Wikipedia

Search results

Sunday, February 5, 2017

Kurikulum pendidikan seni rupa di sekolah dasar



A.      Kurikulum pendidikan seni rupa di sekolah dasar

            Pendidikan seni di negara kita telah mengalami berbagai pembaharuan dariwaktu ke waktu. Pembaharuan dilakukan guna meningkatkan kualitas pendidikanseni. Salah satu usaha pemerintah yang secara sentral memperbaharui systempelaksanaan pendidikan seni adalah penyempurnaan kurikulum. Kurikulum yangsedang dilaksanakan senantiasa dievaluasi dan disempurnakan setiap periodetertentu untuk menghadapi perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan,teknologi, dan dinamika kebudayaan secara keseluruhan. Kurikulum PendidikanSeni telah beberapa kali mengalami perubahan dan penyempurnaan.
            Meninjau perkembangan atau perubahan kurikulum pendidikan seni di Indonesia pada dasarnya melihat perkembangan konsep pendidikan seni yang digunakan dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Perkembangan ini secara
langsung menunjuk periodisasi tahun-tahun dimana kurikulum nasional diberlakukan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Walaupun demikian, wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan seni sebelum Indonesia merdeka
perlu juga diketahui untuk memberikan gambaran yang lebih utuh terhadap perkembangan kurikulum pendidikan seni di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan karena konsep yang menjadi latar belakang pembentukan kurikulum pendidikan
seni tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem atau konsep, pendidikan sebelumnyayang dibangun sejak masa penjajahan.[1]

a.        Kurikulum Pendidikan Seni sebelum Kemerdekaan

Seperti yang telah kita pelajari pada Kegiatan Belajar sebelumnya gg.jpgpengembangan kurikulum sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya kebutuhan masyarakat, perkembangan disiplin ilmu dan perkembangan teknologi.
Berdasarkan beberapa sumber yang pernah mengikuti pendidikan di jaman penjajahan Belanda, dapat digambarkan bahwa konsep kurikulum pendidikan seni rupa yang berkembang pada masa itu merujuk pada konsep pendidikan seni yang berlaku di negeri Belanda. Masa antara tahun 1930-1945 kurikulum pendidikan seni sangat berorientasi vokasional dengan penekanan pada penguasaanketerampilan menggambar yang sangat relevan dengan bidang ketukangan danindustri kecil. Periode antara tahun 1930-1945 sebenarnya diwarnai juga oleh suasana penjajahan Jepang yang berlangsung singkat (dibandingkan masa penjajahan bangsa Belanda). Masa yang singkat saat pendudukan Jepang ini tidak
memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan atau perkembangan kurikulum pendidikan seni rupa saat itu. Semangat anti Belanda (sekutu) yang dihembuskan pemerintah pendudukan Jepang lebih kepada pengalih bahasaan kepada bahasa Indonesia atau bahasa Jepang segala sesuatu yang berbau Belanda. Buku-buku pelajaran yang berbahasa Belanda dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia atau Jepang. Sayangnya untuk pelajaran seni rupa (karena dianggap tidak memiliki nilai strategis) upaya itu tidak dilakukan sehingga para guru membuat acauan berdasarkan interpretasinya masing-masing dan cenderung mengikuti pola kurikulum sebelumnya. Usaha para guru ini pada umumnya   tidak terlalu mempersoalkan peran pendidikan seni rupa terhadap peserta didik. Dengan demikian dapat diduga kurikulum pendidikan seni rupa pada saat itu cenderung masih berwarna vokasional yang menekankan pada penguasaan keterampilan menggambar. Periode selanjutnya pada masa perang Kemerdekaan (revolusi fisik) antaratahun 1945-1948. Pada masa ini semangat untuk mengusir penjajah berkobar dimasyarakat. Perlawanan terhadap penjajah terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia. Di sekolah-sekolah, dalam usaha untuk menanamkan semangat melawan penjajah ini, secara sengaja maupun tidak, mempengaruhi karakteristik materi pembelajaran. Mata pelajaran olah raga diisi dengan kegiatan bela diri danbaris berbaris ala tentara, pelajaran menyanyi diisi dengan lagu-lagu perjuangan,demikian juga dengan pelajaran seni rupa (menggambar) diisi dengan kegiatan menggambar poster-poster perjuangan dan menggambar yang bertemakan anti penjajahan.


b.        Kurikulum Pendidikan Seni Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan kurikulum pendidikan seni rupa (menggambar) di Indonesia masih mengikuti pola kurikulum pendidikan seni di Belanda terutama di wilayah Indonesia bagian Timur. Buku-buku yang digunakan adalah buku
terbitan Belanda yang dipandang memenuhi tuntutan rencana pembelajaran seperti “Cara Menggambar” karangan A.J. Cock cs dan “Marilah Menggambar” karangan J. Slechter, keduanya adalah buku yang diperuntukan bagi Sekolah Dasar. Isi buku tersebut adalah bagaimana teknik menggambar dan bagaimana
menggunakan teknik tersebut untuk mengekspresikan pikiran melalui gambar. Buku-buku yang dipengaruhi gerakan reformasi pendidikan seni di Belanda ini telah mengarah kepada reformasoi mata pelajaran menggambar. Sasaran reformasiini adalah menggambar konvensional yang esensial ke menggambar ekspresi yangkontekstual serta perubahan prinsip pendidikan seni dari pola transmisi menjadipola pemfungsian seni sebagai sarana pendidikan secara umum. Istilah seni puntelah merangkum semua cabang seni termasuk menggambar.
            Selain Belanda, pengaruh perubahan kurikulum pendidikan seni setelah kemerdekaan juga datang dari Amerika dengan dikirimkannya sarjana-sarjana pendidikan kita ke nAmerika dan negara-negara lainnya. Pengaruh Amerika ini sangat terasa terutama dengan buku-bukunya seperti “Education Through Art” karya terkenal dari Herbert Read, “Creative and Mental Growth” karya Victor
Lowenfeld, dan “Art as Experience” karya J. Dewey. Isi buku-buku ini terutama tentang penggunaan seni dalam pendidikan dengan tujuan bukan untuk menjadikan seorang anak terampil dalam seni, tetapi untuk mengembangkan potensi peserta didik secara utuh.

c.         Kurikulum Pendidikan Seni 1975 dan 1984

Pada tahun 1975 terjadi perubahan yang menyeluruh pada mata pelajaran ekspresi, yang sebelum itu dalam kurikulum sekolah umum dikenal dengan nama mata pelajaran menggambar dan seni suara. Pembaharuan dapat dilihat dengan penggantian namamata pelajaran itu menjadi Pendidikan Kesenian.Istilah mata pelajaran juga digant i menjadi „bidang studi, sehingga pembaharuan itu selengkapnya menjadi „bidang studi pendidikan kesenian. Isibidang studi pendidikan kesenian itu merupakan penggabungan pelajaran menggambar dan seni suara ditambah sub bidang studi lain yaitu seni tari dan teater, yang pada kurikulum sebelumnya tidak ada. Pelajaran menggambar danseni suara diubah namanya menjadi seni rupa dan seni musik. Selengkapnya bidang studi pendidikan kesenian berisi sub-sub bidang studi seni rupa, senimusik, seni tari, dan seni teater (drama). Kurikulum 1975 disempurnakan lagi pada tahun 1984 dengan sebutan kurikulum 1984. Penyempurnaan ini ditandai oleh penggantian istilah pendidikan kesenian menjadi pendidikan seni. Penyempurnaan kurikulum ini terutama ditujukan kepada kendala yang ditimbulkan oleh terlalu luasnya materi bahan ajar yang ditentukan dalam kurikulum 1975 dibandingkan dengan alokasi waktu yang disediakan. Dalam pendidikan seni justru terjadi perubahan yang cukup besar,peran pendidikan untuk menyiapkan tenaga trampil yang siap kerja ditiadakan,dan peran untuk pengembangan ilmu seni juga diperkecil demikian juga denganalokasi waktunya di tingkat sekolah menegah atas dikurangi hanya diberikan dikelas satu dan dua saja.

d.        Kurikulum Pendidikan Seni 1994

Perbedaan yang cukup mendasar dalam kurikulum 1994 setelah pemberlakuan kurikulum 1984 adalah digunakannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sebagai dasar dari pembuatan kurikulum. Kurikulum 1994 Sekolah Dasar yang berlaku saat itu sangat jauh berbeda dengan kurikulumsebelumnya. Perbedaan itu meliputi sistem pembelajarannya yang menggunakan integrated learning atau pembelajaran terpadu antara beberapa cabang seni. Nama pendidikan seni berubah pula menjadi Kerajinan Tangan dan Kesenian.Ruang lingkup materi kerajinan tangan meliputi berbagai kegiatan sederhana kerumah tanggaan yang mudah dilakukan oleh anak-anak untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan termasuk di dalamnya pekerjaan kesenirupaan.
Sedangkan yang dimaksud kesenian meliputi seni tari (seni gerak), seni musik (seni suara). Antara pengajaran kerajinan tangan dan kesenian dianjurkan menjadi suatu larutan yang benar-benar terpadu dan terintegrasi dalam satu topik (bahasan) pengajarannya. Pengajaran terpadu dalam Kerajinan Tangan dan Kesenian(disingkat: KTK) ini bermuatan wawasan kedaerahan (muatan lokal), sebab didalamnya diharapkan para guru dan siswa mampu menggali seni kriya (kerajinan)yang tumbuh di daerah sekitarnya.

e.         KBK, Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006

Berbagai instrumen pembelajaran yang sebelumnya ditentukan oleh pemerintah pusat diserahkan ke pemerintah daerah, termasuk wewenang pengembangan kurikulum. Dalam Kurikulum 2004 yang lebih dahulu populer dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), pemerintah pusat hanya menentukan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikatornya saja. Masing-masing daerah dibawah kordinasi Dinas Pendidikan pada tingkat Propisnsi, Kabupaten atau Kota.Dalam pengembangaannya, materi kurikulum pendidikan seni diharapkan sesuaidengan aspirasi kesenian yang ada didaerahnya masing-masing. Standar kompetensi yang dirumuskan dalam KBK sangat jelas yaitu mempersiapkan peserta didik agar memiliki kapabilitas pengetahuan serta keterampilan seni.
            Belum genap dua tahun pelaksanaan kurikulum 2004 pemerintah mengeluarkan kurikulum baru tahun 2006 yang dikenal dengan sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Walaupun tampak tidak terlalu jauh berbeda dengan KBK dan kurikulum 2004, tetapi konsep kewenangan pengembangan kurikulum yang sangat besar diserahkan hingga ke tingkat sekolahsesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki sekolah. Indikator pencapaian yang muncul dalam kurikulum 2004 tidak dijumpai lagi dalam Kurikulum 2006 yang dikeluarkan oleh lembaga baru yaitu Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Nama mata pelajaran Pendidikan Seni pun berubahmenjadi mata pelajaran Seni Budaya sejak tingkat sekolah dasar hingga sekolahmenengah atas. Berkenaan dengan mata pelajaran Kesenian yang berubah nama menjadi mata pelajaran Seni Budaya, dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi Kurikulum 2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya. Dalam naskah yang sama disebutkan juga bahwa Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan diberikan  di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik. Kebermaknaan dan kebermanfaatan initerletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi  melalui pendekatan: “belajar dengan seni,“belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran inilah yang diyakini oleh para pakar pendidikan tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.Pendidikan Seni Budaya memiliki sifat multi lingual, multi dimensional,
dan multikultural. Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional
bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan  kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat multikultural
mengandung makna pendidikan seni menumbuh kembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara.  Halini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan
seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yangmajemuk.  Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan  yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal,  interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas,kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.Bidang seni rupa, musik, tari, dan teater memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni budaya,aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalampemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi.  Semuaini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknikberkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.[2]

1.    Tujuan Mata Pelajaran Seni Budaya

Mata pelajaran Seni Budaya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya
2. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya
3. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya
4. Menampilkan peran serta dalam seni budaya pada tingkat lokal, regional, maupun global.

2.     Ruang Lingkup Mata Pelajaran Seni Budaya

Mata pelajaran Seni Budaya meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1.   Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak, dan sebagainya
2.  Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan alat musik, apresiasi karya musik
3. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan dan tanpa rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari
4. Seni teater, mencakup keterampilan olah tubuh, olah pikir, dan olah suara yang  pementasannya memadukan unsur seni musik, seni tari dan seniperan.  
Di antara keempat bidang seni yang ditawarkan, minimal diajarkan satu bidang gg.jpgseni sesuai dengan kemampuan sumberdaya manusia serta fasilitas yang tersedia.Pada sekolah yang mampu menyelenggarakan pembelajaran lebih dari satu bidang seni, peserta didik diberi kesempatan untuk memilih bidang seni yang akan diikutinya. (Depdiknas, 2006). Di sekolah dasar, sesuai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang tercantum dalam Kurikulum 2006 pelajaran keterampilan diberikan pula dalam ruang lingkup pendidikan Seni Budaya, sayangnya tidak adapenjelasan mengapa seni teater (drama) tidak diberikan di tingkat sekolah dasardan mengapa keterampilan baru diberikan pada kelas dua sekolah dasar. Penambahan nama ”Budaya” dalam pendidikan seni diduga dipengaruhi oleh perubahan orientasi dunia pendidikan yang dipengaruhi efek globalisasi. Paradigma globalisasi yang berkembang pesat karena dipengaruhi oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta transportasi ini menuntut pemahaman budaya yang lebih luas melintasi batas-batas wilayah negara. Antisipasi terhadap pengaruh global inilah yang mungkin mengilhami parapenyusun kurikulum memberi penekanan pada aspek budaya yang umumnyatergambarkan dalam karya seni. Dapat disimpulkan bahwa perubahan nama sub-sub bidang studi pada setiap kurikulum yang disempurnakan, ternyata tidak hanya sekedar penggantian nama, akan tetapi mengubah pula ruang lingkup pengajarannya.Perubahan itu dilandasi oleh konsep dasar pendidikan yang berubah dan berkembang pada setiap kurikulum. Konsep pendidikan seni yang sekarang kita kenal jauh berbeda dengan konsep pendidikan  (mata pelajaran) menggambar dan seni suara. Perubahan konsep tentu membawa konsekuensi  didaktis dan metodis yang menuntut berbagai persyaratan yang harus dipenuhi jika kita ingin melaksanakan pendidikan seni dengan memadai.[3]


[1].Salam , “ Jurnal pendidikan dan kebudayaan” (Jakarta : badan penelitian dan pengembangan , 2003) H. 2
[2]. Salam , “ wacana seni rupa, jurnal seni rupa dan desain  (Bandung : P3M , 2001) H. 1-6
[3]. Sukmadinata, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, ( Bandung : Kesuma Karya , 2004) H. 8

No comments:

Post a Comment