendidik (guru) dimasanya dalam dasar empat dasar
persoalan pendidikan.
1)
kebiasaan
mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik
memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada
anak-anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan
menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit
demi sedikit, pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu
dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan
kesiapan anak didik, hingga selesai materi per-bab.
2)
memilah-milah
antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan,
kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu
kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta
logika yang dibutuhkan oleh filsafat.
3)
Ibnu
Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi
berinteraksi dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus
seperti ini dan seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa
munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.
4)
Ibnu
Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini
termasuk juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah
pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak,
maka pemukulan tidak boleh lebih dari tiga kali.
Ibnu
Khaldun memberikan sedikitnya ada dua bentuk pembelajaran yaitu:
1)
Tahapan pembelajaran
Pembelajaran
yang efektif dan efisien terhadap peserta dpembelajaran yang efektif dan
efisien terhadap peserta didik apabila dilakukan secara berangsur-angsur,
setapak-demi setapak dan apabila dilakukan secara berangsur-angsur.
Berkaitan dengan itu semua ibnu khaldun
menganjurkan agar para guru dan orang tua sebagai pendidik seharusnya berlaku
sopan dan adil dalam mengingatkan siswa, lain dari itu ibnu khaldun membolehkan
memukul siswa apabila dalam keadaan memaksa akan tetapi pukulan tersebut tidak
lebih tiga kali.
Dalam
literatur yang lainnya lagi dengan metode pengajaran ini ibnu khaldun
menjelaskan bahwa tiap-tiap pemikiran dan ilmu akan mengembangkan pada akal
yang cerdas, lebih lnjut beliau menjelaskan ilmu berhitung tidak sama dengan
metode problem-problem kemasyarakatan dan falsafah atau sejarah, dari sini
seorang pendidik harus mampu mengklasifikasi mata pelajaran dan metode
pengajaran.
2) Concertie method (metode
pemusatan)
Dalam
kaitan ini komponin pendidikan sama-sama dituntut untuk lebih fokus pada satu
atau dua pilihan bidang pendidikan saja, baik guru, para orang tua dan siswa.
Dalam beberapa referensi yang ada sepertinya sosok ibnu khaldun adalah seorang
yang menjunjung tinggi metode itu (specialisasi pelajaran) dan telaten.
Selain
metode diatas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya menjelaskan bahwa didalam
memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya:
a.
memberikan
problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan
kemampuan akal anak didik.
b.
Setelah
pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru
pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
c.
Pada
langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara
lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan
bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna.
Ibnu
Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan
metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan
mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan
berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak
didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang
menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang
benar.
Disamping
metode diskusi Isbnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan,
karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi
pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan
kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan
penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan
berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan
kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat
orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan
paham terhadap apa yang dipelajarinya.
d.Pendidik
Seorang pendidik hendaknya
memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta
didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu
peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para
pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik.
Kemampuan ini akan
bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat
kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan
peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian
terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan
menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan
keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan
pendidikan.
Ibnu Kholdun
menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada
peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian,
tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakan
peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi
berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong
rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli.
Dalam hal ini,
keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para
peserta didik menurut Ibnu Kholdun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan
dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada yang
dapat dipengaruhi oleh nasehat, pengajaran atau perintah-perintah.
Dalam melaksanakan
tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan smetode mengajar yang
efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang
perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
1)
Prinsip pembiasaan
2)
Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
3)
Prinsip pengenalan umum
(generalistik)
4)
Prinsip kontinuitass
5)
Memperhatikan bakat dan
kemampuan peserta didik
6)
Menghindari kekerasan
dalam mengajar.
e.Pesetra Didik
Peserta didik merupakan
orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang
masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang
memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik
bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian- bagian lainnya. Dari segi
rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan
perlu dikembangkan.
Pada dasarnya peserta
didik adalah:
a)
Peserta didik bukan
merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini
sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses
kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek
metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan
sebagainya.
b)
Peserta didik adalah
manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar
kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode
perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c)
Peserta didik
adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani
maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
d) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan
individual (diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor
pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
e)
Peserta didik
merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani
memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan
melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya
akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan
hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat
dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f)
Peserta didik
adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis.
g)
BAB III
1.Relevansi
Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Ibnu Khaldun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 4 faktor pendidikan yang ditawarkan Ibnu Khaldun yakni tujuan,
pendidik, peserta didik, metode pengajaran dan materi pendidikan. Semua
komponen pendidikan tersebut sesuai dengan konsep pemikiran para ahli
pendidikan sekarang. Namun, ada beberapa pemikiran beliau yang berbeda dengan
para ahli pendidikan yakni tentang tujuan pendidikan.
Disini pemikiran Ibnu Khaldun lebih
kepada realistis. Bahwa pendidikan bukan hanya untuk mengangkat derajat
manusia. Namun, agar manusia mampu memperoleh penghasilan dan menghasilkan
industri-indutri untuk eksistensi hidup manusia selanjutnya. Selain itu,
pemikiran beliau tentang jangan berhenti terlalu lama dalam proses belajar,
belum ditemukan dalam teori para ahli pendidikan masa sekarang. Serta hal-hal
yang menghambat proses pendidikan belumlah berlaku pada masa sekarang yakni
tentang banyaknya buku dan banyaknya ringkasan. Konsep pemikiran Ibnu Khaldun
juga sangat relevan dengan konsep pendidikan masa sekarang, dan sangat cocok
untuk diterapkan dalam kegiatan belajar dimana pun.
Keunikan pemikiran Ibnu Khaldun bila
dibandingkan dengan ahli pendidikan pada masanya bahwa apakah prestasi dan
keberhasilan dalam pembelajaran - hingga kini masih diperdebatkan- ditentukan oleh
bawaan atau kemampuan hasil belajar, dan Ibnu Khaldun tampaknya cenderung pada
pendapat terakhir yaitu hasil kemampuan
BAB IV
KESIMPULAN
Penutup
Ibnu khaldun adalah
seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya,
salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang
pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara
memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk
mendukung kejadian-kejadian yang nyata.
Menurut Ibnu Khaldun
ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata bersifat pemikiran
dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan
tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri
khas jenis insani
Karya-karya Ibnu Kaldun
antara lain ;
a)
Kitab Muqaddimah
b)
Kitab al-‘Ibar, wa Diwan
al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man
Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar.
c)
Kitab al-Ta’rif bi Ibnu
Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif).
d) Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin
e)
Syifa ‘al syail li
Tahdz.
Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan
Pendidikan, yaitu :
a) menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat
potensi iman, sebagaimana dengan
potensi-potensi lain
b) menyiapkan seseorang dari
segi akhlak
c) menyiapkan seseorang dari
segi kemasyarakatan atau sosial
d) menyiapkan seseorang dari
segi vokasional atau pekerjaan
e) menyiapkan seseorang dari
segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai
pekerjaan atau ketrampilan tertentu dan
f) menyiapkan seseorang dari
segi kesenian.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Al Maira, http://jaksite.wordpress.com/biografi. Ibnu Khaldun,
diunduh pada tanggal 8 mei 2015.
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam,
Bandung: Rosda Karya, 1995.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun
Jamil Ahmad, Seratus Muslim
Terkemuka, Jakarta: Pustaka firdaus, 2003
Fuad
Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2003.
Sulaiman, Fathiyah Hasan, 1987,
Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan, (Bandung: Diponegoro).
1987.
Syarifudin
Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun,
(POKJA :’UIN Sunan Kalijaga, 2008) hlm.17.
-
Izin copas
ReplyDeleteizin copas
ReplyDeleteIZIN COPAS ya mbak
ReplyDeleteterimaksih amat bermanfaat ijin copas ya ...
ReplyDeleteizin copasy
ReplyDeleteizin copas ya
ReplyDeleteIzin copas ya
ReplyDelete